AKU SUDAH BERUSAHA TUHAN..

Rabu, 28 Desember 2016

Dear diary...
Niatku untuk mulai memakai baju muslim dikeseharian gagal karena lupa.
Pagi setelah sholat tahajud yang berlanjut ke subuh, aku dengan terpaksa langsung buru2 ke dapur.
Ulangi : dengan terpaksa dear diary.
Si  bungsu yang sedang liburan minta dibuatkan bakwan mie kesukaannya.
Yah sudah kadung terlambat, karena anak2 kostku yang pria sudah melihat ibu kostnya mengenakan daster butut.
Dear diary, hari ini aku belum mengenakan baju muslim.
Aku lupa.

Kamis, 29 Desember 2016

Dear diary...
Hari ini aku pakai baju muslim, rapi jali lah pokoknya, baju hitam dengan luaran warna hijau untuk menutupi perutku yang membukit.
Sayangnya dalam waktu 10 menit aku di warung sebelah, sudah ada 4 orang yang tanya “ mau pergi kemana bu? ”
Ditambah anak2 kost yang kebetulan melihatku, total ada 8 orang menanyakan hal yang sama, “ mau pergi kemana bu? ”
Karena bosan ditanya2 terus aku bilang saja “ Oh ini saya mau ke CCM sama Dini dan Vani, mau nonton film, setann.”
Aku yang sudah mulai insaf dan ingin berhemat sebagai pensiunan, karena tidak ingin dibilang bohong, terpaksa pergi nonton ke CCM dengan Dini dan Vani.
Untung tak ada film setan yang diputar, jadi kuanggap itu bukan salahku bila ternyata bohong.
Toh yang penting aku sudah nonton walau bukan film setan tapi film The Assassins Creed.
Dear diary, aku sudah tak bohong lagi bukan?

Jumat, 30 Desember 2016

Dear diary...
Hari ini aku lagi2 lupa pakai baju muslim.
Seperti biasa sehabis sholat aku langsung ke dapur dengan baju dinasku.
Kali ini aku pergi ke dapur dengan penuh semangat karena semalam si bungsu dengan mesra sambil minta cium pipi menjelang tidur bilang “ Mam aku masakin tempe kemul lagi ya ? Mamam enak kalau masak tempe kemul. “
Aku lupa kalau sebelum keluar kamar harus pakai baju muslim dulu, karena anak2 kostku yang pria bukan mahramku.
Aku bahkan lupa pakai BH saat memasak saking semangatnya ingin buru2 memasak untuk si bungsu.
Jarang2 aku dipuji masakanku enak, pujian terakhir mengenai masakanku rasanya datang berabad2 yang lalu, itupun sambil dimintai duit buat nonton konser Maroon Five.
Aku tak yakin saat itu anakku benar2 memujiku atau karena ingin minta dibelikan tiket.
Maafkan aku tuhan, aku lupa lagi.
Dear Diary, walau baru niat itu sudah dicatat sebagai amal baik oleh malaikat bukan?

Sabtu, 31 Desember 2016

Dear diary...
Pagi tadi si bungsu idzin pergi kerumah sahabat karibnya yang hanya itu2 saja, Layla Amri untuk kumpul2 dengan sesama teman SMA Al Azhar Kebayoran.
Biarlah, aku toh jadi tak perlu memasak hari ini.
Cukup beli nasi uduk dan buat tempe kemul saja buat sarapan si bungsu.
Jujur saja aku sudah bosan melihat tempe diolah dengan berbagai gaya dari mulai bacem tempe, orak arik tempe, pergedel tempe dan tentu saja tempe kemul idolanya.
Jauh disudut hati aku setiap melihat tempe serasa melihat Jokowi atau Ahok Dear diary.
Sedapat mungkin harus dihindari melihatnya.
Bukannya aku gak suka mereka, aku hanya bosan.
Maksudku aku bosan melihat tempe Dear diary.
Baik si semprul maupun si play boy akut mantan suamiku itu mereka penggila tempe.
Apapun menu masakannya harus selalu ada tempe goreng tersaji dimeja dengan pasangan abadinya : kecap.
Entah kenapa kedua orang yang bertolak belakang dan berbeda aliran itu sama2 menyukai tempe.
Belum lagi sejak kecil sampai lepas dari rumah orang tua, tempe selalu menjadi hidangan utama dari tanggal 29 sampai tanggal 25 setiap bulannya.
Menu tempe tersingkirkan dari meja makan orang tuaku hanya selama 3 hari saja, sejak tanggal 26 sampai dengan tanggal 28, selalu begitu terus.
Seingatku tiada hari tanpa tempe.
Bisa dibayangkan bukan kalau aku bosan dan muak melihat tempe ?
Hari ini aku keluar kamar setelah anak2 kost laki2 keluar rumah karena aku ingin memakai daster bututku.
Buru2 aku ganti pakai baju muslim saat  mengantar si bungsu naik bus sambil kewarung sebelah rumah.
Pagi ini cuma satu orang pengunjung warung yang bertanya  “mau kemana bu, tumben  kok rapih ? “
Tiba2 ingin rasanya aku menangis, sedemikian terkenalkah aku dengan daster butut ini ?
Kesal tiba2 menyeruak.
Sekalian saja kujawab terus terang “ Gak kemana2 kok, ini lagi latihan pakai baju muslim. Kayaknya sudah saatnya saya pakai baju muslim.”
Tetangga selang 5 rumah dari rumahku yang kebetulan bernama sama denganku menyahut “ Nah gitu dong bu pakai baju muslim, kita memang harus pakai pakaian yang menutupi aurat bu, apalagi ibu sudah haji. Saya sering bilang sama ibu2 lain kalau pas lihat ibu Rita pergi kok pakai bajunya ketat2 semua. Walau ditutupi selendang  pashmina tetap saja kelihatan bagian bawahnya bu. Kita kalau sudah pakai baju muslim gak bisa lagi pakai baju yang membentuk tubuh bu. “
Dari balik tubuh tetanggaku, kulihat istri pemilik warung mengedip2kan matanya padaku sambil menyilangkan telunjuknya ke dahi.
Ingin aku menjawab, bahwa bukan aku sengaja pakai baju ketat, tapi memang bajuku kesempitan.
Aku selalu salah ukuran.
Baju ukuran 5 L yang kubeli 2 bulan yang lalu ternyata sekarang sudah berubah lagi.
Mungkin itu sebabnya orang2 yang bertemu denganku menyangka aku kaya, yah apalagi kalau bukan karena tubuhku yang makin membesar dan membesar, melambangkan kemakmuran.
Karena aku sopan dan pandai berpura2, aku ucapkan terima kasih atas nasehatnya sambil pamit pulang.
Baru 2 langkah aku berbalik, tetanggaku sudah memanggilku kembali “ bu....bu Rita maaf deh. Ini ibu kok pakai baju dalaman ya? “
“ Maksudnya apa bu ? “ Sumpah aku bingung.
“ Baju yang ibu pakai itu cuma dalaman baju muslim bu, coba lihat itu kan tipis. Jadi ibu harus beli baju muslim untuk luarannya bu.” Katanya sambil memegang2 bajuku.
Sepanjang hidupku yang selalu membantah ucapan orang tua, suami, sampai pemimpinku, baru kali ini aku tak bisa bicara apa2.
“ Masak sih ini cuma baju dalaman bu ? Kan ini bajunya tertutup ?” ragu2 aku bertanya.
“ Iya bu, tapi ini cuma dalamannya saja makanya agak tipis. Kalau dari jauh menerawang bu.” Jawabnya yakin.
Astagfirullohaladzim !
Pantas tukang2 yang sedang membetulkan jembatan didepan rumahku pada berdiri takzim saat aku lewat mengantarkan si bungsu.
Apakah mereka ingin melihat si bungsu lewat ?
Apakah mereka ingin melihat isi baju dalamanku?
“ Terima kasih bu, terima kasih. Untung ibu kasih tahu saya. Sumpah saya gak tahu bu. Saya pikir kalau tangannya panjang dan bajunya panjang pasti baju muslim, lagian saya belinya bukan di bagian baju dalam makanya saya gak kepikiran itu cuma baju dalam. Terima kasih bu, terima kasih banyak.” Ujarku berterima kasih berulang2.
Kesal, malu, sedih dan ingin marah teraduk jadi satu didalam dada.
Ya Tuhan, aku ternyata salah beli baju lagi, padahal 2 lemari 4 pintuku sudah penuh dengan baju2 yang kusuka tapi tak muat dibadan.
Padahal baru kemarin aku bahagia sudah punya modal untuk memakai busana muslim.
Haruskah kutunda lagi sampai aku punya uang untuk beli baju muslim yang baik dan benar?
Dear diary, aku tak tahu harus berbuat apa lagi agar bisa totally insaf.
Aku bingung Dear Diary...

Komentar

Postingan Populer