AKU DAN SI SEMPRUL, BETAPA BERBEDANYA KAMI




Dear Diary,
Saat acara curhat dg anak2 baru kusadari betapa jauh berbedanya sikap dan tujuan hidup aku dan bapaknya anak2.
Pantas saja ada yg bersikap mirip bapaknya 100 % pelit dan perhitungan, ada pula yg mirip aku yg selalu grabak grubuk, tapi diantara keduanya mereka sering bingung menentukan sikap hidup.
Bapaknya anak2 seringkali menasehati anak2 bhw "dalam 1 rumah yg penting adalah tempat tidur.
Kl tempat tidurnya enak dan nyaman buat tidur, kita akan nyaman juga buat kerja kr tidurnya nyenyak. Ruangan2 lain tidak begitu penting."
Nasehat itu diberikan berulang2 kepada anak2 setelah kami bercerai.
Nasehat yg aneh buatku.
Rasanya dulu dia tidak punya slogan spt itu.
Ditempat yg berbeda aku memberikan nasehat " kelak bila kalian punya rumah, harus selalu rapih dan bersih, terutama kamar mandi. Biasanya tamu usil akan pura2 kekamar mandi sambil intip2 isi rumah kita. Kamar mandi, ruang tamu itulah cerminan kebersihan dan selera pemilik rumah."





Dear Diary,
Aku seringkali menasehati anak2 agar "menjaga penampilan.
Tidak perlu mewah yg penting rapih dan bersih. Dijalanan kalau penampilan kita kumal, orang akan menganggap sepele kita.
Mana mereka tahu kl orang kumal itu ternyata naik Mercy? Lagipula kita kan tidak ingin dijauhi orang kr kita tidak bersih?".
Sering kali dulu, saat mau pergi bersama dan bapaknya memakai sepatu butut kesayangannya anak2 berebut memberi tahuku bahwa bapaknya tidak menjaga penampilan dan kumal.
Saat itu bapaknya akhirnya buru2 berganti penampilan dg lebih rapih setelah aku marahi.
Tapi tetap saja dia menasehati anak2 dan memberi pembenaran bahwa "kita tidak boleh sombong. Banyak orang yg tidak punya. Kalau mau sombong lebih baik saling memperbanyak amal, bukan penampilan. Selama bersih, tidak perlu kita pakai sepatu dan baju baru."
Aku cuma bisa melotot disudut ruangan sambil menulis di diary "si semprul lagi cuci otak anak2 biar dekil semua. Ya Tuhan kapan dia berubah jd keren spt Richard Gere?"



Dear Diary,
Soal penentuan sekolah anak2 juga menjadi perdebatan spt api dlm sekam.
Sejak semula aku ingin anak2 sekolah di Al Azhar, kupikir dg pemahaman agama yg kurang aku tidak bisa mendidik anak2 dibidang agama.
Bapaknya anak2, sebut saja si semprul, juga setuju anak2 dimasukan sekolah Islam.
Kr aku tidak sempat mendaftarkan anak2 sekolah, akhirnya si semprul yg pergi.
Memang benar anak2 didaftarkan di sekolah Islam, tapi bukan di Al Azhar Kebayoran tapi hanya di Ruhama, sekolah swasta islam dekat rumah di Pondok Cabe.
Alasannya kr dekat rumah jd anak2 tidak lelah, dan sekolahnya cukup bagus disekitar situ kr dimiliki Dra.Zakiah Drajat, ustadzah yg dulu sempat terkenal. 
Aku sempat marah dan terpukul.
Alasanku ingin menyekolahkan anak2 di sekolah islam bergengsi bukan demi gengsi tp juga demi anak2. 
Aku pikir kl anak2 bergaul dg kalangan berada mereka kelak akan punya link dan bisa "melihat keatas", bahwa diatas langit masih ada langit, agar anak2 bisa termotivasi utk berhasil dlm kehidupan.
Si semprul beralasan bahwa " hidup itu harus melihat kebawah agar kita bisa mensyukuri nikmat Tuhan.
Kl kita selalu melihat keatas kita akan sombong terus dan tidak mau melihat penderitaan orang2 dibawah kita. Ingat diatas langit masih ada langit. Jangan sombong!".
Duh Tuhan, anak2 yg mendengarkan nasehat yg berbeda hanya bisa bengong.
Mereka saat itu belum bingung. 
Saat itu aku sempat menulis diary dipojokan sambil mendengarkan si semprul menasehati anak2 "sialan, si semprul pakai kalimat nasehat punya gw 'diatas langit masih ada langit'. Gak kreatif banget itu orang"




Dear Diary,
Rasanya perbedaan yg paling fatal antara si semprul dan aku adalah mengenai kemandirian.
Aku paling benci menumpang makan dirumah saudara.
Saat itu rumahku di pondok cabe saling berjejer membentuk 1 komplek keluarga.
Numpang makan dirumah kakak2nya adalah hobby si semprul padahal aku sdh masak banyak.
Kadang dia ngobrol dan main seharian dr 1 rumah saudaranya ke rumah saudaranya yg lain.
Buatku masih tidak menjadi masalah.
Aku toh bisa tidur seharian.
Yg menjadi masalah adalah apabila ada adegan pinjam meminjam mobil.
Aku puas dg mobilku, utk apa tukar pinjam dg lain. Bagaimana kl rusak saat dipakai?
Atau tabrakan?
Aku paling benci kalau si semprul pinjam meminjam mobil saudaranya..
Gak boleh !
Yg tak termaafkan adalah bila ada 1 masalah dlm 1 keluarga dan dianggap pesakitan kr disidang seluruh anggota keluarga yg lain.
Aku ingin tidak ada campur tangan keluarga, aku tidak ingin ada bantuan materi.
Itu yg blm bisa dihindari si semprul. 
Menurut dia keluarga besar adalah 1 kesatuan dlm susah atau senang, dlm arti moril maupun materiil.
17 tahun bertahan dlm perbedaan cukup membuatku takjub Dear Diary.
Kok bisa ya aku bertahan?
Akibat tertunda dari perbedaan2 itu baru terasa sekarang.
Saat anak2ku tertimpa masalah, mereka mengeluh bingung memutuskan, cara ibu atau bapaknya kah yg terbaik.
Satu keluhan anak ku yg cukup menohokku. " kok bisa sih kawin sama bapak mam, kan mamam berbeda banget sama bapak?".
Pertanyaan yg tidak perlu dijawab sebenarnya. "Semua bisa terjadi kr dulu mamam cinta setengah mati dengan si semprul itu anakku".
Cuma itu yg bisa kujawab Dear Diary..

Komentar

Postingan Populer