AYAH OH AYAH
Hidup dengan ayah yang sudah mulai pikun kadang2 membahagiakan karena aku bisa mentertawakan kelucuan2 ayah karena kepikunannya.
Tapi aku harus lebih banyak menahan kesabaran karena ulah ayah benar2 memancing kesabaran mahluk tidak penyabar sepertiku.
Seperti ulah ayah sebulan ini.
Ayah sangat hobby berobat ke Puskesmas.
Setiap pergi ke puskesmas di Cilodong sana ayah selalu minta bekal rp. 200 ribu.
Bayangkan kalau dalam seminggu ayah pergi 2 kali ke puskesmas.
Ayah tidak bohong memang, ada bukti2nya ke puskesmas, tapi apa iya sampai semahal itu?
Akhirnya kusiasati dengan pergi ke BPJS meminta pemindahan BPJS dr semula di puskesmas di Cilodong ke puskemas dekat rumah.
Berhasil !
Besoknya ayah langsung ke puskesmas didepan rumahku.
Seminggu 2 kali, berangkat jam 7 pagi pulang jam 12 kadang jam 1 an.
Kupikir karena anak2 kost dirumahku magang disitu, tapi ternyata tidak.
Ayah bahkan tidak tahu nama2nya.
Yah mungkin ayah sepertiku,susah menghafal nama.
"Habis semuanya pakai baju putih Da, jadi ayah gak hafal2 orangnya, apalagi namanya." Ayah membela diri.
Persis sepertiku alasannya.
Bila hari senin ayah ke puskesmas hari jumat dipastikan ayah ke puskesmas lagi.
Cuma cek darah pada hari senin, yang akan datang ayah cek kolesterol.
Tadinya kami anggap biasa2 saja, toh ayah cuma minta rp. 10 ribu untuk ongkos karena malas jalan kaki dan untuk beli tiket katanya.
Tapi lama2 kami khawatir kr masak untuk periksa darah saja ayah perlu waktu sampai berjam2?
Tekanan darahnya tinggi2 lagi, sampai 220 katanya.
Besoknya kucoba suruh Dini menemani ayah, ternyata cuma 110/90, normal2 saja.
Ayah berkelit darahnya sudah turun.
Besoknya ayah tidak mau diantar Dini lagi.
Tekanan darahnya pun langsung naik lagi.
Katanya ayah, kami tidak tahu kebenarannya karena kami tidak menerima laporan tertulisnya.
Karena ingin tahu kebenarannya, akhirnya kupanggil Lita salah satu anak kost.
"Itu engkong bisa diperiksa tekanan darahnya nak Lita? Tadi ke puskesmas katanya tekanan darahnya 220. Bukannya 220 seharusnya sudah mati ya? Kok engkong gak mati2? Tolong periksa ya nak, mbah mau tahu benar atau tidak tekanan darahnya tinggi."
Ibuku mencerocos minta tolong Lita.
Selama ini ayah ku membiasakan diri memanggil Engkong didepan cucu2nya dan orang lain, sementara pada ibu membiasakan dirinya dipanggil Mbah.
Sambil tertawa cekikikan Lita memeriksa tekanan darah ayah sementara ayah cuma melotot melihat ibu.
"110/90 mbah. Normal kok." Kata Lita.
"Tuh kan Engkong bohongin Mbah lagi." Kataku.
"Terang aja tekanan darahnya turun, disini kan tenang. Kalau di puskesmas kan Engkong sempit, panas lagi.
Yang meriksa juga disini kan seger, cantik lagi." Ayah menjawab sambil mengeluarkan jurus play boy gagalnya.
Aku sampai sekarang masih bingung.
Ayah yang kukenal selama puluhan tahun dahulu bukan orang genit, dia santun, pendiam dan berahlak.
Mungkinkah kalau sekaran ayah genit itu karena sebetulnya ayahku bercita2 jadi play boy namun ditekan dan disembunyikan didalam hati?
Ibuku tentu saja marah mendengar jawaban ayahku.
Bukannya cemburu kurasa tapi karena kesal dibohongi.
Akhirnya ayahpun diceramahi ibu agar tidak mendramatisir penyakitnya.
"Sudah tua bukannya insaf. Bohong terus diperbanyak bukannya diperbanyak ibadah." Omel ibu panjang lebar.
Kembali kusiasati agar ayah tidak berobat di puskesmas depan rumah.
Banyak alasanku tentunya.
Ibuku mengeluh malu karena tetangga2 banyak yang lapor sering lihat ayah di puskesmas ngobrol dengan tukang parkir.
Alasanku lainnya karena puskesmasnya sempit dan panas.
Tapi alasan utamaku sebetulnya karena area tempat menyeberang di depan puskesmas berbahaya, terlalu dekat tikungan sehingga kendaraan yg terlihat sudah dalam jarak dekat.
Akhirnya kuminta rujukan ke RS FMC.
Kupikir bila ayah mau berobat dan mejeng seharian di RS FMC terserahlah.
Ruangannya toh dingin, ayah tidak sengsara kepanasan.
Area penyebrangannya juga aman, ada petugas yang menyeberangkan.
Jadilah ayah selama seminggu ini berobat ke RS FMC.
Sudah 2 minggu ini ayah ribut terus dengan ibu.
Ayah bahkan sudah pisah ranjang dengan ibu.
Seringkali ayah tidak sahur karena ibuku memboikot agar ayah tidak dibangunkan saat sahur.
Gara2nya sepele.
Ibu sebagai penggemar film horor sering menonton film horor dikamarku.
Tentu saja nonton dikamarku lebih nyaman.
Ayah yang merasa sepi nonton sendirian langsung marah2.
Kulihat ibu mengalah.
Akhirnya mereka menonton TV berdua diruang tengah.
Menonton film India kesukaan ibu.
Eh ayah dengan berani merebut remote dari tangan ibu.
"Sini gantian. Jangan film situ aja dong. Kita juga kan mau nonton bola." Kata ayah.
Rebut2an remot berlangsung hampir semenit.
"Aku nonton dikamar anaknya situ iri, aku disuruh keluar nemanin nonton. Aku keluar eh disuruh nonton bola. Kalau mau nonton bola nonton diatas saja sana, situ bisa sekalian main bola bekel." Ibu marah2
Akhirnya ayahpun menyepi, menonton dilantai atas.
Bahkan saat waktu sholatpun dilantai atas.
"Kalau situ sholat diatas gak turun2, kata anaknya musholanya mau dibuat kost2an katanya anaknya barusan." Ibu membuat isu.
Akhirnya ayahpun turun hanya untuk sholat.
Merasa ayah selalu menonton bola dilantai atas, ibu kembali menonton film horor lagi dikamarku.
Ayah kembali marah2 agar ibu tidak menonton film dikamarku.
"Aku ini sudah tua. Gak ada hiburan. Masak mau nonton aja gak boleh?" Tanya ibu.
"Ya nonton aja diluar. Ngapain nonton dikamar anaknya. Situ namanya mengganggu anaknya. Siapa tahu anaknya mau tidur gak mau diganggu." Sekilas penjelasan ayah terlihat masuk akal.
"Lha kalau aku nonton memang anaknya tidur ngorok dia gak berani nonton film setan."jawab ibu.
"Ida gak terganggu ibu nonton dikamar Ida kok Yah. Kalau terganggu pasti Ida sudah bilang. Ayah kenapa larang2 ibu sih? Kalau ayah mau nonton bareng dikamar juga gak apa2 kok. Lagian kan diatas itu ada home theatre, ayah bisa setel film kalau mau. Kasihan ibu gak ada hiburan Yah. Kalau ayah kan bisa jalan2 cuci mata lihatin suster cantik2." Terpaksa aku menengahi.
"Di RS FMC susternya gak ada yg cantik. Gendut2 semua kayak ibumu." Ayah keceplosan menjawab.
Bisa dibayangkan reaksi wanita dibilang gendut kan?
Sorga pun bisa dijadikan neraka bila wanita sakit hati dibilang gendut.
Ibuku marah2 lagi.
Kurasa puasa ibuku selama 2 minggu ini batal karena ribut terus dengan ayahku.
Akhirnya, yah, disinilah aku.
Didalam kamar.
Sehabis baca buku Good in Bed di toilet, mandi dan beres2 kamar, aku tidur lagi.
Aku tak berani keluar kamar.
Aku malas menengahi pertengkaran suami istri, serasa jadi orang ketiga soalnya.
Aku cuma bisa diam dikamar.
Aku tak mau berpihak.
Keduanya ayah dan ibuku.
Komentar
Posting Komentar