BETAPA LUCUNYA ANAK2KU:


Dear Diary,
Aku punya 3 anak, si sulung cowok satu2nya yg kurus kering (saat itu), si tengah yg montok dan slalu makan apapun yg dianggap bisa dimakan, dan si bungsu yg kurus kering dg kepala agak botaknya, saat itu. Dengan selisih usia masing2 3 tahun, pertengkaran antar anak selalu terjadi.
Antara si sulung dan si tengah, si sulung dan si bungsu atau antara si bungsu dan si tengah, tapi yg paling sering terjadi si bungsu yg di bully kakak2nya.
Itulah kenapa aku cenderung melindungi si bungsu, saking melindunginya si bungsu masih menyusuiku sampai dia kelas 4 SD.
Saat kutanya "memangnya masih ada air susunya van?"
"Masih. Enak."jawabnya sambil menyusu.
Suamiku, saat itu ikut2an menjawab " sudah gak ada van. Kalau ada juga pasti sudah basi."
Kebiasaan menyusunya berhenti setelah tahun 2003, setelah aku menikah lagi.
Itu krn suami baruku yg kebarat2an menganggap kebiasaan itu tidak sehat dan mengganggu stabilitas keluarga.



Dear Diary,
Saat anak2ku saling berkelahi, itulah saat kepala ku sakit memuncak.
Kl dirumah mereka bisa kulepas agar main kerumah tetangga2 yg kebetulan 1 komplek keluarga, tapi kl dlm kendaraan?
Padahal saat itu aku sdh pakai mobil Kijang, dr mulai Super,Grand sampai LGX pokoknya dr Kijang ke Kijang.
1 deret kursi belakang khusus untuk si bungsu, deret tengah khusus untuk 2 anak yg lain, tp tetap saja si bungsu di bully.
Aku suruh bapaknya meminggirkan mobil, aku keluar mobil sambil kugendong si bungsu.
Aku bilang "kalau vani masih nangis, ibu taruh kamu diatas mobil biar kayak lampu sirene ambulan. Biar semua orang bisa dengar vani cengeng, nangis terus."
Si bungsu sambil sesenggukan berjanji tidak akan menangis.
Beres sudah.
Kumasukan si bungsu ke kursi belakang, ku cubit si sulung sbg biang keladi huru hara sambil bilang "kalau vani sampai nangis lagi, kamu ibu naikan diatas mobil. Biar semua anak cewek lihat kamu lagi dihukum ibu."
Beres.
Suasana langsung sepi.
Anak2ku cenderung menurut kl aku sdh marah krn mereka tahu pasti aku agak gila dan pasti akan menjalankannya.
Setiap kali kuajak kerumah orang tuaku di Cilodong, ketiga anakku pasti berebut bicara ingin melakukan ini, ingin melakukan itu dirumah neneknya.
Tehnik sirene ambulan tidak bisa kuterapkan kr mereka tidak menangis.
Aku ingat jalan menuju rumah org tuaku melewati kuburan.
Aku bilang "kita kan lewat kuburan. Kita gak boleh berisik. Kalau lewat kuburan kita harus berdoa biar arwahnya diterima. Tangannya harus mengepal ya. Habis berdoa kita baca ayat qursi biar arwahnya gak ada yg ganggu kita."
Anak2 langsung mengepalkan tangan dan berdoa membaca ayat qursi saling adu keras.
Saat itu anak2 memang terbiasa tinggal dirumah berhantu, jd doa yg kuajarkan pertama kali bukannya al fatihah tapi malah ayat qursi.
Sejak saat itu setiap kali melewati kuburan anak2 selalu mengepalkan tangan dan membaca ayat qursi. Kadang kl kami berkendara dan aku tidak tahu sedang melewati kuburan, biasanya ada salah satu anak yg berteriak "ada kuburan didepan. Ayo baca ayat qursi."



Dear Diary,
Aku pernah panik dan langsung ke psikolog saat si sulung yg saat itu sekolah di SD Bakti Mulya 400 Pondok Indah kertas ulangannya salah semua dan nilainya nol.
Di kertas ulangan ada pertanyaan "kita gosok gigi dg apa?"
Dia jawab "shampoo", pertanyaan "kita mandi dengan apa?" Dia jawab "odol" pertanyaan " kita makan dengan apa?" Dia jawab "kaki". Pertanyaan " kita berjalan dengan apa?" Dia jawab "mata".
Aku panik bila membayangkan si ganteng anakku itu bodoh.
Si tengah lain lagi.
Setiap pelajaran menggambar dia selalu menggambar dg pensil warna hitam.
Gambar mobil hitam.
Gambar orang hitam.
Oke bapaknya hitam dan aku punya mobil hitam, tapi masak semua dia gambar hitam sih?
Ini kan tidak wajar.
Menulis angka 8 dia tulis 0 dan 0 yg saling berjauhan.
Sekecil itu bahkan si tengah sudah memalak satpam sekolahnya agar membelikan jajan dr uang yg biasa setiap pagi kuberikan utk satpam itu.
Aku khawatir si tengah jd anggota mafia kr bodoh.
Si bungsu lain lagi, dia sama sekali tidak mau disuruh belajar matematik.
Sejak kecil dia bercita2 mau jadi ibu rumah tangga saja, dan tidak mau berhitung.
Jadilah sejak anak2 kecil mereka terbiasa kubawa ke psikolog.
Aku benar2 takut anakku bodoh.
Syukurlah IQ mereka termasuk superior.
Jadi saat untuk seterusnya anak2ku tidak pernah jd juara kelas kecuali si bungsu, aku tetap tidak khawatir kr tahu anak2ku pintar.
Setiap ulangan kulihat mereka nilainya diatas 9 atau 10, tapi kr setiap hari selalu malas mengerjakan PR, yah wajar saja kupikir kl tidak pernah dpt ranking, itukan nilai rata2, anakku pandai bukannya rajin mengerjakan PR, tapi malas walau pandai.



Dear Diary,
Saat anak2 kecil, sebagai ibu aku punya kekuasaan mutlak, membohongi, mengasihi atau membelokkan arah pengertian, sesuatu yg ternyata baru kusadari hal yg salah.
Benar memang kata2 bijak yg pernah kudengar, anak2 adalah bagaikan kertas putih kosong.
Bagaimana kita para orang tua menuliskannya..........
I miss you all, maafkan ibumu nak....




Bogor ditengah malam, saat rindu ini datang ingin merengkuh anak2ku, anak yang tak ada.

Komentar

Postingan Populer