ANTARA AKU DAN CADAR
Dear Diary,
Sejujurnya aku ingin sekali jadi wanita solehah, bertutur kata lembut pd semua orang, pintar baca al quran dan mengerti isinya, tertutup seluruh aurat dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Saat ke warung sebelah melihat wanita2 bercadar dan bergamis hitam dekil, aku suka membatin dalam hati " kelak kalau aku pakai cadar aku harus keren. Aku akan tunjukkan islam yang keren itu seperti apa."
Itu tahun 2015 saat aku mulai pindah di desa antah berantah ini.
Pernah saat aku photo untuk E KTP kulihat ada 2 orang wanita bercadar dipojokan, sama2 menunggu antrian.
Ingin aku bertanya "nanti kalau photo cadarnya dibuka gak mbak?"
Jujur aku ingin tahu kr aku tertarik dan ingin memakainya.
Sayangnya si bungsu melarang sambil mendelik2an matanya, dan menganggapku tidak sopan dan kepo.
Kesempatan emas datang saat aku bertemu dg Putri Tamanda Alfatih, Amanda panggilannya.
Dia pakai cadar.
Yah walau matanya masih pecicilan lihat cowok di sebelah kanan kiri tapi dia bercadar, titik.
Kuperhatikan cara makannya.
Hmmm...gampang....dirogoh dari bawah.
" Besok kalau aku pakai cadar aku gak akan makan belepotan seperti dia, saus cabe ada di cadar." janjiku dalam hati.
Kulihat dia tidak tercekik memakai cadar, dan yang lebih penting cadar itu bisa menutupi hidungnya.
Itu yang terpenting buatku, aku ingin menutupi hidungku.
Dear Diary,
Saat aku packing2 ingin ke Bandung, seperti biasa isi selemari kubongkar semua mencari pakaian nyaman dan hangat untuk di Bandung.
Kutemukan 3 buah cadar warna hitam didalam kotak jilbab warna hitamku.
Setelah kucoba berkali2, beres...aku bisa memakainya.
Aku langsung buat rencana mau makan dan nonton diluar siangnya.
Sialnya saat mau pergi ternyata realisasinya berbeda.
Jilbab syariku itu kan punya topi sehingga saat pakai cadar jilbab ku tertekuk dan malah membentuk segi 4.
" Mamam kok jadi mirip bintang film mam.." perasaanku mulai tidak enak saat si bungsu bilang itu...." mirip Sponge Bob pakai cadar mam " .
Kampret banget anak ini !
Dengan bantuan Dini, 2 kaca panjang didepan dan belakangku, 2 cermin bulat buat aku memantau serta tutorial cara memakai cadar, ternyata tidak ada yang pas dengan jilbabku, tetap seperti ada gundukan di jidatku.
" Ibu jilbabnya mungkin harusnya modelnya gak pakai topi kl pakai cadar bu." kata Dini.
" Yah terus gimana Din, ibu waktu beli kan banyak, modelnya sama semua." kataku.
Untungnya aku ingat cara Amanda pakai cadar, dimasukkan kedalam ikatannya lalu dikeluarkan lagi melalui sela2 bagian muka.
Kuikuti cara Amanda pakai cadar.
Beres...aku akhirnya pakai cadar, aku bisa dianggap wanita solehah kalau jalan2 seperti ini, tinggal pakai kaca mata hitam, gak akan ada yg menyangka mataku masih lirik kanan kiri.
Dengan bahagia akan dianggap wanita solehah di mall, aku berangkat untuk nonton dan makan setelah dandan selama 2 jam penuh.
Dear Diary,
Resto yg sesuai seleraku sangat sedikit kr aku kan gak suka daging.
"Aku ingin makan di Rice Bowl nanti", aku sudah pasang target.
Baru jalan sebentar aku sudah sesak nafas.
Nafasku panas tertahan cadar yg kubeli di Jeddah dulu, padahal bahannya tipis ringan.
Aku mulai panik saat masuk resto.
" Jangan2 semua tahu mamam baru pakai cadar karena nafas mamam terdengar keras ya Van?" tanyaku pada si bungsu.
" Kalau dari jarak jauh gak kedengeran kok mam...cuma kalau diperhatikan memang jelas banget soalnya cadarnya mamam sampai nempel dihidung terus melambay pas mamam nafas. Nafas mama juga seperti orang habis lari ngos2an. Coba mamam nafas pelan2 deh."
Pasti si bungsu ingin aku mati kr aku sudah balik nama rumahku, pikiranku langsung parno.
Bagaimana bisa nafas dengan pelan lha aku susah nafas ?!
Udara yang kuhirup membawa cadar itu ikut serta terhirup hidungku saking dekatnya puncak hidungku dengan pipi.
Siapa bilang dengan pakai cadar bisa menutupi hidung pesekku ?
Rasanya seluruh mall malah melihat kehidungku gara2 cadar ini ikut2an terhembus nafasku.
Udang telor asin, udang kungpao dan sambal hitam khas Rice Bowl kesukaanku tak sanggup kumakan.
Aku pura2 beralasan "mamam kok tiba2 gak pengen makan ya? Habisin saja deh sama kalian berdua, mamam minum saja."
" Pasti mamam gak bisa makannya karena pakai cadar?" ledek si bungsu.
" Bisa kok, mamam kan pernah lihat teman mamam makan. dirogoh dari bawah.." aku mempraktekan cara Amanda makan "cuma mamam memang tiba2 gak pengen makan saja."
Walau perutku lapar aku bertahan tidak makan karena tidak yakin bisa makan.
Dear Diary,
Batas ketahananku akan lapar sudah sampai puncaknya.
Setelah pesan kentang goreng dan lemon tea, aku memasuki bioskop Dear Diary.
Tetap saja aku tidak bisa makan kalau masih ada sinar di bioskop ini.
Apa kata penonton lain kalau mereka lihat wanita bercadar makan dengan rakus dan melipat cadarnya di dahi ?
Dengan sabar kutunggu suasana bioskop gelap.
Saat film sedang tegang, suasana gelap karena adegannya memang sedang malam hari yang mencekam, aku buru2 makan.
Gak mungkin kan adegannya malam gelap gulita terus kan, makanya aku harus ngebut makan.
Rasanya aku tidak mengunyah 33 x sesuai etika makan, yang penting perutku bisa cepat dimasuki makanan, titik.
Sampai saat kutulis Diary ini, aku tidak tahu film apa yang kutonton Dear Diary.
Kalau aku menulis ini, aku hanya ingin memberitahukan pada seluruh dunia bahwa JANGAN REMEHKAN WANITA BERCADAR.
Perjuangan mereka untuk menutupi aurat itu berat.
Dianggap aneh dan di curigai teroris dengan memeriksa tas bawaan sedetil mungkin oleh satpam, tidak bisa nafas karena hidung tertutup cadar, tidak bisa makan sembarangan dan harus kuat menahan lapar, belum lagi udara sejuk yang terhirup menjadi tidak sejuk lagi karena tersaring cadar 2 lapis
Ya, jangan remehkan wanita bercadar.
Aku pernah merasakannya walau cuma sekali.
Percayalah Dear Diary, menjadi wanita solehah itu susah banget...
Komentar
Posting Komentar