KETIKA AYAH DAN IBU BERPERANG, IBUPUN SAKIT GIGI
Dear Diary,
Sudah seminggu ini suasana rumah serasa ada bara api.
Selalu ada gesekan antara ayah dan ibu.
Sebetulnya sih salah ayah yang terlalu baik hati dan tidak sombong kepada para wanita SPG yang menjajakan produk2 kesehatan dari rumah ke rumah, sementara ibu terlalu mendramatisir saat mengadukan padaku.
Ayah yang biasa duduk sambil tiduran dikursi malas diteras rumah memang hobby memandangi orang lewat.
Mungkin ayah hanya perlu teman bicara sebetulnya, sementara teman bicara sehidup sematinya lebih memilih tidur2an dikamar atau lebih memilih menonton tayangan “Katakan Putus”, “Uttaran” atau “Elief”.
Kalau ada aku biasanya ayah kutemani, walau tidak saling bicara.
Ayah membaca buku, aku juga baca buku. Sayangnya karena sedang renovasi rumah aku jadi sering keluar, dan ayahpun memandang kosong kejalanan.
Pintarnya perusahaan2 itu selalu mengambil sales yang ramah, walau tidak cantik tapi pandai bicara dan memuji ayah.
Jadilah ayahku menjadi korban gombal para sales itu.
Terakhir saat ayah yang sedang leyeh2 didatangi sales entah apa yang menawarkan cek tensi darah.
Dengan rumus apa aku tak tahu, ayah yang kolesterolnya tinggi diberi keterangan “bapak tensinya bagus, kolesterolnya juga gak ada.”
Jadilah ayah curhat dan mengkomplain para dokter dan Rumah Sakit yang pernah didatangi karena bilang ayah menderita kolesterol tinggi.
Curhat bahkan berlanjut dengan keterangan tambahan bahwa ayah adalah pensiunan BNI Cabang Menteng, bla bla bla....
Ibu yang kuduga adalah pencemburu langsung mengadu padaku bahwa ayah memasukan wanita2 kerumah dan banyak cerita tambahan yang agak fantastis, tipe cerita yang bombastislah.
Ayah marah dituduh seperti itu.
Sambil memukul2 dada seperti Tarzan ayah teriak “ayo ngadu aja situ, ngadu sama anaknya. Biar anaknya marah. Marahin aja ayah nih.”
Aku terkesiap melihat ayah marah seperti itu. Ayah bahkan sumpah2 bahwa ayah tidak mengaku pensiunan BNI kepada para sales itu.
Semua hanya cerita bualan ibu, ayah menambahkan dg getir.
Aku bingung menghadapinya.
Ibu memang selalu mendramatisir cerita, aku tahu.
Ayah memang agak genit, itu juga aku tahu.
Yang jelas menurutku ayah salah karena sembarangan mempersilahkan sales masuk, berombongan lagi.
Coba kalau ternyata mereka perampok dan ayah atau ibuku diperkosa?
Perang seperti itu berlanjut sampai hari ini.
Kasihan juga melihat ayah duduk sendirian diteras atau tidur sendiri dikamar.
Sialnya malah ayah bahagia dimarahi ibuku.”Biar aja Da, malah ayah tenang gak diomelin atau disuruh2 ibu. Capek dengar omongan ibu kayak petasan, gak berhenti2.”
“Tapi kan ayah jadi tidur sendirian.”
“Biar ajalah. Ibu kalau tidur ngoroknya kencang kayak kereta api.” Ayah masih berkelit.
Memang sih ibuku mengorok kalau tidur, siapa sih orang tua yang tidak ngorok tidurnya?
Sementara ibu saat kubujuk agar berdamai malah marah2 “jangan ngatur2 orang tua.
Ayahmu yang salah. Sudah tua gak berubah. Masih genit aja, mending cakep2 cewek2nya. Dari dulu genit gak berubah. Coba kalau cewek2 itu Cuma suruhan penjahat. Jaman sekarang kan penjahat2 banyak yang pakai perempuan buat pancingan, buat ngegambar.”
Ibu memang pintar. Saat menonton TV dia selalu kritis dan masih menangkap jelas isi berita, jadi aku tidak merasa kaget saat ibu tahu istilah2 kejahatan.
Konsentrasi ibu hanya buyar saat menonton film Elief atau Uttaran.
Walau aku bilang bahwa rumahku tidak ada barang berharga atau uang, ibuku tetap ngotot bahwa rumahku pasti jadi incaran penjahat karena dipinggir jalan.
Kalau sudah begitu aku tidak bisa lagi berbuat apa2.
Aku toh tidak mungkin bersumpah demi Tuhan bahwa dompetku hanya berisi 200 ribu paling banter, apalagi emas2an.
Mana aku punya?
Ibu tidak pernah mempercayainya.
Pernah ibu bilang “kowe pasti akeh duitnya Da, lha badanmu aja gemuk.”
Percuma aku bilang bahwa jaman sekarang ada penyakit yang namanya Obesitas, dan itu bukan karena kaya tapi karena kelebihan berat badan.
Dear Diary,
Hari kedua ibuku perang dingin dengan ayah, mulailah ibu mengeluh sakit, dari mulai sakit gatal2 sampai sakit gigi.
Kuusulkan agar kedokter gigi dekat rumah, menurut info tetangga sebelah dokternya ganteng dan sabar melayani, tapi ibuku bersikukuh ingin ke dokter Stephanus di Cisalak depan Pondok Genggong.
Akhirnya, setelah usai sholat dhuhur, walau gerimis aku pergi juga ke dokter Stephanus, bersama dengan si bungsu yang juga ingin menambal gigi.
Kebetulanlah kupikir, sambil bercermin tadi kulihat gigi depanku juga sudah agak menjauh.
Hmm...mirip giginya artis Elly Sunggigi.
Berulang2 kupandangi gigiku dicermin.
Aku yakin mirip Elly Sunggigi.
Yang jelas gigiku juga harus diperbaiki, tekadku.
Dear Diary,
Setelah menunggu 1,5 jam, dokter Stephanus datang.
Setelah si bungsu, giliran ibuku diperiksa.
Dengan yakin dan cepat, 3 gigi ibuku dicabut. Oh ternyata ibuku memang sakit gigi betulan, dalam hati aku berpikir.
Tak mengeluh, tak mengaduh, ibuku tegar dicabut gigi.
Sementara saat aku ditambal gigi depan dan dicabut 1 gigi atas, aku merintih, menangis dan gemetar ketakutan.
Sudah kucoba mengalihkan pikiran dengan membayangkan tangan dokter Stephanus yang sekarang tanpa bulu padahal 13 tahun yll saat aku tambal gigi tangan dan wajahnya masih penuh bulu.
Aku bahkan membayangkan Ridwan Kamil, Yusril entah siapapun yang terlintas diotakku
Pokoknya aku ketakutan.
Benar2 gemetar ketakutan.
Saat aku membayarnya aku juga masih gemetaran, kali ini dibarengi shock melihat kwitansinya.
3 kali ku ulang2, angkanya masih tidak berubah.
Cabut 4 gigi, menambal 2 gigi dan menambal jarak antara 2 gigi ternyata berjumlah rp. 7.950.000,-
Kubayar dengan tubuh masih gemetaran.
Untungnya saat aku mengintip gigiku di cermin mobil, jarak antara 2 gigi depanku sudah hilang, dan aku bisa berbangga diri tidak mirip Elly Sunggigi lagi.
Dear Diary,
Sampai rumah perutku, bukan cuma perutku saja, tapi perut ibu dan anakku ternyata keroncongan karena lapar tapi sayangnya kami tidak bisa berbuat apa, karena bekas gigi dicabut tadi masih berdarah2 walau sudah makan ice cream berbatang batang.
Ibu kulihat mengulum ngulum roti secuil demi secuil.
Sementara aku?
Karena tidak doyan roti aku hanya bisa berusaha buru2 tidur sambil memegang cermin, gigiku tidak mirip Elly Sunggigi lagi.
Tidak mirip Elly Sunggigi lagi......zzzz
Akupun tidur sambil tersenyum.
Komentar
Posting Komentar