SELAMAT HARI IBU

Hari ini hari ibu kata orang2.
Tapi buatku setiap hari sepanjang tahun adalah hari ibu.
Sewaktu masih gadis kinyis2, walau ibuku segalak singa, setiap tanggal 22 desember, aku si malas dan adikku Wiwik sudah bangun pagi2, mengerjakan pekerjaan rumah, pokoknya sedapat mungkin ibu tidak bekerja di hari itu.
Kami tidak memberi ibu hadiah, paling cuma cium tangan dan bilang selamat hari ibu,maklumlah masih belum bekerja.
Wiwik yang pintar buat kue biasanya membuat kue.
Begitu sudah bekerja, apalagi sudah berumah tangga, hari ibupun terlupakan.
Di hari tua ibu kudengar ibuku tetap bekerja mengurus rumah tangga karena ibu ikut adikku Sinta yang kebetulan sering gonta ganti pembantu.
Yah biarlah, itu sudah pilihan ibuku, mengabdi menjadi pembantu pada anaknya sampai usia tuanya.
Walau kutawari tinggal dirumahku, menemani kesendirianku, tanpa harus menjadi pembantu, ibu dengan berjuta alasan menolaknya.

Ibu, kusadari perannya dalam pembentukan watakku yang keras, pantang mengalah dan mudah marah serta ringan tangan.
Ibu, kusadari juga perannya dalam pembentukan sifat mata keranjangku.
Bukan, bukan ibu mengajariku.
Hanya saat masih kecil sering kulihat ibu digoda laki2. Walau ibu tidak menanggapi, hal itu terpatri dalam benakku “ hmmm...aku bisa seperti ibu nanti kalau sudah besar.
Tidak perlu bawa barang2 berat, karena banyak yang bersedia membantu saat aku dalam kesulitan.”
Aku dan Wiwik adikku mempunyai kecenderungan bergenit2 ria dengan cara masing2, mungkin itu maksudnya, sifat anak menuruni sifat orang tuanya,“Air mengalir jatuhnya kepelimbahan juga”.

Memang semasa muda ibuku cantik, dengan kulit hitam manis, hidung bangir dan mata bulat, seperti putri Solo, ibuku memang putri Solo.
Bagaimana mungkin bapakku tergila2 pada ibu kalau ibuku tidak cantik?
ini arti harfiahnya lho, benar2 tergila2,
Bapak yang hidup di era Soekarno, seperti laki2 lainnya meniru Soekarno dalam tindakannya, sangat mengagumi wanita cantik.
Jadi percayalah, ibuku yang putri Solo itu benar2 cantik dimasa mudanya.
Sayangnya hanya sifat jelek ibu yang menurun, kepandaian ibu memasak tidak.
Kalau melihat ibu memasak didapur rasanya seperti melihat orang main sulap.
Tangannya berkelebatan ke tempat garam, gula, lada atau apalah namanya, dan voila...masakan enakpun selesai.
Masakan ibu selalu enak menurutku.
Tidak seperti aku, setiap memasak rasanya bersendok2 masakan kucoba sebelum rasanya “pas” menurutku, bukan menurut orang lain.
Walau aku selalu merasa sebagai anak yang paling tidak disayang orang tua, tapi aku percaya sekali akan keajaiban doa ibuku, walau tidak selalu terkabulkan.
Bila sudah meminta doa dan restu ibu, aku akan tegar melangkah.
Mungkin ini hanya sugestiku yang begitu terkagum2 pada keajaiban doa ibu.
Sebandel2nya aku sebagai anak, aku punya cara perlawanan tersendiri bila dimarahi ibu.
Saat masih gadis kalau dimarahi ibu, aku hanya melawan tapi dengan bersungut2, kadang2 kalau ibu berbalik aku meniru gerakan ibu bersungut2. Mana berani aku melawan ibu?
Ibuku wanita tergalak didunia buatku.
Sampai kini aku masih tidak berani melawan ibu. Kalau aku tidak suka dimarahi ibu biasanya aku menghindar berbulan2 tidak berkunjung kerumah ibu.

Baik atau buruk, dia ibuku.
Orang yang melahirkan aku, mendidikku dan mempersiapkanku untuk menghadapi kerasnya kehidupan.
Bila ibu tidak keras mendidikku, mungkin aku sudah melarikan diri dari kenyataan.
Aku bersyukur untuk itu.
Ibu buatku adalah keramat hidup.
Kalau saat ini aku tidak mengunjungi ibu itu biasanya karena aku tak punya uang. Bukannya ibu meminta uang, rasanya aneh saja kalau datang mengunjungi orang tua tanpa memberi.
Satu yang menjadi cita2 ibu, mengunjungi Taj Mahal, sampai setahun ini belum bisa terlaksana.
Sayangnya aku masih mempunyai banyak urusan yang perlu dibenahi. Nantilah bu, kalau urusanku sudah beres, janjiku dalam hati.

31 Desember 2015 hari ulang tahun ibu, menjadi hari ulang tahun ke 75.
Mudah2an aku masih diberi kesempatan untuk membahagiakan ibu, menebus semua derita yang pernah kuberikan padanya dahulu.
Aku tak bisa membalas air susu ibu yang pernah kuminum, tak pernah bisa mengembalikan darah dan air mata saat melahirkanku, aku juga tak akan pernah bisa mengembalikan setiap rupiah yang dihabiskan ibu untuk mengurusiku dahulu.
Yang bisa kulakukan kini bersikap layaknya seorang anak, menuruti semua kemauan ibu, dengan catatan, sepanjang tidak terkait dengan gaya hidupku, dan memenuhi semua permintaannya.
Kadang setiap habis sholat dan mendoakan ibu, aku kerap menangis.
Begitu susahnya jadi seorang ibu.
Baru aku maklum bila ibuku kerap bersikap tak adil dan pilih kasih terhadap anak2nya, pasti bukan karena keinginannya tapi karena ibu memang tidak bisa.
Akupun tidak bisa bersikap adil terhadap anak2ku.
Anak yang selalu didepan mataku lebih kusayang, yang jauh dan jarang bertemu baru kusayang saat sudah bertemu, walau setiap saat doa yang sama kupanjatkan untuk semua anak2ku.
Betapapun aku bersumpah tidak ingin mengikuti jejak ibu pilih kasih terhadap anak2nya, aku mau tak mau mengakui, bersikap adil terhadap anak2 itu sulit bahkan rasanya tak mungkin.
Selalu ada anak yang lebih santun, selalu ada anak yang lebih perhatian, selalu ada anak yang lebih sabar terhadapku, karenanya aku tak pernah bisa bersikap adil.
Aku sekarang bisa memaklumi sikap ibuku, setelah  30 tahun aku dipanggil ibu oleh anak2ku.
Maafkan aku bu, pasti ibu juga berusaha keras bersikap adil terhadapku, seperti aku berusaha bersikap adil terhadap anak2ku.
Aku sekarang maklum bu....

Komentar

Postingan Populer