MANA YANG LEBIH PENTING ?

Dear Diary,
Hari ini hari tersibuk selama bulan Juli 2018 menurutku.
Pagi2 geng 5 sekawan yang dimulai Yunis si manis ( dia gak mau lagi dipanggil Nyunyun lagi soalnya) sudah lapor kalau dia sudah transfer uang untuk jumat nasi bungkus.
Aku ingat bahwa minggu ini kami akan mencoba tukang masak yang baru, bukan bu Tia lagi tapi bu Oom.
Bu Oom itu tetangga sebelah rumahku yang jualan gado2, nasi uduk dan gorengan2 lain.
Suaminya sakit jantung sedang dia diabetes.
Wanita cantik usia 63 tahun itu berjalan tertatih2 karena kakinya asam urat.
Gurat2 kecantikannya hanya terlihat saat dia sedang tersenyum saja.
Jualannya kadang tutup karena kehabisan modal.
Aku tak tahu harus bertindak apa lagi, karena 5 bulan yang lalu dia sempat mendapat bantuan modal kerja dari Bamuis BNI dengan syarat membayar infaq setiap bulan sesuai kesanggupannya.
Dia rajin membayar infaq walaupun tidak makan karena warungnya tutup.
Bagusnya dia bukan jenis yang suka meminta minta, jadi walaupun lapar dia tidak akan meminta apapun dari tetangganya.
Kisah pilu itu ketahuan secara tidak sengaja  saat Dini anakku kusuruh memungut infaq kewajibannya pada Bamuis,  untuk akhirnya kusetorkan bersama dengan yang lain.
Ternyata dia memaksa membayar kewajibannya walaupun hari itu belum makan dan menunggu anaknya pulang kerja.
Aku benar2 salit akan urat malunya.
Beda jauh sekali kalau dibandingkan dengan Jokowi presidenku si ganteng.
Nasi bungkus yang biasa di order ke bu Tia kuusulkan diorderkan ke bu Oom.
Semua teman2 setuju, dengan catatan dari Yanti bahwa nasi uduknya harus ditaruh di styrofoam dan jangan si kertas coklat.
Bergegas aku kerumah sebelah, dengan menutup mukaku dengan pashmina, maklum matahari kalau melihat wajahku rasanya benci sekali, wajahku seperti lampu lalu lintas merah hijau kalau kena panas.
Oke, deal.
Order nasi bungkus diberikan ke bu Oom dengan catatan : pakai styrofoam dan bahan2 masakannya dicicipi oleh  anakku sebelum dibuat.
Dengan wajah yang  lugu aku bilang bahwa nasi uduknya enak tapi gorengannya selalu keasinan.
Dia mengakui bahwa lidahnya kadang mati rasa, pipinya juga kebal setiap pagi.
Waduh pantesan saja gorengan yang kumakan sering terasa asin.
aku agak ketar ketir menghadapi hari jumat.

Dear Diary,
Beres bayar2 ke bu Oom aku segera ganti baju dan pakai make up.
Biasanya sih cuma pakai alas  bedak dan bedak bayi, tapi karena mau ketemu mas Tom aku pakai bedak  Elizabeth Arden kadaluwarsa yang biasa kupakai seperti wanita normal lainnya, dibubuhi lipstick merk yang sama berwarna coklat.
Eh serius Dear Diary kalau kubilang ini sudah kadaluwarsa.
Make up ini kan kubeli 2 atau 3 tahun yang lalu dan masih full, soalnya aku kan jarang pakai make up.
Kalau si bungsu tidak ada baru aku pakai lipstick ini.
Kalau ada dia aku jengah pakai warna coklat, masak ibu dan anak dandannya serba coklat, mirip vampir kesiangan.
Walaupun mas Tom gak akan melihatku tapi kalau menonton filmnya tidak dengan rapi jali aku merasa tidak menghargai mas Tom yang sudah jumpalitan berakting, digebuki lawan2nya bahkan kadang ditembaki.
Film main jam 1 siang, masih ada waktu 1.5 jam.
Mau makan tapi malas karena perutku belum terasa lapar.
Tiba2 aku ingat, aku  belum punya baju buat kondangan dirumah pak Ebeng Sobar, teman di Bamuis yang sering kukejar2 kalau proposal permohonan bantuan yang kuajukan belum disetujui.
Oke, aku segera kebagian toko2 yang menjual pakaian.

Dear Diary,
Toko pertama kulewati, aku batal masuk karena SPG nya kulihat memperhatikan bibir coklatku dengan takjub.
Aku tersinggung Dear Diary.
Memangnya nenek2 sepertiku tidak boleh pakai lipstick coklat ?
Aku suka warna coklat karena kontras dengan kulitku.
Toko kedua dan ketiga tidak kumasuki karena jelas2 bajunya berukuran kecil2, gak akan muat, aku yakin pemilik tokonya pasti langsing dan tidak bisa merasakan betapa sedihnya jadi orang gemuk.
Toko ke 4 kulihat dijaga SPG  langsing manis yang tersenyum tanpa shock melihat bibirku.
Kulihat bajunya bagus2, sederhana potongannya.
Dia menunjukkan model besar dengan ramah.
Tapi aku malah kinta tali untuk mengukur lingkar dada sehingga tidaknusah capek2 mencoba baju2 yang ada.
Ternyata "besar" menurut dia adalah "kecil" menurutku, karena setelah ku ukur pakai tali rafia pemberiannya tak ada satupun yang mendekati.
"Maaf ya bunda, bajunya belum ada yang muat" katanya saat aku mau keluar toko.
"Wah saya yang harus minta maaf karena sudah buat repot dan berantakan. Terima kasih banyak ya tali rafianya." jawabku.
Secara otomatis aku ketoko My Size.
Memang selain toko X to X hanya My Size yang menjual baju2 big size.
Tanpa berlama2 aku langsung menuju ke bagian new arrival.
Dapat 1 warna biru terang berpotongan jaket panjang.
Saat kucoba aku merasa mirip detektif bagian pembunuhan.
Aku buru2 keluar takut tergoda model2 lainnya, entah kenapa tiba2 saja aku ingat harus bayar pendaftaran ulang di sekolah tak bermutu tempat anakku sekolah, SMK Alqi.
Nanti kapan2 aku akan cerita tentang SMK Alqi Dear Diary, dimana duit adalah segalanya walau harus menipu murid.
Saat aku terburu2 ingin menuju eskalator kulihat deretan baju2 muslim warna pastel lengkap dengan syarii elegan yang melambay lambay menyapu lantai.
Tanpa sadar aku masuk ketoko Jemmyla.
Sumpah, niatku cuma ingin melihat lihat saja.
Mana ada sih baju yang cukup untukku selain di My Size?
Ternyata jilbab syarii nya memang bagus dan keren2, sekeren harganya.
Rasanya kalau dalam keadaan sadar dan waras aku pasti mikir dua kali membeli jilbab diatas 500 ribu.
Lha uang pensiunku kan hanya 3 juta Dear Diary, lalu aku harus makan apa ?
Baju2 dan jilbabnya kebanyakan keluaran Le Perle, tapi ada juga keluaran yang lain.
" Kami hanya membuat 1 model  untuk beberapa warna saja bunda, jadi kemungkinan kembaran sedikit."
Baguslah, kemungkinan aku kembaran dengan istri pak Herawan Susanto jadi kecil, karena aku kan mau nebeng mobilnya pak Herawan saat kondangan nanti.
Gak lucu kan kalau saat kondangan nanti pal Herawan bawa cewek 2 berbaju kembaran?
Ku beli warna pink pupus, entahlah namanya apa dalam bahasa indonesia karena temanku Tati dengan penuh semangat perjuangan bilang bahwa tidak ada warn pink pupus.
Tanpa sadar ku beli baju itu.
" Bunda nanti pakai jilbabnya apa? Sudah punya jilbab yang serasi dengan bajunya?"
Aku rasanya belum punya warna itu, eh apa sudah ada ya?
Aku bingung.
Ya sudahlah, karena aku gak suka bingung aku ambil saja jilbab syarii warna senada yang tadi kupelototi harganya.
Bagai dalam mimpi, kubayar semuanya.
Rasanya ada yang aneh, tapi aku tak tahu apa.

Dear Diary,
Aku buru2 ke bioskop, benar2 buru2.
Aku takut tergoda lagi.
Kebingunganku langsung sirna saat melihat senyum mas Tom diambang pintu bioskop.
Entah kenapa aku merasa senasib dengan mas Tom.
Mas Tom terkena disleksia, aku tidak kena, tapi aku tak pandai bicara.
Mas Tom bercerai, aku juga.
Jarang kudengar mas Tom membuat skandal dan pacaran,  dia terkesan menyendiri dan itu kuanggap mirip denganku.
Kupandangi hidung bengkok mas Tom yang pernah patah saat shooting.
"Mas..mas...ngapain sih sudah tua pakai jumpalitan main film. Mbok ya main film yang normal2 saja, main film drama percintaan kek." aku membatin dalam hati sambil memandangi wajah mas Tom di poster.
" Bu...bu...maaf bioskopnya sudah dibuka." tiba2 tanganku disenggol2 Dini.
Terpaksa aku buru2 masuk ke bioskop.
Aku paling tidak suka telat masuk bioskop, karena aku kerap tersaruk saruk dan jatuh tersungkur karena gelap.
Sepanjang film kupandangi mas Tom dengan penuh kerinduan.
Memandang hidung mancungnya yang bengkok seolah2 menampar wajahku, mengingatkan kesalahanku melepas hidung mirip mas Tom yang pernah kumiliki hanya karena dikirimi bos ku puisi dan lukisan jelek yang dia bilang lukisan wajahku.
Ah mas Tom memang selalu menjadi idolaku.
Selesai menonton film, tiba2 saja badanku pegal2, serasa digebuki habis2an.
Yah, saking idolanya pada mas Tom, sakitnya mas Tom adalah sakitku juga.
Masih ada waktu untuk sholat dhuhur.
Aku buru2 pulang untuk mengejar dhuhur dirumah.
Niatku buat makan tiba2 sirna saat kulihat isi ATM ku.
Hiks...hiks....aku belum bayar listrik, telpon, Bolt, Indovision, dan entah apalagi gara2 aku beli baju dan syarii  Dear Diary.
Aku lupa.
Aku kadang2 bingung jalau disuruh memilih, mana yang lebih penting, beli baju atau bayar kebutuhan rumah tangga dulu.
Jadi, disinilah aku.
Bingung kehabisan uang.
Dear Diary, jadi rupanya begini rasanya kalau kehabisan uang .....

Komentar

Postingan Populer