TAHUN AJARAN BARU, INGATAN MASA LALU....



Dear Diary,
Tanpa terasa Dini sudah hampir 3 tahun menjadi anak angkatku.
Kulihat dia sedang merapikan buku2 baru untuk dipergunakan semester ini.
Buku lamanya saat di kelas 1 SMK ALQI dikeluarkan.
Setumpukan tinggi.
Waduh pasti bakal dibuang deh,  dugaku.
"Mau dikemanain buku lamanya Din" tanyaku.
"Mau ditaruh aja bu, buat coretan ibu kalau mau suruh Dini kepasar." Jawabnya.
Wah keren banget, cuma belanja beli ikan asin dan cabe rawit saja harus sobek2 buku bertulis CAMPUS didepannya.
Itu kan buku mahal.
" Coba bawa sini Din, kita periksa masih banyak yg kosong gak. Kalau cuma terpakai sedikit kamu tekuk saja halamannya buat pembatas, jadi untuk semester ini kamu tinggal teruskan catatannya. Kamu tahu gak kenapa ibu suruh kamu seperti ini?
Pertama biar kamu gampang menghafalnya kr ada dalam 1 buku, kedua karena buku2 ini mahal. Ibu kan sdh pensiun makanya kita harus  lebih berhemat. Sini bawa semua buku2 lama kamu."
Menyuruh Dini harus selalu disertai penjelasan agar dia mengerti, soalnya kalau tanpa penjelasan dia suka buat penjelasan sendiri sesuai keinginannya.
Pernah aku suruh Dini tidak ikut pelajaran Pramuka karena pulangnya sampai sore.
Aku tidak menjelaskan bahwa alasanku tidak membolehkan Dini ikut Pramuka karena setahun kemarin dia ikut Pramuka sampai hitam kulitnya ternyata tidak tercantum di raport.
Sia2 kan ?
SMK ALQI yang terletak didekat Polres Bogor itu memang sekolah yang aneh bin ajaib.
Pelajaran yg tidak ada malah tercantum di raport dengan nilai tinggi, lha giliran Pramuka yg buat kulit Dini hitam malah tidak ada nilainya.
Sayangnya aku tidak memberi alasan, kupikir dia sudah tahu karena aku bolak balik berceloteh tentang betapa sia2nya belajar Pramuka tapi tidak mendapat nilai.
Jadilah Dini membuat alasan model sakarepmu dewe, dia bilang bahwa dia tidak diperbolehkan ikut Pramuka karena pulangnya sore dan ibu takut sendirian dirumah karena banyak setannya rumahnya.
Hello...setan dirumah ini dan aku itu kan sudah berteman dengan akrab, jadi mana mungkin aku takut dirumah sendiri ?
Lagipula sesama setan dilarang saling menakuti bukan?
Mungkin karena selama ini aku selalu melarang Dini bila ada kegiatan berkemah atau bermalam diluar rumah jadi dia berkesimpulan seperti itu.
Yah jadilah sejak itu setiap memberi perintah aku selalu menjelaskan alasannya.

Dear Diary,
Aku dan Dini periksa bersama2 semua buku catatan tahun lalu Dear Diary..
Bagaimana bisa pintar murid sekolah disana kalau pelajaran selama 1 tahun cuma berisi 3 halaman bolak balik, paling banyak cuma 5 halaman.
"Kok tulisannya sedikit Din ? Kamu setahun cuma belajar dan nulis 3 halaman?" Tanyaku takjub banget.
" Kan ada LKS bu, jadi semua belajar dr LKS."
Okelah ada LKS walau aku tahu LKS itu lebih tipis dari buku panduan kipas angin merk Krisbow idolaku.
Ku ajari Dini melipat kertas dibukunya, ternyata semua bukunya masih bisa dipakai.
"Sudah kamu pakai buku yg lama saja dulu, buku barunya disimpan saja dulu. Kamu jadi gampang kalau mau mengulang2 dan menghafal pelajaran lama."
Enaknya punya anak angkat ya beginilah, no complain.
Kalau dulu anak2ku disuruh pakai buku lama bisa nangis 7 hari 7 malam mereka minta buku baru.
Dulu kami juga pakai buku lama sebenarnya, hanya mensiasati dengan menjilid ulang, jadi seolah2 kami membeli  buku baru.
Aku ingat biasanya kami, maksudku, aku dan si semprul mengerjakannya didalam kamar, dalam kamar terkunci dan jendela tertutup rapat.
" Jangan ganggu ibu dan bapak ya, ibu sama bapak mau pacaran. Kamu pada main saja kerumah bude sama bule sana." Perintahku tegas.
Saat masih kecil mereka memanggilku ibu dan bapak, bukan mamam dan bapak.
Aku suruh pembantu2ku menggiring anak2 kerumah sebelah, rumah kakak2 dan adiknya si semprul.
Tetap saja anak2ku penasaran, mereka mengintip dari jendela2 kaca dikamarku.
Segera kututup jendela.
"Yuk pergi mas Jati, bapak sama ibu gak bisa diintip, lagi pacaran. Pasti lagi cium2an deh." Kudengar suara Dea si tengah yang paling bandel mengajak kakaknya kerumah sebelah.
Anjrit, anak sekecil itu tahu2an ciuman segala macam.

Dear Diary,
Dikamar bermodalkan hekter, pembuka hekter, sampul buku warna coklat dan sampul plastik transparan serta lem kertas, kami  berdua bersimpuh dilantai.
Biasanya si semprul bertugas mencongkel bagian tengah buku yg di hekter dan memilah2 halaman2 yang kosong.
Lumayan, dari 2 atau kadang 3 buku bisa tercipta 1 buku baru setelah dihekter dengan rapih kembali.
Tugasku biasanya memakaikan sampul coklat dan sampul plastik dengan rapih dan memberi nama dengan tulisan tanganku yg lebih rapih dari tulisan si semprul.
Semua buku terlihat baru dengan sampul coklat dan dilapisi plastik.
Setelah buku2 baru tercipta, kami hitung kembali dan segera muncul jumlah buku yang harus dibeli kelak.
Buku barupun kami sampul seperti buku yang lainnya sehingga terlihat rapih.
Bersuamikan orang hemat memang kadang membuat kita ikut2an hemat tanpa sadar.
Dalam diam kupandangi Dini, kubayangkan ketiga anak2ku, betapa dulu mereka tak pernah dengan mudah dibelikan buku baru oleh si semprul.
Maafkan ibu anak2ku, bukan ibu tak mampu membelinya, tapi bapakmu itu kan rajanya pelit...

Untuk sepatu karena ukuran sepatu Dini sama denganku dan si bungsu, jadi tak masalah, selalu ada sepatu lungsuran untuk dihibahkan.
Dini kuberi pengertian agar sepatu lamanya yang masih baik diberikan kepada tetangga sekitar yang anak yatim.
" Kamu harus belajar memberi Din, daripada sepatu bertumpuk2 gak dipakai akhirnya malah rusak karena lapuk. Kamu juga kan dapat amalnya juga" kataku.
Padahal sih alasan pastinya selain agar Dini belajar beramal juga karena rak sepatuku sudah penuh.
Aku juga bingung, kenapa bisa masih penuh?
Padahal semua sepatu2ku sudah dihibahkan entah ke siapa, toh aku sudah tak mungkin lagi pakai sepatu koboy atau high heel bertali2 wong kakiku sudah kena asam urat.
Semua usaha, semua pertengkaran2 dengan suami2ku karena aku keranjingan memesan sepatu rasanya sia2 karena akhirnya toh sepatu2 itu tak ada lagi.
Aku menyesali sikap egoku yang selalu ingin memesan sepatu setiap ada photo sepatu keren di majalah.
Disuatu waktu aku bahkan pernah mempunyai 53 pasang sepatu, sementara si semprul hanya 2 pasang sepatu, sepatu butut khusus buat menyetir dan sepatu bagus buat kerja yang tidak pernah dipakai kerja saking takut rusaknya kalau dipakai.
Untuk anak2ku selalu kubeli sepatu dengan merk pilihan mereka sendiri.
Itu kalau membeli sepatunya hanya denganku.
Tapi kalau saat membeli sepatunya bersama si semprul anak2 pasti hanya dibelikan obralan sepatu BATA di pabriknya langsung di Kalibata sana yg sekarang beralih menjadi apartemen, rebutan dengan pembeli lainnya, mengorek2 sambil mencari pasangan sepatunya.
Sudah capek2 rebutan ternyata tidak sesuai ukurannya.
Hadeuhhhh....betapa tidak adilnya sikapku.
Yah masa lalu tentang sepatu memang tidak indah untuk dikenang karena ketidak adilanku.

Dear Diary,
Buku, sepatu, alat2 tulis sudah kubeli untuk Dini.
Aku tak perlu beli tas lagi karena saat pindahan kemarin si bungsu menghibahkan tas2nya.
Rupanya gaya tomboynya akan berganti dengan gaya wanita dewasa.
Dia sedang cuci gudang kulihat.
Tas ransel mahal yang kubeli untuk si bungsu juga dihibahkan untuk Dini.
" Van kok tas ranselnya dikasih Dini, kan mamam naksir. Kenapa gak dikasih ke mamam sih?" Kataku dengan wajah sedih.
Asli sedih, bukan pura2.
" Dini kan lebih membutuhkan buat bawa buku2 pelajaran. Mamam kan gak butuh ransel. Nenek2 masak pakai ransel." Jawab si bungsu.
" Mamam juga bawaannya berat kalau ada Pengajian ke mesjid. Bawa Al Quran, bawa buku, dompet, kantung uang recehan, aqua dan gorengan."
" Yee lagian gak cocok kali sama penampilan mamam.
Sudah pakai jilbab panjang, baju ngelengser di jalanan pakai bawa ransel lagi. Nanti tetangga2 nyangka mamam mau kabur dari rumah. Jangan buat penampilan aneh deh."
Salahkah aku kalau ingin ke Pengajian dengan dandanan seperti itu?
"Rasanya mamam sering lihat wanita bersyarii memakai ransel mamam lihat fine2 saja penampilannya." Aku tetap ngeyel.
" Tapi cewek itu kan gak berbobot 105 kg dan asam urat mam. " celetuk si bungsu sambil tertawa garing.
Aku cuma tersenyum kecut.
Kalau sudah dikaitkan dengan bobot tubuhku aku memang cenderung langsung diam.
Dalam hati aku  berjanji akan kembali membeli ransel model itu.
"Pasti mamam mau beli kan? Vani bisa tebak jalan pikiran mamam. Gak bakal ketemu mam, waktu itu Vani belinya pas juli kemarin keluar negeri. He he he "
Kampret benar.
Pantas aku tak ingat2 beli dimana itu ransel
Ya sudahlah, memang sudah rejekinya Dini.
Lagipula aku belum siap digosipkan kabur dari rumah karena pakai tas ransel.
Menjadi wanita tua itu banyak pantangannya ternyata...

Komentar

Postingan Populer