RAMADHAN DIRUMAHKU
Setiap bulan ramadhan tiba saat masih kecil dulu buatku tak pernah terasa bedanya.
Maklumlah, ramadhan atau tidak, memang kami sekeluarga lebih sering puasa, dengan makanan seadanya.
Saat sudah berkeluarga, bulan ramadhan menjadi masa2 yg mengerikan untukku.
Harus menyiapkan makanan ekstra buat berbuka puasa walau bukan aku yang memasak, sederetan panjang nama anggota keluarga dan orang2 dekat yg harus diberi angpao, belum lagi menyiapkan bergepok2 uang kecil khusus buat dibagi2kan oleh ayah dan ibuku kepada anak2 kecil.
Hasilnya kadang membuatku makin menjauh dari agama, puasa dan tarawih saja tidak tapi biaya pengeluaran tetap harus kusediakan.
Apa untungnya ramadhan?
Saat tubuhku mulai menggemuk diusia 45 an tahun, mulailah ramadhan kuartikan secara lain.
Berpuasa dengan makanan untuk berbuka seadanya.
Kalau memang ingin makan enak ya makan diluar.
Puasa ramadhan bagiku sekalian berdiet agar kurusan.
Kadang sengaja kubeli baju dengan ukuran lebih kecil dengan harapan saat lebaran nanti akan muat.
Itulah sebabnya kenapa saat pembersihan kemarin banyak kutemukan baju yang jelas2 tak muat ukuran tubuhku, masih memakai label harga dengan model jaman abad kegelapan.
Baru setelah usiaku 50 tahun makna ramadhan bisa kunikmati sambil kujalankan kewajibannya.
Ehm, maksudku berusaha menjalankan karena pada kenyataannya aku selalu gagal.
Ramadhan tahun lalu kusambut dengan bahagia.
Bermodalkan mukena indah aku sholat taraweh dimesjid besar seberang jalan.
Sayangnya seleraku tentang kebersihan membuat niatku surut.
Hanya sekali aku sholat taraweh.
"Yah yang penting aku sudah niat", batinku menghibur diri.
Ramadhan kali inipun coba kulalui dengan tarawih dimesjid belakang.
Sayangnya sesuai info yang kuperoleh keduanya 23 rakaat.
Aku tak sanggup menjalaninya dengan dengkul tuaku.
Belum lagi hujan setiap sore turun didaerahku.
Sebetulnya itu bisa jadi alasan untuk tidak taraweh.
Sayangnya kulihat ibu, Dini dan anak2 yang kost dirumahku semua ikut sholat taraweh di musholaku.
Aku malu kalau sampai tidak ikut sholat.
Masak kalah dengan ibu yang sudah 77 tahun?
Akhirnya akupun ikut sholat taraweh dengan tidak sepenuh hati.
Dengkul tua ibu ternyata bermanfaat untukku.
Sholat taraweh dengan imam berusia 77 tahun terasa ringan karena hanya 11 rakaat.
Belum lagi bacaan dalam sholat itu dibacakan oleh ibu dengan cepat dan lancar, persis seperti saat ibu memerintah anak2nya.
Ternyata bukan cuma karena dengkul ibuku sudah tua sehingga tak bisa berlama2.
Ibu ingin setelah sholat taraweh cepat2 menyambung menonton film setan yang tadi ditonton saat ngabuburit.
Yah seperti kurang horor saja rumahku.
Alhamdulilah akhirnya aku bisa ikut taraweh ramadhan tahun ini, mudah2an tidak ada kendala untuk malam2 selanjutnya.
Ada gunanya juga musholaku ternyata.
Makanya saat ibu selalu minta diputarkan film horor aku tak sanggup menolaknya, takut ibu ngambek dan tak mau jadi imam lagi.
Ingin aku protes, "nontonnya dilantai atas saja bu, jangan dikamarku", tapi aku tak tega mengucapkannya melihat ibuku nyaman dengan gaya putri duyung saat melihat dracula atau pocong mengejar mangsanya.
Bukan apa2, aku hanya takut melihat film horor.
Aku ingat dulu pernah beberapa kali diomeli pacarku saat menonton film horor, gara2 setannya belum muncul aku sudah menjerit ketakutan sampai seisi bioskop melihat kearah tempat dudukku.
Bukannya bermaksud bermanja2, tapi aku memang ketakutan.
Semakin aku pintar mengatasi perasaan makin malas aku menonton film horor.
Mubazir saja !
Bagaimana tidak mubazir bila hampir setengah film mataku kututup dan kuikat dengan scarf yang selalu kupakai bila pergi.
Hanya bila musik sudah tidak menyeramkan lagi aku buka tutup mataku.
Aku ingin protes ke sutradara film horor, sayangnya tidak ada satupun yang kukenal.
Aku ingin memberi wejangan kalau perlu komplain secara keras bahwa setan dikehidupan nyata tidak seseram yang mereka gambarkan.
Tapi sudahlah, mungkin sudah nasibku berjodoh dengan film horor.
Tak bisa kuhindari memang.
Biarlah.
Toh dulu bahagiaku meluap2 saat dicium si ganteng Aldi atau si romantis Joe pertama kali saat menonton film horor.
Sekarang kamarku jadi ramai dan tak sepi lagi gara2 harus jadi operator memutar film horor.
Yah terima sajalah, yang penting kamarku ramai.
Yang penting ibu bahagia dan mau jadi imam taraweh.
Sesederhana itu.
Komentar
Posting Komentar