AYAHKU PEMUJA JOKOWI

Hari senin pagi2 kemarin, sambil merendam kakinya dengan air, daun salam, sereh dan garam, ayah memanggilku.
“Da....sini Da,lihat TV sini.” Panggil ayah.
Pasti aku disuruh duduk dan menonton siaran agama lagi deh, pikirku.
Menonton siaran agamanya ustadz Maulana idola ayahku merupakan siksaan bagiku, melihat orang dakwah sambil jingkrak sana jingkrak sini,teriak2 dengan ludah bermuncratan.
Itulah apesnya menonton TV dengan layar lebar, setiap ludahnya muncrat crot crot, terlihat jelas banget, belum lagi kalau ada jerawat2 diwajah.
Sejak mengenal TV layar lebar, aku malas menonton TV lagi, bintang yang dulu kukira cantik dan ganteng ternyata wajahnya penuh lubang2 atau berjerawat.
Alasan lain aku bukan penggemar ustadz Maulana adalah karena wajahnya mirip adik iparku, si cebol sombong itu.
Namanyapun persis sama, Maulana.
“Da...cepat kesini !” kembali ayah memanggilku.
“Ada apa sih yah?”
“ Tuh lihat pengumuman. Jokowi pecat menteri ESDM padahal dia baru 20 hari dilantik. Memangnya siapa suruh lantik warga Amerika Serikat jadi menteri? Begitulah kalau kerja gak pakai otak.”
“Ida sudah tahu pemecatannya dari semalam jam 10 an yah.”
“ Oh baru tanggal 10 mau dipecatnya? Kok itu barusan diumumin sama pembantunya Jokowi. Yang umumin saja orangnya ganti2.”
“ Bukan tanggal 10 dipecatnya Yah, tapi Ida sudah tahu sejak jam 10 semalam.”
Aku menarik nafas dalam2 berharap ayah tidak salah dengar lagi.
“ Oh ya sudah, aneh saja, kok dipecatnya tanggal 10 diumuminnya sekarang. Ramai2 lagi umuminnya, pakai ramai2 lagi, kayak orang main film.”
“ Iya kan staff khusus Jokowi sekarang banyak Yah, ada 10 orang yah.”
“ Dulu jaman presiden Soeharto kayaknya cuma Moerdiono saja, mungkin Jokowi gak pinter kali tuh makanya dia perlu staff khusus sampai 10  orang ya Da !”
“ Ya memang gak pinter IPK nya saja cuma 2 dulu pas kuliah di UGM.”
“ IPK itu apa Da ?”
“ IPK itu Indeks Prestasi Kumulatif, kalau jaman ayah dulu sekolah itu rapot rata2 ayah cuma 2.”
“ Nilainya 2? Bodoh dong berarti? Kok bisa lulus sarjana?”
“ Nilai 2 itu gak sama dengan nilai 2 rapot kita yah, karena IPK itu nilai rata-rata untuk sejumlah mata kuliah yang diambil seorang mahasiswa dalam 1 semester. Kalau IPK dibawah 2 itu berarti dulu Jokowi nilainya  cuma  D Yah. “
“ Ayah aneh saja kok tanggal 10 nanti dipecatnya tapi pagi ini sudah diumumkan.”
Waduh alamak, ayahku masih salah mengerti.
“Bukan dipecatnya nanti tanggal 10  Yah, itu Ida sudah tahu kalau  menterinya bakal dipecat sejak semalam yah, jam 10 malam.”
“ Oh ayah kira dipecatnya nanti  tanggal 10. Bukan nyusahin rakyat saja Jokowi tuh, orang pinter juga dibuat susah, sudah enak2 kerja di Amerika, disuruh pulang cuma buat dipecat.”
“ Yah memang salah Jokowi, dia itu sudah dikasih tahu kalau Archandra warga negara Amerika, masih juga diangkat, cuma gara2 Jokowi percaya sama Luhut, katanya Luhut rakyat  gak bakal  tahu kok kalau dia warga negara Amerika. Archandra nya juga salah Yah, karena dia gak terus terang bilang sudah jadi warganegara  Amerika.”
“ Jokowi kok nurut sekali sama Luhut ya Da, menurut ayah selain sama Megawati dia lebih nurut sama Luhut.”
Obrolanku tentang politik disudahi perintah ibu.
“ Airnya sudah dingin tuh, sudah kelamaan kaki situ direndam nanti pada keriput, sudah taruh di kamar mandi sana embernya.”
“ Kalau lagi cerita politik sama anaknya kayaknya situ iri, suruh itulah suruh inilah. Kalau situ nonton film setan sama anaknya kita biasa aja.” Ayah langsung mengomel.
“ Siapa yang iri? Sudah kalau masih mau berendam terserah situ aja paling nanti kakinya bengkak direndam berjam2.”
Kulihat ayah segera membawa ember ke kamar mandi.
Uluran tanganku untuk membawa ember ke kamar mandi ditolak ayah mentah2.
“ Gak usah. Kayak badannya sehat saja. Habis bawa ember nanti langsung sakit deh.”
Kulihat ayah tertatih2 membawa ember, aku yang merasa tak dibutuhkan segera masuk kekamar lagi.
Berdiskusi dengan ayah memerlukan kesabaran ganda, karena ayah sering kali salah dengar, belum lagi suara ayah yang kencang membuat orang menduga ayah sedang marah2.
Pernah saat sedang mengobrol dengan ayah diteras, satu per satu tetanggaku lewat bolak balik sambil mencuri2 pandang.
Aku menebak mereka pasti menduga aku sedang dimarahi ayah.
Salahnya ayah, kalau bicara di teras memang berisik dengan suara kendaraan yang lewat, tapi saat sedang berisik dengan suara motor atau mobil, seharusnya ayah berhenti berbicara dulu sementara,  dan bukannya memaksakan bicara dengan suara dinaikkan lagi.
Yah begitulah.
Akhirnya tetangga sebelah kananku yang dijuluki RRI saking seringnya menceritakan hasil pembicaraan kami ke yang lain, bertanya tanpa tedeng aling2 lagi, “ Tadi ibu dimarahi ayah ya? Kenapa memangnya bu?”.
“ Oh gak dimarahin, itu aku sama ayah lagi diskusi tentang Puan Maharani anaknya Megawati bu.”
“ Hebat ya, ayahnya masih senang ngomongin politik, kalau disini sih si aki2 palingan ngomongin harga beras.”

Ayah saat ini sangat berbeda dengan ayah 8 bulan yang lalu.
8 bulan yang lalu ayah adalah kecebong sejati, pemuja Jokowi lahir batin.
Kalau aku sedang makan dan ayah memuji2 Jokowi, aku segera menyelesaikan makan takut keburu muntah.
2 bulan ayah tinggal dirumah sebagai kecebong pemuja Jokowi, berat badanku sempat turun 3 kg.
Walaupun senang berat badanku turun, tapi aku ingin pikiranku tenang dan tentram.
Pelan2 ayah harus berubah, pikirku.
Kuberanikan diri dan kukuatkan hati mendekati ayah saat memuji2 Jokowi, biasanya ayah memuji2 saat melihat wajah Jokowi di TV.
“ Tuh Da, presiden2 yang dulu mana ada yang seperti presiden sekarang, merakyat. Lihat wajahnya seperti orang kebanyakan.”
“ Maksud ayah wajah Jokowi gak ganteng gitu yah?”
“ Iya sih gak ganteng, tapi itu dong lihat perhatiannya sama rakyat.”
“ Perhatian yang mana yah?”
“ Itu ayah sering lihat Jokowi bagi2 sembako disetiap daerah. Rakyat pada berebutan buat nyalamin Jokowi, itu buktinya kan mereka cinta.”
“ Ayah tahu gak,nilai sembako yang dibagikan Jokowi disetiap daerah untuk setiap orang?”
“ Enggak, ayah gak tahu”
“ Itu nilainya cuma seratus ribu yah setiap bungkusannya. Ayah tahu berapa biaya jalan2 Jokowi buat bagi2 sembako? Setiap jalan Jokowi habis 3 milyar buat bagi2kan sembako untuk 100 orang. Berarti setiap Jokowi bagikan sembako 100 ribu perak buat satu orang dia itu perlu biaya 30 juta untuk bayar pengamanannya, untuk bayar pesawat, makan dan minumnya. Buat Ida, selama Jokowi bagi2 sembako pakai uang negara itu bukan orang baik Yah, kalau dia pakai uang sendiri itu baru Ida angkat topi. Apa bedanya Jokowi dengan kita? Kita juga bagi2 sembako walau gak sampai 100 orang, kita malah pakai uang sendiri. Itu yang ayah bilang orang baik, pakai uang negara buat bagi2 sembako Yah, pakai biaya 30 juta setiap dia bagikan sembako padahal nilai sembakonya cuma seratus ribu per orang.”
Ayah diam, sementara aku was2 jangan2 ayah salah dengar lagi, padahal aku sudah berbusa2 bicara dan menghafalkan dialog ini.
“ Ida tahu dari mana? “
“ Yah kan ada yang namanya internet yah. Ada yang namanya Face Book, WA, BBM, ada juga Google. Itu kalau kita mau tahu misalnya gaji staff khusus presiden Jokowi berapa sebulannya, Ida tinggal cari di Google, dalam semenit atau kurang, banyak jawaban muncul. Ayah lihat ya, nih sudah keluar hasilnya Yah, gaji staff khusus maksimal 51 juta rupiah. Jadi Ida gak bohong Yah, semua ada di internet, tinggal cari.”
Wajah ayah masih setengah tak percaya, rasanya ayah kurang senang karena kecintaannya pada Jokowi didebat anaknya.
“ Kalau ayah boleh tahu kenapa Ida kelihatannya benci dengan Jokowi, setiap ayah cerita tentang Jokowi Ida malah pernah ayah lihat muntah dimeja makan.”
“ Ida gak benci Jokowi yah, untuk apa, kenal saja enggak kok. Dia juga bukan bekas pacar Ida yang mutusin Ida, jadi ngapain benci. Ida cuma kebetulan lihat2 dan baca2 di internet, ternyata Jokowi itu tidak sebaik dugaan orang2. Ida kan sayang ayah, biarkan Jokowi menipu orang lain asal jangan ayah Ida.”
“ Terserahlah, kalau Ida memang gak suka Jokowi, itu urusan Ida sendiri. Jangan suka pengaruhi orang tua, dari dulu sampai sekarang yang namanya orang tua itu lebih pinter dari anaknya.”
“ gak juga sih Yah, lebih bijaksana mungkin iya karena orang tua kan lebih dulu lahir jadi lebih banyak pengalaman. Ida yakin Ida lebih pinter dari ayah kok.”
Braaaaak.
Kulihat ayah menaruh kacamata dengan keras, agak seperti dibanting ke meja.
Malamnya kukumpulkan kesalahan2 teknis Jokowi dalam 1 rangkuman panjang.

“Yah mau lihat photo Jokowi lagi pas banjir gak?”
“ Ayah sudah lihat, waktu masih jadi gubernur kan?”
“ Banyak nih Yah photo2nya Jokowi, ayah kan suka, Ida sengaja kumpulin buat ayah.”
“Coba mana ayah lihat. Memang dia satu2nya presiden yang pernah panjat2 ngurusin banjir, yang lain mana ada. Dia gak mikirin keselamatannya kalau kecebur.”
Segera ku buka gambar Jokowi sedang memanjat dipinggir jembatan, sementara disebelahnya ada tangga.
Ku zoom sebesar mungkin HP ku memungkinkan.
“ Tuh ayah lihat disini ada tangga kan? Coba ngapain Jokowi manjat2, gimana kalau kecebur.? Itu kan cari susah sendiri Yah, disitu ada tangga jembatan kok, lihat orang2pada berdiri di jembatan, eh dia malah manjat2 disebelahnya.”
“Nih ada lagi photo Jokowi naik mobil Esemka. Ayah ingat kan dulu DP mobil Esemka cuma 39 juta dengan indent 2 tahun, Ida hampir mau indent cuma ayah dan anak2 Ida pada malu naik mobil murah akhirnya gak jadi. Ini ternyata mobil China yah, nih photo mobilnya, sama kan, cuma grill depannya saja dibedain. Nih baca pernyataan Sukiyat, pemilik bengkel mobil tempat anak2 SMK dulu katanya latihan. Dia bilang bahwa itu sebetulnya itu mobil China yang dirakit di Indonesia oleh anak2 SMK itu. Sekarang Sukiyat gara2 bicara jujur sudah 2 kali bengkel mobilnya dibakar orang.”
“ Iya memang sama, tapi Timor juga dulu dirakit disini, mobil Jepang juga pada dirakit disini, memangnya kenapa?”
“ Iya gak kenapa2 Yah, masalahnya dia gak jujur dan diakui kalau itu produk anak bangsa. Kenapa sih gak bilang bahwa itu sebetulnya mobil Cina yang dirakit di Indonesia? Kalau Jokowi jujur masyarakat juga akan mengerti. Daripada seperti ini bilangnya produk Indonesia seluruhnya gak tahunya cuma merakit saja.”
Kulihat wajah ayah merah padam dikulitnya yang putih.
“ Sebentar yah, Ida terima telpon dulu”.
Padahal tidak ada telpon masuk, siapa pula yang mau iseng2 menelpon pensiunan sepertiku.
Aku buru2 mendatangi ibu, masih dengan perasaan kesal.
“ Bu, ibu perhatikan ayah gak, kalau ayah dizikir aneh deh bu. Masak ayah dzikir posisinya seperti itu, seperti lagi garuk2 anu, kan kalau dzikir harusnya yang sopan ya bu?”
“ Kalau dizikir sih sambil tiduran juga boleh Da.” Tidak biasanya ibu mendukung ayahku.
“  Iya kalau tiduran memang boleh tapi kan gak seperti ayah, dzikirnya seperti orang sambil garuk2 anunya.” Aku masih coba membujuk ibu.
“Coba ibu perhatikan deh, ayah kan duduknya kakinya selonjoran, trus dzikirnya ditaruh didepan anunya, kalau dari jauh kan seperti orang sambil garuk2 anunya bu. Itu gak sopan banget, kan saat dzikir kita meminta kepada Allah ya kita harus sopan bu, kalau ayah kan posisinya ‘saru’ banget bu.”
“ Iya juga Da, memang posisi ayahmu kalau dzikir kok dzikirannya ditaruh diatas anunya..” jawab ibu sambil matanya menerawang membayangkan posisi ayah yang aneh,” Gak bisa seperti ini Da, ayahmu gak sopan kalau dzikir. Nanti kalau saudara2 kita tahu gimana? Bisa malu ibu punya suami gak sopan !”
Ibu buru2 mematikan kompor dan menghampiri ayah, sementara aku buru2 masuk kamar sambil membayangkan perdebatan antara ayah dan ibu.

Aku berjanji pada hati ingin membuka kesadaran ayah.
Aku tak rela diusianya yang renta ayah dbohongi presidennya.
Pelan tapi pasti, setiap pagi, saat pikiran ayah masih segar, sambil berendam diember kakinya, kucuci otak ayah dengan memberikan photo2 Jokowi, tentunya dengan behind the photo-nya.
Ayah mulai berubah saat kuberikan photo Jokowi sedang berbicara dengan suku Anak Dalam.
Kuceritakan pada ayah bahwa suku Anak Dalam itu bukan suku terkebelakang lagi, tapi sudah membaur dan sudah pakai baju dan sudah banyak yang punya motor malahan.
Tapi saat Jokowi datang oleh pengawal2 jokowi ( aku zoom potongan rambutnya yang cepak khas ABRI ), mereka dikumpulkan dan diberi arahan.
Hasil akhirnya mereka diphoto dalam keadaan cuma memakai Kancut saja.
Yang pasti ayahku makin berubah saat dia melihat photo kebakaran di Banjarmasin.
Jokowi di photo dengan back ground hutan yang dibakar 2 atau 3 hari sebelumnya, sementara disampingnya ajudannya tertunduk malu dan jengah.
Kubacakan cerita2 yang melatar belakanginya.
Pusat kebakaran dimana yang didatangi dimana.
Mata ayahku terbuka sekarang.
Pelan tapi pasti ayahku bukan kaum kecebong lagi.
Alhamdulilah.
Tak rela lahir batin bila ayahku juga termasuk dalam kelompok orang2 yang bodoh, memuja tanpa mengerti maknanya memuja, tanpa mengerti alasannya memuja.
Sekarang kalau ada Jokowi di TV, ayah tetap melihat TV tapi dengan sikap yang kritis.
“ Tuh Lihat Da, Jokowi jadi pemimpin upacara masak matanya plirak plirik. Dulu waktu pak Harto memimpin upacara matanya gak plirak plirik gitu, tegas. “
Ayah memaksaku duduk didepan TV dan melihat mata Jokowi.
Kalau ayah sudah memaksa seperti ini aku merasa menyesal sekali mencuci otak ayah tentang Jokowi.
Dulu ayah menikmati kemegahan dan kekaguman pada Jokowi hanya seorang diri, sekarang ayah selalu minta didampingi, padahal aku alergi TV.
Sekali dua kali aku  pakai koyo dipelipis biar dikira pusing sehingga tidak perlu berdiskusi tentang Jokowi lagi, tapi lama2 trik itu ketahuan juga saking seringnya aku pakai koyo, syukurlah akhirnya ide ku datang juga.
Posisi kursi kurubah hingga cuma 2 kursi yang ada didepan TV, untuk ibu dan ayah, tidak kusediakan kursi lainnya, kecuali kursi plastik untuk selojoran kaki ayah.
Alhamdulilah akhirnya aku selamat juga.
“ Da.....sini Da, itu menteri keuangan Sri Mulyani apanya menteri sosial ya Da?”
“ Memangnya menteri sosial siapa namanya Yah?” aku malah bertanya balik.
“ Menteri sosial yang pakai jilbab Da, itu kok namanya sama dengan sri Mulyani, sama2 Indar Parawansa, apa satu keluarga ya, kalau adik kakak gak mungkin menurut ayah, soalnya sri Mulyani cakep kalau yang satu lagi, siapa namanya itu, mukanya kan seperti rakyat jelata.”
Buru2 ku google, karena jujur mana kutahu nama menteri sosial, hasil kerjanya saja tidak kelihatan padahal Indonesia kan negeri yang penuh dengan musibah.  
“ Menteri sosial namanya Khofifah Indar Parawansa, kalau menteri keuangan itu namanya Sri Mulyani Indrawati. Mana ada namanya sama? Ayah salah lihat berarti.”
“ Oh namanya bukan Sri Mulyani Indar Parawansa ya? “
Berbicara dengan ayah kadang mengesalkan karena ayah selalu merasa benar.
Perlu waktu lama dan rutin merubahnya untuk mengubah ayah.
Tapi kadang kesalahan ayah, kekurang pendengarannya bisa mengubah hari2ku menjadi penuh tawa, sebelum aku sadar diri, bahwa akupun mempunyai penyakit yang sama dengan ayahku, kurang pendengaran.
Kalau sudah sadar diri biasanya aku langsung termenung lesu seharian.
Memang satu yang pasti dalam hidup ini, menjadi tua dan....mati.

Komentar

Postingan Populer