GARA GARA KEMBARAN
Dear Diary,
Hari minggu 29 Juli 2018 kemarin aku ditemani Sri Suhartati , memaksa ditemani sebenarnya, kondangan ke acara manten anaknya pak Ebeng Sobar.
Nebeng mobil pak Herawan Susanto akhirnya berempat dengan istri pak Herawan kami berangkat ke gedung pertemuan UIN di jalan Kertamukti, Cireundeu.
Melewati jalan kenangan yang biasa kulewati pulang pergi saat masih tinggal di Pondok Cabe bersama si semprul ternyata menorehkan luka juga.
Ada rasa seperti ditusuk berjuta2 duri didalam hati ini.
Rasanya baru kemarin kami tertipu, beriring2 mengikuti mobil lain ternyata mobil yang diikuti malah pulang kerumahnya.
Baru kemarin aku ngomel panjang lebar dan akhirnya menjadi tawa mengakak berkepanjangan menyadari betapa kami telah tertipu dengan pasti saat mencari jalan tembus terdekat menuju kerumah.
Yah baru kemarin.
Berhari2 berdiskusi antara memilih mobil Mercy atau BMW seiring meningkatnya gengsi, yang akhirnya malah membeli Kijang lagi Kijang lagi mengikuti saran si bungsu yang tidak mau duduk bareng berhimpitan dengan kakak2nya.
Kemana tawa dan cinta itu menghilang ya Dear Diary ?
Rasanya kalau di kilas balik tak ada kesalahan si semprul yg signifikan selain pelit.
Melewati Pondok Cabe jalan Kemiri 4 yang sedang dipatok2, mataku nyalang mencari rumah megah tempat kami dulu memadu janji selama 17 tahun.
Ops, hampir saja aku kelewatan jalan
Kertamukti saking seriusnya bertanya2 apa penyebab cinta kami hilang selain kata pelit.
Dear Diary,
Pas kami datang ternyata sudah banyak tamu yang pulang.
Saat memasuki gedung sebetulnya perasaanku sudah mulai gak enak saat kulihat banyak wanita, puluhan bahkan, memakai baju senada dengan bajuku.
Pelan2 aku berdoa mudah2an tidak ada yang kembaran model dengan bajuku.
Amit2 banget, bisa2 aku disangka anak kembar.
Aku dan Sri berpisah dengan pak Herawan dan istrinya dipintu masuk gedung dengan janji akan saling menghubungi via WA atau telpon.
Aku dan Sri segera memasuki ruang prasmanan.
Kulirik Sri dengan nyalang sedang mengeja judul2 masakan.
Tiba2 tanganku dicolek seorang ibu2 muda.
" Bu maaf toiletnya dimana ya?"
" Oh coba tanya petugas cateringnya mbak, saya juga baru datang soalnya."
" Oh maaf saya kira dari panitianya."
Tanpa merasa bersalah si ibu muda berlalu meninggalkan hatiku yang sedang terkaget2.
Kulirik Sri.
Alhamdulilah....dia sedang memelototi sate ayam.
Saat kudekati, dia bilang " kalau saya sih kondangan makan nasinya belakangan Rita. Saya selalu cari makanan yang gak biasa dan aneh2 dulu."
Aku cuma bisa tersenyum membayangkan Sri makan semua makanan yang ada.
Saat menaruh piring makan, aku dihadang ibu2 seusia ibuku.
" Maaf kok buah2annya gak ada ya? Saya cari buah2annya gak ada ?"
Aku tengok kanan kiri, ya ternyata si ibu itu bicara denganku.
" Maaf bu, saya juga baru datang "
" Kok baru datang ? Bukannya kalau panitia harus datang lebih dulu ya?"
Baru kali ini aku merasa tiba2 ingin cekik orang Dear Diary, biarpun dia setua ibuku.
Ternyata ruangannya terbagi dua.
Saat kami masuk ruangan tempat pengantin berada, disekitarnya juga ada makanan2.
"Sri aku salaman dulu ya sama pengantennya."
" Iya gak apa2 Rita, saya mau lihat2 makanannya dulu, soalnya kalau saya sih kondangan makan nasinya belakangan Rita. Saya selalu cari makanan yang gak biasa dan aneh2 dulu."
Kudengar Sri mengulang mantera pembenarannya agar tidak dicurigai doyan makan.
Aku heran sebenarnya dengan temanku ini.
Sejak kenal dia puluhan tahun lalu, badannya tetap kurus kering, padahal makannya banyak.
Aku yakin 100 % dia pasti cacingan.
Dulu si semprul juga spt itu.
Badannya kurus padahal makannya banyak, sampai ketahuan dia cacingan.
Setiap 2 hari sekali dia minum Combantrin.
Entah berapa puluh Combantrin telah diminum, tetap saja badannya masih kurus.
Adegan minum Combantrin berhenti setelah dia jumlahkan harga semua Combantrin yang sudah diminum.
"Ya Allah, kalau seandainya aku diberi kurus aku tidak ingin sekurus Sri ya Allah", aku masih sempat berdoa sambil melihat Sri dari belakang.
Secara sistematis Sri mencoba dari ujung sebelah kiri sampai ujung sebelah kanan.
Sementara aku karena gak ada yang doyan dari berbagai macam makanan, aku dengan pasrah mengambil piring diisi kerupuk.
Krupuk dan pepaya kadang nanas, kalau ada, memang makanan jatahku bila kondangan.
Makanya sebelum kondangan biasanya aku isi penuh perutku agar tidak kelaparan.
" Bu toiletnya dimana ya?"
Aku yang sedang akan makan pepaya dengan lemas mengembalikan piringnya, langsung ilfill membayangkan toilet.
"Ini anak saya mau pup soalnya."
Duhhh Tuhan pakai ditambahi kalimat itu lagi.
Kenapa harus tanya aku sih?
Seandainya aku diduga panitia atau keluarga pengantin karena pakai baju sewarna, toh banyak wanita2 lainnya yg pakai baju sepertiku.
Kenapa mereka cari gampangnya dan bukan melihat2 keadaan ?
Toh diujung sana jelas2 tertulis kata TOILET dengan tanda panah.
Dear Diary,
Saat itu aku berjanji dalam hati, kalau ada yang tanya toilet ada dimana akan kujawab "coba tanya pengantin nya mbak..", untungnya tidak ada lagi yang bertanya.
Setiap ada yang tersenyum kepadaku, aku buru2 balik badan, takut ditanya.
Lain kali kondangan akan kupakai mukena biar gak ada yang kembar lagi denganku.
Ingatkan aku lain kali Dear Diary.
Komentar
Posting Komentar