TERNYATA ADA YANG SEPRINSIP DENGANKU
Dear Diary,
Siang hari Sabtu 12 Nopember 2016 itu aku sedang duduk dimushola mall Cihampelas Walk, menunggu adzan dhuhur sambil melepaskan lelah sehabis menaiki tangga curam menuju mushola.
Si bungsu sedang menunggu dibawah.
Dikeheningan suasana kudengar suara pelan debat 2 orang wanita disisi kiriku.
Kulirik, hmmmm....cantik juga ibunya.
Ternyata benar kata pepatah, ibu pasti lebih cantik dari anaknya.
Sianak mengenakan rok mini dipadu celana legging ketat warna gelap, berhidung mancung dan berambut tergerai sebahu, sementara si ibu duduk selonjor berjilbab warna hijau pupus.
Ah andainya saja si bungsu ikut menemaniku sholat, betapa bahagianya aku.
Aku merasa si ibu beruntung sekali mempunyai anak yg kalau dilihat dari gayanya yang fashionable pasti agak urakan dan slenge’an tapi hebatnya tetap sholat.
Baru saja aku merasa menjadi ibu yang paling sengsara sedunia karena anaknya tidak sholat, kudengar suara mendesis kesal.
“ Bunda gak usah kepo kenapa sih, aku kan cuma berteman dengan dia.” Rupanya si anak komplain kepada ibunya.
Pelan2 aku menggeser dudukku mendekati mereka sambil bersiap2 memakai mukena walau masih 15 menit lagi menjelang adzan berkumandang.
Tua atau muda kalau yang namanya ingin tahu urusan orang itu adalah anugerah, harus dijalani.
“Bukannya bunda kepo nak, bunda khawatir kamu kejeblos pergaulan di Bandung ini, lalu hamil seperti kakak2mu.”
“Aku bukan anak bodoh bun, kalau aku bodoh gak mungkin aku masuk ITB. Lagian sudah ada contoh ngapain pula melakukan kesalahan yang sama? Aku cuma berteman bun, pacarku itu pelit banget.” Kata si anak.
“ Kok tahunya dia pelit memangnya darimana?” si ibu sepertinya memancing anaknya.
“ Dari awal kencan aku tahu dia pelit bun. Saat date, baru 1 menit setelah lihat menu dia langsung bilang “makannya biaya masing2 ya?" Coba bun, mana ada cowok seperti itu? Dalam hati aku bilang “Ya iyalah, siapa juga yang mau dibayarin elo”
“Kalau pacaran saja sudah pelit gimana nanti kalau kawin?” suara si ibu kudengar agak sewot.
“ Ya enggaklah bun, siapa juga sih yang mau kawin sama dia.”
“ Lho terus maksudnya pacaran untuk apa kalau bukan untuk kawin?”
“Ya buat temanin aku saja bun, buat supirin aku kalau mau jalan kemana2 daripada naik angkot atau taksi, buat tuker pikiran juga.”
“Kalau pacaran gak dibayarin rugi dong, kamu kan sudah dicium2, sudah dipeluk2.”
Rasanya aku pernah dengar perempuan yang berprinsip seperti sang ibu ya, tapi entah dimana.
“Itulah bedanya bunda dengan aku. Kalau kita dibayarin cowok, kan jadi cowoknya merasa berhak buat macam2.”
“Terus kamu sudah sampai mana hubungannya kalau bunda boleh tahu”
“Belum sampai mana2 bun, baru juga sebulan.”
“Sudah dicium?”
“Kalau aku mau dicium ya aku jalanin, kalau aku gak mau ya aku gak mau dicium.”
“Berarti sudah dicium dong ya? Rugi kan kalau sudah dicium tapi gak dapat apa2, makan saja bayar masing2.” Ujar si ibu mengeluh.
Kalimat si ibu mengingatkanku, ternyata itu mirip prinsipku dulu.
“ Enggak bunda, aku beda dengan bunda. Aku gak akan mau dibayari laki2.”
“Ya sudahlah,” suara si ibu terdengar pasrah,”tapi bunda minta ya, jangan sampai melewati batas, jangan lebih dari ciuman. Pergi juga jangan lewat jam 10 malam, karena kalau sudah lewat jam 10 malam, kesadaran manusia akan etika itu makin berkurang. Makanya kebanyakan kejahatan dilakukan pada malam hari.”
“Enggak bundaaaaa....” sianak memeluk ibunya,” pintu gerbang sudah dikunci penjaga kost jam 10 malam, kalau mau pergi lewat jam 10 malam harus ijin dulu dengan penjaga kost, lagian aku kan sedang kejar sidang skripsi bun. Aku gak akan melewati batas kok.”
Aku tercenung mendapati ada seorang ibu yang memiiki sikap dan prinsip sepertiku, bedanya dia langsing dan berjilbab cantik.
Lamunanku terusik suara adzan dhuhur.
Sudah waktunya aku kembali kedunia nyata.
Dear Diary,
Sambil menunggu pesanan makan siang di The Kiosk, tak sadar aku melamun, aku teringat percakapanku dengan sibungsu melalui Line beberapa minggu yang lalu.
“ Mam, aku sudah ada yang naksir lho, ada 2 orang mam, menurut mamam mana yang lebih baik, mamam kan bisa lihat orang.”
“ Ya Allah ya Robbi....anakku sudah ada yang naksir. Mamam pikir kamu lesbian tadinya Van, mamam khawatir banget. Habis teman kamu dari SMP Al Azhar cuma 2, sampai SMA Al Azhar juga cuma nambah jadi 6 orang, cewek semua lagi. Sampai sekarang teman kamu cuma itu2 saja ... ya Allah, alhamdulilah Tuhan......”
Aku mengucapkan alhamdulilah berulang ulang dengan bahagia.
” Ngapain juga Vani jadi lesbian, mamam aja yang lebay. Aku kan gak mungkin jadi lesbian mam, itukan dilarang agama Islam.”
“ Tapi Vani kan gak sholat...”
“ Gak sholat bukan berarti gak percaya Islam, Vani belum tersentuh aja, lagian mamam juga sholat pas sudah tua.”
“Tadinya mamam khawatir banget, stres banget mamam setiap kamu jalan atau nginep bareng dirumah Layla. Ini badan mamam jd gemuk gara2 stres mikirin kamu terus.”
“ Ya gak mungkinlah mam Layla lesbian, agamanya kuat, dia keturunan arab.”
“ Memangnya kalau orang arab gak mungkin berbuat dosa? Nabi2 semua kan dituruninnya di jazirah Arab, gak ada yang diturunin di Indonesia . ”
Aku masih tetap ngeyel membayangkan orang Arab Aceh, pemilik “Awi Alumunium” di Sentul yang membeli rumahku dan menipuku.
“ Udah deh mamam kebiasaan sih melantur terus kalau diajak ngomong serius. Mau lihat photonya gak?”
“ Mana mana photonya? Sini mamam bacain sifatnya dan rejekinya.” Aku langsung lupa penipu keturunan Arab itu yg membeli rumahku.
Tak lama kemudian anakku mengirimkan 2 buah photo laki2, satu berpakaian hitam, berbadan tegap dan 1 lagi laki2 tinggi berpakaian santai, keduanya ganteng menurut “ukuran” ku yang kritis tentang tampang laki2.
“ Namanya siapa Van biar mamam bisa doain tiap malam.”
“ Enggak usah pakai begitu2an deh mam. Vani cuma mau tahu saja orang2 ini bagaimana? Baik enggak ? Biar vani gak salah pilih salah satunya sebagai teman.”
“ Lho kok cuma pilih salah satu ? Kenapa enggak pilih dua2nya, dalam hidup kita harus punya cadangan Van, baju kamu saja kan gak cuma 1, ada cadangannya buat ganti kalau sudah rusak. Pilih saja dua2nya untuk Vani dekati, nanti kan akhirnya terseleksi sendiri. ”
“ Mamam ini ibu apaan sih ? Ngajarin anaknya yang enggak2, bukannya ngajarin yang baik2. “ Suara anakku kudengar mulai melengking diujung sana.
“ Lha mamam salah dimana sih ? Kan bukan berarti kamu pacari semuanya, cuma berteman kan gak ada salahnya.Nanti kalau Vani merasa cocok baru dipacari. “ tentu saja aku ngeyel.
“ Ya sudahlah, menurut mamam yang mana yang baik orangnya ? Kalau dua2nya mau Vani temanin ngapain juga Vani tanya mamam.”
Aku terdiam sambil memperhatikan kedua photo itu baik2.
“ Dua2nya menurut mamam rejekinya banyak, jadi gak masalah kok Van, kamu bakal kaya kalau dengan mereka, siapapun yang kamu pilih. Tapi ini yang pakai baju hitam, itu satpam ya? Kok pakai baju hitam, biasanya satpam kan pakai baju hitam. Terus ini yang satu lagi pengamen ya Van, kayak seniman gitu pakaiannya santai dan gak nyambung walau cocok.”
Jujur aku mengatakan itu hanya ingin bercanda, hal yang dulu sering kulakukan sambil tiduran, memeluk tubuhnya dari belakang dan menepuk nepuk bokong kurusnya.
Bukan salahku kalau aku menebak langsung sebagai satpam dari warna bajunya sementara yang satunya lagi karena pakaiannya tak sesuai pakem.
“ Gak enaknya ngomong sama mamam kan seperti ini. Vani mau curhat malah dihina terus.”
“ Bukan Van..soalnya ini yang satu kok pakaiannya seperti seragam satpam atau supir gitu Van”
“Bukan ! Dia bukan satpam ! Dia masih kuliah. Dia teman Vani di Al Azhar dulu. Anak orang kaya ! Puas ?!” Suara si bungsu benar2 naik 2 oktaf.
“ Jangan yang ini Van, anaknya kelihatannya agak sombong padahal gak pinter. Itu matanya aja menerawang, gak fokus. “
“ Iya sih mam, dia sekolah aja gak diterima di universitas negeri. Kemarin dia debat sama Vani.
Dia mancing2 pendapat Vani tentang kesetaraan gender, kayaknya dia gak suka perempuan bekerja, ya sudah Vani debat habis2an. Pokoknya gak bagus memang mam, sok pinter orangnya.”
“ Lha kalau sudah tahu jelek ngapain Vani tanya mamam?”
“ Cuma mau nge test mamam saja. “
Aku kesal juga mendengarnya.
“ Itu yang satu juga gak bagus Van, kayaknya gampang jatuh cinta. “
“ Sok tahu ah mam.Tahu darimana dia gampang jatuh cinta ? “
“ Lihat aja, kamu zoom pas dimatanya, kayaknya matanya main gitu, mirip2 matanya daddy kamu kan? “
“ Iya ya....”
“ Sudah buat teman aja dua2nya. Yang penting Vani sudah membuka hati buat cowok, mamam sudah tenang kok. “
Dear Diary,
Sambil makan aku kembali teringat percakapan antara ibu dan anak di mushola tadi.
Ternyata ada juga yang senasib dan seprinsip denganku.
Anak tadi walau kulihat tegas tapi dia memeluk meluk dan menggandeng mesra sang bunda sambil menuruni tangga mushola.
Bedanya aku naik turun tangga mushola sendirian....
Mudah2an anakku si bungsu kembali kedunia nyata, benar2 kembali, bahwa berteman itu tidak cuma dengan sesama wanita saja, tapi juga dengan pria, sambil menjaga kehormatan pastinya, karena hidup juga perlu punya harga diri.
Aku yakin si bungsu dengan keangkuhannya bisa menjaga dirinya sendiri.
Insha Allah...
Komentar
Posting Komentar