PENGALAMANKU DARI KOST KE KOST....

Sebenarnya rumah orang tuaku tidak terlalu jauh dari belantara Jakarta, yah agak dipinggiran Jakarta paling pinggir, di daerah Cilodong yang termasuk Depok.
Jadi sebenarnya sih aku tidak perlu kost karena rumahku masih terjangkau kendaraan, belum lagi ada supir pribadi yang setia mengantarku walau malam sekalipun.
Aku kost karena terpaksa.
Ibu setiap kali marah selalu ujung2nya mengusirku, “ kalau gak senang tinggal disini, pergi sana, tinggal sama bapakmu yang gak mati2 itu.”
Selalu seperti itu, anehnya tanpa variasi tambahan, padahal ibu biasanya kreatif kalau sedang marah.
Kalau menyangkut nama bapak, ibu memang sepertinya berubah jadi tidak kreatif lagi, mungkin saking bencinya.
Padahal biasanya kalau ibu marah, ibu pandai menciptakan nama binatang yang tidak pernah ada didunia binatang.
Dulu kalau aku dan adikku Wiwik dimarahi dan dimaki2 ibu dengan nama binatang yang belum ada, biasanya kami selalu  berpandang2an bingung.
Akhir adegan dimarahi dan dipukuli, biasanya pertanyaan yang terucapkan antar aku dan adikku didalam kamar bukan cuma “ lo sakit gak Wik dipukul ibu, mbak Ida sakit banget, pasti berbekas lagi deh, cacat deh gue nanti berbekas begini... “, biasanya selalu ada tambahan “ Wik, tadi ibu ngatain kita joko kotrek itu apa ya?”, dan biasanya cuma Wiwik yang berani menanyakan pada ibu apa arti joko kotrek waktu dia dimarahi, kalau aku sih gak bakal mau menanyakannya, masih perlu waktu lama sampai aku mampu melupakan adegan dimarahi dan dipukuli.
Aku dan Wiwik memang seringkali dimarahi, lagi2 biasanya krn pacar.
Seperti itulah setiap kali ibuku marah, terutama bila terkait soal pacar yang tak diinginkan tapi tetap kupacari.
Saat masih belum berpenghasilan, diusir seperti itu aku paling cuma bisa menangis dan tidak keluar2 dari kamar, tidak makan apapun, sampai adikku menyodoriku makanan atau bila aku harus pergi sekolah.
Aku betah berlama lama mendiamkan ibuku.
Mau apalagi aku?
Yang bisa kulakukan memang hanya menangis dan mendiamkan ibuku.
Apakah aku berani melawan ibuku?
Bisa mati aku, selain mencakar dan memukul, ibu rajin mengucapkan sumpah serapah, dan sialnya biasanya sumpah serapah ibuku selalu benar.
Jadi yang bisa kulakukan memang hanya itu, menangis dan mendiamkan ibuku.
Saat aku sudah bekerja, gaya ibu saat marah tetap tidak berubah, memaki maki dan mengusirku.
Saat ibu kembali marah dan aku diusir, tanpa pikir panjang kukemasi baju2ku yang memang tidak seberapa, kuminta si semprul untuk mengantarku mencari kost2an.
Memang kalau sedang marah emosiku kadang lebih menguasai nalarku, aku pergi dengan semua baju dan buku2ku dan langsung mencari kos2an.
Memangnya gampang mencari kost2an di jakarta ?
Untung si semprul memang maha pintar, dia beli koran Pos Kota dan mencari iklan kost2an.
Jadi seharian itu kami mencari kost2an sambil membawa barang2ku dimobilnya si semprul.
Dapatlah kost didaerah Sentiong.
Murah dan lumayan bagus kamarnya.
Oleh si semprul kamarku dihias dengan lampu kelap2 yang untuk pohon natal, “ untuk menghiburku kalau tidak bisa tidur” katanya.
Aku memang suka melihat kerlap kerlip lampu warna warni.
Saat melihat lampu, aku selalu melepas kaca mataku, dan lampu itupun terlihat lebih indah, warnanya jadi kabur berpendar pendar  dan bersinar warna warni.
Saat aku sedih dan kami sedang tak punya uang, si semprul biasanya mengajakku ke atas jembatan, dan memandangi mobil2 yang liwat diatasnya, melihat deretan lampu2 mercuri yang indah berwarna kuning berderet rapi.
Saat itu belum sebanyak ini kendaraan yang lewat, jadi belum berbahaya berhenti dipinggir jalan.
Kost di daerah Sentiong memang strategis karena dekat dengan kantorku di BNI Kramat, sayangnya udaranya berbau tidak sehat.
Kalau hujan sedikit saja air selokan langsung tersumbat dan kotoran manusia mengambang disana sini.
Entah kenapa anak2 kecil kalau buang air besar selalu dipinggir selokan padahal disana ada WC umum.
Hanya sebulan saja aku mampu bertahan disitu, saat gajian tiba aku buru2 cari kost di Kayu Jati, Rawamangun, dekat dengan kampusku di Rawamangun.
Daerah enak, pemilik kostnya juga baik dan kebetulan teman baiknya si semprul Tina Rosana namanya, aku kerasan disana sebenarnya, sayangnya  entah kenapa akhirnya aku pindah lagi.

Setelah bercerai, untuk mendekati kantorku karena aku tidak bisa mengemudi, aku kost dekat kantor, di tempat seseorang yang biasa dipanggil bu haji.
Rumah Sentul ditunggui tukang kebunku pak Oman dan hanya kukunjungi hari sabtu dan minggu saja, itupun kalau aku tidak capek.
Bu Haji aku biasa memanggilnya, dan diapun biasanya memanggilku balik dengan panggilan bu haji pula, entah darimana dia tahu aku haji, aku tak pernah berbangga dengan itu karena aku  malu tidak menguasai agamaku.
Orangnya baik dan sangat menghargaiku.
Aku sih fine2 saja bergaul dengannya, aku juga memang berniat untuk belajar agama disitu untuk mengisi waktu luang.
Aku bahkan ikut2an kondangan atau datang keacara pengajian didaerah itu walau tidak ada yg kenal.
Sayangnya persahabatanku dengan bu haji itu buyar gara2 beda gaya.
Aku penggemar nasi goreng, dan tukang nasi goreng disamping kost2an dimiliki oleh pak ustadz siapalah namanya.
Aku tak mempermasalahkan hal itu karena aku tak mau tahu.
Aku selalu minta nasi goreng dengan memakai terasi, minyaknya sedikit dengan banyak cabe rawit iris diatasnya diberi telor ceplok.
Pak ustadz yang bisa memasak dengan pas sesuai dengan seleraku, asistennya tidak pernah pas, makanya yang selalu memasak untukku biasanya pak ustadz itulah.
Suatu malam saat sedang memesan nasi goreng istimewaku, pak ustadz juga sedang memasak pesananku, bu haji datang dan mengobrol denganku.
Dengan suaranya yang kencang, maaf, suara bu haji ini memang  diluar kewajaran manusia, kencang dan cempreng, dia bilang “ Pak ustadz, ini bu haji Rita kan janda, dia sedang cari calon suami nih. Kenapa gak sama bu haji Rita saja pak ustadz, punya istri dia sih gak nyusahin pak, gajinya gede, rumahnya saja di Sentul.”
“ ah bu haji  bisa saja “ kata pak ustadz sambil membolak balik nasi gorengku.
Untung aku sedang tidak makan, kalau sedang makan mungkin aku langsung muntah, saking muak dan tersinggungnya aku.
Segitu rendahnyakah penilaian bu haji itu kepadaku?
Tak lama kemudian, setelah kubayar pesananku, aku buru2 masuk kamar dengan alasan lapar.
Aku menangis sedih teringat penghinaan terselubung untukku.
Memangnya siapa yang ingin kawin lagi ?
Kalau dia ingin menjodohkan aku bukan begitu caranya, dan bukan dengan tukang nasi goreng pula walaupun dia ustadz.
Sejak saat itu aku menutup pintu rapat2 untuk bu haji.
Setiap kudengar suara cemprengnya dilantai bawah dan akan menaiki tangga menuju lantai 2 tempat kamarku, buru2 kumatikan lampu dan pura2 tidur.

Tepat didepan kamarku ada gadis cantik berjilbab, santun sekali, dari Padang katanya, tak usahlah kutulis nama gadis itu karena statusku ini kemungkinan dibaca oleh temannya.
Dia setiap pagi selalu didatangi pamannya katanya, makan bersama dengan pintu tertutup.
Aku sebagai orang yang biasa melihat perselingkuhan selalu curiga bahwa itu bukan pamannya, dan mereka berselingkuh.
Kuutarakan kecurigaanku pada anak2 kost yang lain.
Seandainya laki2 yang mengaku pamannya itu bersikap baik2 dan tidak arogan dengan penghuni kost yang cowok, mungkin anak2 cowok itu tak akan usil memperhatikan dan mengerjainya.
Dengan arogan sering kali “ si paman” berteriak2 di HP, tepat didepan kamarku, menginstruksikan kepada bawahannya untuk mengurus ini itu dengan menyebutkan angka ratusan juta dan milyaran.
Kalau aku belum menjawab “ huhhhhhhh” dengan kesal dan sengaja dikeraskan, bisa seharian itu “ si paman” pamer kekuasaan.
Kalau aku sudah melenguh dengan kesal, dia biasanya langsung berhenti menelpon, tentu saja penghuni kost lainnya geram melihat ulah laki2 itu.
Siapa sih yang tidak dengar suaranya menelpon wong keras sekali suaranya.
Salah satu penghuni kost, tepat disebelah kamar sigadis berjilbab itu kebetulan bekerja dibidang komputer dan ahli dibidangnya.
Ia bolongi kamar kost sigadis dan menaruh kabel setitik, kecil sekali, rupanya itu kamera, tidak akan terlihat dengan mata telanjang.
Tiba2 aku dipanggil penghuni kost disebelahku, bu Nur namanya.
Dibukanya laptop, dimasukkannya CD dengan banyak file, semuanya berisi tentang si gadis berjilbab.
Ada yang sedang pakai handuk mandi, pakai baju, sedang berciuman dengan sang paman dan sedang ML dengan posisi berdiri dengan sang paman, dan yang menyakitkannya, sudah dalam posisi memakai jilbab.
Sehabis ML si gadis dan sang paman saling menggenggam peralatan lawan masing2 dan baru keluar kamar, rupanya itu ritual setiap paginya.
Itu adegan selama seminggu.
Aku sih tidak kaget, kuperhatikan dengan jelas, dan ternyata benar sinyalemenku, kalau laki2 gendut itu biasanya perlengkapannya minimalis.
Tidak kuperhatikan gayanya, lha itu gaya orang terburu2, dan sebetulnya pasti tidak nikmat.
Rupanya teman2 se kost itu mendaulatku untuk menemani bu Nur dan pak Eko untuk menghadap bu haji dan suaminya pak haji.
Walau aku sudah menolak tapi mereka tetap memaksaku.
“ Bu haji kan kayaknya sungkan sama bu Rita, ayo dong bu bantu, ibu kan pinter ngomong.”
Terpaksalah aku ikut jadi utusan, menghadap bu haji dan suaminya.
Baru saat itu terbukti bedanya orang berpendidikan dan yang tidak.
Bu haji tidak bisa menerima sama sekali, walau bahkan sudah disodori  buktinya, dia bilang itu bisa saja dibuat2, sementara suaminya lebih pintar, dia perlu waktu untuk membuktikannya katanya.
Lha memangnya dia mau intip saat mereka sedang ML memangnya?
Singkat cerita, akhirnya sang paman marah2 dengan seisi kost2an dilantai 2, memaki2 dan mengajak berkelahi.
Seorang wanita yang mengaku istri sang paman juga ikut2an marah dan membela suaminya serta keponakannya.
Ah ternyata masih banyak orang bodoh didunia ini, dalam hati aku membatin.

Kini akupun sedang dibodohi.
Selasa kemarin datang seorang wanita, kalau dari wajahnya yang berkotak2 itu kuduga dia dari suku batak, belum lagi logatnya.
Dia ingin kost cuma untuk 2 minggu untuk kakaknya yang dari Batam, yang datang untuk melihat wisudanya.
Saat kutanya kenapa tidak tinggal dengannya saja, kan keluarga.
Dia bilang dia tinggal di mess dan tempatnya sempit.
Okelah 2 minggu, yang penting bayarnya tetap untuk sebulan.
Saat kutanya namanya dia bilang namanya Cucu Cahyati, marganya Siahaan.
“ Cucu Cahyati ? kok kayak nama penyanyi dangdut ya? Orang batak kok namanya aneh ya?”
Seperti biasa aku bergaya dengan nyinyir sekalian menyelidik.
“ Mungkin bapak saya suka penyanyi dangdut bu”
Saat datang sang kakak malam2 dari Batam, aku sudah tidur.
Hari minggu itu, itu saat sedang sarapan tiba2 si perempuan nongol.
“ Lho kok kamu pagi2 sudah disini ?” tanyaku kaget.
“ Iya bu semalam menginap karena sudah malam “ jawabnya.
“ Besok sih gak bisa nginep ya Cucu, masak perempuan laki2 satu kamar.”
“ Iya bu, ini karena kemalaman saja kok.” Jawabnya.
Okelah.
Malam senin itu aku tertidur seperti biasa, jam 8, setelah sholat isya dan mengobrol dengan manini yang sedang bertamu.
Saat pagi hari, anakku Dini memberi tahuku kalau cewek yang mengaku bernama Cucu Cahyati itu menginap lagi.
Aku langsung sms dia “ Cucu, nanti Cucu gak nginep di kost ibu kan? Kalau mau nginep ibu gak apa2 sih, ibu gak masalah, tapi tolong ibu minta Kartu Keluarganya biar ibu bisa tahu kamu kakak adik atau bukan. Ditunggu ya Cucu.”
Sejam dua jam emosiku tidak mereda.
Buru2 kutelpon dia.
“ Maaf bu, Cucu kan Kartu Keluarganya beda karena Cucu sudah pindah kesini.”
“ Oh kalau begitu ibu minta KTP kamu dan kakak kamu, kalau 1 marga kan berarti nama belakangnya sama kan? Ibu tunggu ya Cucu.”
Aku yakin namanya pasti bukan Cucu, temanku Sinta Damanik yang orang batak bahkan marah2 saat aku ceritakan hal itu.
“ Sialan itu orang, malu2in orang batak saja pakai kumpul kebo, ditempat saya kost lagi, itukan bikin sial. Lagian mana ada orang batak namanya Cucu Cahyati, kalau namanya Meja atau Kursi saya malah percaya bu karena di Karo seperti itu.”
Dia bicara dengan berapi api.
“ Katanya bapaknya penggemar dangdut Sin.” Aku seperti biasa masih ngeyel.
“ Mana ada sih bu orang batak penggemar dangdut. Saya belum pernah nemuin orang batak yang suka dangdut.” Jawab Sinta.
Nah itu yang aku belum tahu, apa benar orang batak itu tidak suka dangdut.
Saat aku menulis ini, sang “kakak” sedang dikamarnya, sedang sang “adik” Cucu Cahyati tidak datang kerumahku.
Sudah kuketuk kamarnya berkali kali untuk meminta KTPnya, tapi rupanya dia sedang mandi.
Yah, aku cukup sabar rasanya untuk mendapatkan KTP sang “ kakak “
Aku sudah teledor.
Pokoknya sampai jam berapapun akan kutunggu hingga aku mendapatkan KTP sang”kakak.”
Wish me luck.

Komentar

Postingan Populer