NIKMAT TUHAN MANALAGI YG KAU DUSTAI ?


Dear Diary

Diambang subuh tadi, sehabis kupanjatkan doa untuk anak2ku yang bahkan tak pernah sholat, aku terpekur diatas sajadah.
Biasanya aku menangis, menangisi nasibku yang kurasa paling sengsara sedunia.
Sore tadi, saat aku dapat telpon dari kantor, aku mulai kembali menata pikiranku, hatiku dan pemahamanku.

Aku selalu mengeluh kekurangan.
Aku selalu merasa termiskin didunia sehabis mengeluarkan uang banyak untuk anakku.
Memang cuma sebatas keluhan,tapi itu tidak benar.
Aku tidak semiskin itu.
Aku hanya berusaha untuk hidup miskin, makan dan berpakaian seadanya, cukup ikan asin dan jengkol saja dengan  daster butut dalam keseharian.
Aku merasa paling sengsara sedunia, manakala si bungsu sambil bercanda bilang aku jomblo paling ngenes se Bogor.
Aku selalu sedih bila belanja hanya bersama si bungsu, tanpa ada suami.
Padahal  beberapa temanku bilang lebih nyaman belanja tanpa ada suami yang memantau pengeluaran.
Aku membenarkan pendapat teman2ku, karena sebetulnya pengalamanku saat bersuami memang bilang seperti itu sih .
Kurang apalagi?
Kenapa kesendirianku selalu kuanggap kesedihan padahal aku bisa belanja sepuas hati?
Jomblo ngenes?
Ah tidak juga.
Saat ada yg serius atau 2/3 serius melamarku, aku toh enggan menjawab iya.
Yah sebetulnya karena yg melamarku orang yg sudah punya istri makanya aku enggan, tapi sebetulnya aku sudah sangat merasa mapan dengan kesendirianku.
Salah seorang diantaranya bahkan memberikan uang cukup besar, yang dengan malu2 kutolak, dan akhirnya dengan malu2 kusimpan dideposito, siapatahu si empunya uang ingin meminta uangnya kembali kr selalu kutolak.
Aku cukup tahu diri hanya mengambil bunganya saja setiap bulan dan memberikannya kepada mereka yg tak punya.
Satu hal lagi terbukti saat si bungsu ingin tidur denganku, aku merasa sangat terganggu.
Ranjangku memang cuma ukuran 180 x 200, tapi aku merasa sesak tidur berdua, kemanapun bergerak aku selalu terbentur tubuh si bungsu.
Oke mungkin karena badanku besar.
Tapi rasanya aku tidak sanggup bila harus berbagi tempat tidur lagi dengan pria lain seperti dulu.
Aku memang sudah tak ingin berbagi.


Dear Diary

Kemarin, sesudah lebaran aku kembali merasa menjadi termiskin didunia gara2 dompetku kosong melompong.
Aku memang selalu malas mengambil ATM yang cukup jauh dari rumah, sendainya mengambil ATMpun selalu kuusahakan sesuai kebutuhan selama seminggu saja.
Sehabis lebaran kemarin aku berdoa dan puasa habis2an memohon rejeki.
Jujur saja aku seringnya berpuasa karena aku malas makan dan keluar kamar untuk mendengar omelan ibuku, atau pengaduan2 ibu tentang adikku Wiwik.
Aku ingin teriak pada ibu "STOP bu, Ida juga punya masalah sendiri. Biarkan Ida sendiri bu. Ida pusing"
Aku ingin bisa bilang itu.
Tapi nyatanya aku malah terhanyut.
Aku tidak bisa berkata tidak pada ibuku.
Ibu orang yg keras, bahkan bila ibu yang meminta, malaikatpun pasti takluk.
Jalan satu2nya memang aku harus puasa dan banyak ittikaf diatas sajadah dikamar, memohon ampun dan doa.
Kemarin sore doaku terjawab.
Dari kantor ada telpon yang mengundangku datang hari ini untuk menerima medali emas seberat 20 gram.
Telpon2 juga datang menanyakan kamar kostku, dan meminta agar jangan diisi yg lain bulan depan saat anak2 kost yg sekarang sudah pergi.
Siapa sangka rejeki datang dalam bentuk lain.
Pernah aku ingin ganti HP karena sudah setahun HP ku itu2 saja.
Lagipula HP ku sudah 3 x jatuh dan 2 x masuk lubang WC.
Sayangnya aku malas mengeluarkan uang banyak.
Tiba2 aku dapat pemberitahuan kalau aku mendapat hadiah HP Samsung S6 Edge.
Walau akhirnya saat itu aku lebih memilih A8 yg lebih besar dan murah, tapi aku dapat tambahan uang gratis dg menjual Hp hadiahku.


Dear Diary 

Apa sih sebenarnya mauku?
Kenapa aku tak pernah puas dengan karuniaNYA?
Selalu mengeluh miskin dan kekurangan uang padahal sebenarnya biasa2 saja walau tidak berlebih.
Selalu mengeluh kesepian padahal aku selalu ingin sendirian dikamar.
Anakkupun jarang kubolehkan masuk kamarku kecuali dia ingin menumpang mandi.
Apa mauku?
Apakah aku merasa miskin karena sibungsu atau ayahku selalu melarangku setiap mau belanja atau jalan2?
Apakah karena itu?
Pernah aku ingin membeli motor bekas untuk adikku Wiwik.
Uang sudah kuambil dr ATM, rp. 6 juta, kupikir cukuplah buat beli motor bekas.
Tapi saat bicara dengan ayah karena kupikir sebagai laki2 ayah pasti tahu tentang motor, ayah melarangku.
Sambil melotot dan bersuara kencang lagi.
Aku sampai malu.
Kurasa tetangga2ku pasti dengar aku sedang dimarahi ayah dan ibu.
Kupikir2 lagi, kutimbang lagi dan kudengar nuraniku, kupikir benar kata ayah.
Wiwik belum berubah.
Dia masih pembohong seperti dulu.
Belum lagi ibu menambahkan cerita  tentang uang modal yang kuberikan Februari lalu pada Wiwik yang konon tak berbekas.
Ibu juga mengingatkan tentang rantang pesananku yg sudah sebulan tak diantar.
"Soal rantang pasti uangnya dikembalikan kok bu. Ida yakin. Cuma sekarang lagi dipakai mutar2 dulu bu kayaknya" ujarku.
"Iya itukan bukti bahwa adikmu belum berubah. Sudah ikutin ayah saja. Percuma juga. Lagipula belum tentu juga jodohnya lama dengan suaminya." Kata ibuku.
Betul juga sih pendapat ibu.
Aku juga suka iseng melihat dan meneliti tatapan Yudi pada adikku, tak pernah kutemui cinta dimatanya.
Sama sekali tak ada cinta.
Aku yakin dengan pengamatanku!
Sama seperti pandangan mata menantuku.
Akhirnya, astagfirullohaladzim, aku dan ibuku malah taruhan berapa lama Yudi akan menjadi suami Wiwik yang ketujuh.
Yah akhirnya uang yang sudah kuambil harus tersia2, ku buat makan dan entah beli apa aku tak ingat.

Dear Diary

Pernah saat kudengar adikku kesulitan modal, aku ingin sekedar nge test kemampuannya berusaha.
Tapi kembali ayah melarangku.
"Lebih baik buat modal Ida saja di akhirat." Kata ayah.
Subhanallah.
Untung ayah mengingatkanku.
Maka saat ada marbot mesjid datang lebaran kerumah, akhirnya dengan tanpa ragu kupilih untuk membeli keranda dan tempat mandi jenazah karena setiap kali ada kematian mesjidku selalu meminjam dari mesjid lain.
Mungkin tak akan kupakai keranda itu karena aku sudah mengikuti lembaga kematian Swadharma Kusuma, tapi setidaknya mudah2an itu bisa berguna bagi yang lain daripada aku harus was2 dengan perasaan "apakah adikku akan berbohong lagi dan lagi kali ini?"


Dear Diary

Diatas sajadah ini aku menangisi sikapku yang kerap merasa kekurangan.
Menangisi semua kesalahan2ku.
Mulai saat ini aku akan lebih banyak menabung untuk akhiratku.
Itu janjiku, yang tak yakin bisa dan akan kutepati.
Terlalu banyak yang kuterima, masih sedikit yang bisa kuberikan.
Juga akan kuluangkan waktu untuk belajar mengaji kembali.
Entah kapan aku baru bisa mengaji, sudah bertahun2 aku masih diposisi Iqro 1, tak beranjak selembarpun.
Ini tabunganku untuk nanti kupikir2..
Siapa tahu aku ditanya2 dalam bahasa arab nanti.
Aku tak ingin saat ditanya "man robbuka?", aku salah jawab "tidak, aku sudah tidak pakai baju buka2an lagi sejak tahun 2003...."
Aku akan serius  belajar, janjiku dalam hati.
Aku tak akan mengeluh lagi, harapku..

Komentar

Postingan Populer