AKU BUKAN TUKANG PIJIT YANG BAIK, BUKAN ISTRI YANG BAIK.
Dear Diary,
Sudah 3 hari ini tangan sebelah kananku sakit, aku curiga karena salah posisi tidur.
Berbekal teori “hemat pangkal kaya” aku berusaha mengobati sendiri, dengan memijit2 atau dengan dikerok pakai uang kuno dan minyak kayu putih.
Tak mempan.
Tanganku tetap sakit dan susah digerakkan.
Bisa dibayangkan kalau tangan kanan kita tak berfungsi normal kan?
Mau pakai BH susah, mau memasukkan kepala di baju saja kadang aku sampai menjerit jerit karena tangannya terangkat tak sengaja, untungnya saat main HP, saat makan, saat mengupil atau saat memasukkan cotton bud ketelinga, tanganku masih bisa dipergunakan karena tak perlu dinaikkan jari2nya.
Dear Diary
Tak tahan selalu kesakitan, aku telpon tukang pijitku.
Sebenarnya banyak pilihan tukang pijit untukku, karena aku tubuhku penggemar terkilir atau pegal linu.
Ku coba hubungi mak Hindun.
Tangannya besar, badannya gempal, jadi saat memijit selalu mantap, disamping dia menguasai ilmu urat2 syaraf dan pijit memijit.
Ops, aku batalkan.
Mak Hindun gemar bergosip.
Kenikmatan pijit memijitnya selalu sirna karena aku tak bisa leyeh2 merem melek dipijit karena harus mendengarkan cerita gosipnya tentang si A atau si B yang tak kukenal.
Belum lagi cerita kehidupannya yang perih tak terkira.
Coba kuhubungi bu Tini, tukang pijit seksi yang menguasai ilmu perdukunan.
Ops, kembali kubatalkan.
Soalnya dia gemar banget menjodohkan aku dengan sesama teman dukunnya yg sudah jadi haji dan banyak kontrakannya.
Aku juga khawatir tergiur ceritanya tentang orang2 sakti dan mumpuni yang mampu membuat rumah cepat laku terjual karena saat ini aku ingin jual rumah.
Kucoba hubungi pak Jum, yang ahli urut refleksi dan juga menguasai perdukunan.
Ops, kembali kubatalkan.
Pak Jum itu sering buat aku menjerit jerit kesakitan padahal easanya julihat dia cuma menusuk nusuk ringan jari jarinya.
Aku ingin tukang pijit yang normal2 sajalah.
Mak Rum, mpok Rimah, Warni atau mbak Surti semuanya menguasai perdukunan.
Aku jadi heran, kenapa semua lingkaran tukang pijitku, kecuali mak Hindun, adalah ahli perdukunan ya?
Akhirnya kubatalkan menghubungi tukang pijit, aku cuma mengurut urut sendiri dengan tangan kiriku.
Aku toh ingin insaf tidak.bersinggungan lagi dengan dunia perdukunan.
Dear Diary,
Percayalah, rasa sakit, pegal dan linu terasa sekali, seakan mengingatkan aku dosa2 yang lalu lalu.
Jangan2 ini hukuman dari Tuhan karena sering membohongi mantan suamiku, si Semprul saat dia minta pijit dulu.
Aku langsung was2.
Terbayang iba dan penyesalan untuk si Semprul.
Pasti badannya luluh lantak karena harus menyetir Abdul Muis – Pondok Cabe, melewati jalur2 macet, kemanapun kita pilih arahnya.
Pasti dia lelah, sementara aku secara halus malah mengalihkannya malas memijitnya.
Dulu, bila si Semprul minta pijit, aku selalu mengelak dengan berbagai cara, betapapun si Semprul selalu memuji muji bahwa pijitanku empuk dan enak karena jariku besar2.
Cara dan waktunya memujiku terasa selalu salah.
Kenapa sih dia harus bilang bahwa pijitanku enak karena jariku besar?
Apakah tidak ada kalimat indah lain yang bisa digunakan?
Yah sejujurnya, memang sih jari2ku besar, lha aku kan memang tinggi besar.
Kenapa juga dia harus minta pijit saat aku lelah?
Kenapa tidak saat hari libur?
Kan yang bekerja bukan cuma dia, aku juga bekerja.
Bosku malah galak dan menyebalkan lagi, berarti bebanku bukan cuma lahir tapi juga batin, sementara dia kan enak, hanya tinggal tunjuk2 jari semua terbirit2 mengikuti dan menuruti apa maunya.
Dear Diary
Coba bayangkan, sampai rumah setelah 3 jam perjalanan, dengan ringannya si Semprul bilang, “Bu, bapak nanti habis ibu mandi tolong dipijit ya? Badan bapak pegal2 nih.”
“Kenapa gak panggil tukang pijit aja sih Pak, tukang pijit langganan kita itu enak banget, ibu sampai ketiduran kalau dipijit dia.”
“Gak ah. Enakkan ibu pijitnya. Ibu kan jarinya besar2, jadi empuk kalau dipijit ibu.”
“ya udah ayo sekarang ibu pijit. Biar sekalian ibu keringetan pijit Bapak.”
Maksudku biar sekalian kotor badanku, karena kalau sesudah memijit aku selalu basah kuyup keringatan.
“ Ibu mandi dululah baru mijit, biar enak baunya.”
Whattttttt?!!!!
Sudah dia bilang jariku besar, aku disuruh mandi biar enak baunya?
Dia egois bukan?
Dear Diary
Biasanya sehabis aku mandi dan wangi, kuoles bagian2 tubuhku favourit si Semprul dengan Channel no. 5, parfum idolanya, lalu aku siapkan minyak kayu putih dan kerokan, karena biasanya si Semprul selalu minta dikerok sehabis dipijit.
Dengan lingerie seksi, saat itu aku penggemar koleksi lingerie seksi, puluhan dengan berbagai warna dan model aku punya, dan maaf, tubuhku memang saat itu masih seksi, berbelok2 ditempat yang sesuai, aku lalu nangkring diatas tubuh si Semprul.
Aku masih ingat pandangan mata si Semprul yang tak berkedip memandangku dengan penuh harap dan nafsu, melihatku memegang kerokan dan minyak kayu putih sengaja belum kutuangkan, melihatku menggesek2 badanku yang dalam posisi nangkring diatas tubuhnya.
Biasanya tiba2 si Semprul berbisik,” gak usah dipijit bu, lebih baik bapak di jilat2 saja. Biasanya kalau habis dijilat ibu pasti sembuh,” dengan suara serak menahan nafas.
Ya sudah, aku tak jadi memijit, kami malah melakukan adegan Kamasutra halaman berapa aku lupa.
Selalu seperti itu.
Aku lebih suka disuruh menjilati seluruh tubuh si Semprul daripada harus memijit atau mengeroki tubuhnya yang penuh tulang belulang.
Lebih banyak kalori terkuras saat ML daripada saat memijit.
Aku pernah baca entah dimana, bahwa kalori yang terbuang saat kita sekali ML adalah sama dengan kalori saat joging 10 mil.
Kalau aku dua kali ML berarti aku membakar kalori setara joging 20 mil.
20 mil itu kan 32.18 km, hampir sejauh jakarta - cibinong.
Lumayan bukan?
Dear Diary
Trik2 yang kulakukan untuk menghindari acara pijit dan kerok tidak pernah meleset.
Kalau sedang berdua, si Semprul selalu memujiku “ ibu hebat, ibu memang ahli hisab.”
Kelak saat kami mulai mendalami agama, kami selalu tertawa tanpa sebab saat mendengar ustadz yang dipanggil mengajar kerumah setiap minggu, saat dia berceramah tentang “ahli hisab”.
Begitulah jahatnya aku saat berperan sebagai istri yang tukang pijit.
Tuhan, bukan salahku kalau aku sering mengakali si Semprul dulu.
Aku juga capek Tuhan, batinku membela diri.
Aku juga sakit hati karena dibilang berjari besar dan disuruh mandi.
Dear diary
Sambil memijit2 tanganku, entah kenapa kenanganku selalu kembali kepada si Semprul Dear Diary.
Itulah anehnya buat orang yang menikah berkali kali.
Aku sering bertanya pada orang yang menikah berkali kali, jawabannya sama, selalu ingatan tentang suami pertama yang hadir dalam mimpi.
Tak pernah aku bermimpi atau mengenang tentang almarhum suamiku berikutnyabyang mantan bosku.
Dalam mimpi, selalu si Semprul yang hadir.
Bukan aku membela diri, kadang nafsu si Semprul itu memang berlebihan.
Saat aku masih di tim Mikro Banking, saat istirahat, si Semprul kadang menjemputku.
Bukan untuk makan siang, tapi hanya untuk ML disaat istirahat.
Untungnya aku juga memang suka banget.
Kebetulan rumah dinas si Semprul di Tanah Abang 2 dekat dengan kantorku di Sudirman.
Anak2 juga kan sekolah, yah jadi amanlah buat kami mencoba berbagai gaya.
17 tahun perkawinan sebetulnya belum cukup untuk mengeksplorasi berbagai gaya.
Sayangnya, si semprul kadang tanpa memikirkan kondisi batinku yang kerap menjadi “pelengkap penderita” dikantor atau anak2 yang belum tidur, kerap meminta ML disetiap sudut rumah, jauh dari pandangan anak2.
Aku sih senang2 saja, wong aku suka kok, tapi dengan catatan : kalau aku tidak lelah dan suasana mendukung.
Rumah dinas si Semprul kan kecil, hanya terdiri dari 1 kamar tidur, 1 dapur dan kamar mandi.
Jadi saat tidur kami selalu berjejer seperti ikan pepes teri.
Agar anak2 cepat tidur, jadilah aku selalu meminumkan obat batuk pada si tengah atau si bungsu yang sulit tidur agar mereka cepat ngantuk dan tidur.
Manakala obat batuk sudah tak mempan lagi, terpaksa cerita hantu diceritakan agar mereka cepat tidur.
Kebetulan lingkungan rumah dinas si Semprul itu serem banget, bangunan belanda penuh dengan setan2 bergentayangan.
Maklum bangunan kuno, sekolahan pula.
Suasana tak mendukung, capek dan lelah, ditambah lagi terburu2 takut ketahuan anak2, membuat seleraku kadang menghilang.
Kalau sudah begitu biasanya aku dengan megap2 penuh hasrat pura2 selalu memberi komando pada si Semprul “ ayo pak cepat, ibu sudah gak tahan....”
Biar tidak monoton kadang aku bergaya seperti tukang parkir memberi aba2 “terus pak, terus...yah stop..... stop.”
Semuanya dengan penuh desah kepuasan, padahal aku hanya ingin cepat berlalu.
Dulupun aku suka merasa berdosa melihat si Semprul tersenyum puas dalam tidurnya karena berhasil memuaskan istrinya, tapi kadang aku juga membela diri memohon agar Tuhan maklum, bahwa aku capek, toh semua kulakukan agar aku dan si Semprul bisa buru2 istirahat tidur.
Dear Diary,
Tanganku makin terasa sakit.
Apakah ini peringatan dari Tuhan agar aku mengingat kembali dosa2ku membodohi si Semprul saat disuruh memijit dulu.
Apakah ini hukuman dari Tuhan karena membodohi suami ditempat tidur?
Maafkan aku Tuhan.
Sejujurnya, si Semprul itu hebat kok, jauh lebih hebat dari suamiku berikutnya.
Sayangnya waktu dan tempat kami ML yang salah.
Maafkan aku Semprul....
Komentar
Posting Komentar