DUNIA SEPI PENDERITA TULI :


Dear Diary,
Aku seringkali mendengar ibu dan ayahku bertengkar diusia tua mereka.
Ibu menuduh ayah selalu membentak2 dan melotot saat berbicara, sementara ayah tidak merasa membentak2 ibu.
Saat ibu curhat ttg ayah, aku seringkali mengingatkan ibu bahwa ayah tidak berniat membentak2 ibu, tapi memang begitulah adanya karena ayah telinganya memang tidak begitu mendengar. 
Bagi orang yg tuli atau agak tuli berbicara memang harus agak kencang karena mereka menganggap kl tidak kencang orang lain tidak mendengar, seperti kondisi mereka.
Tapi begitulah ibu, saat ini mengerti sebentar kemudian marah2 lagi karena ayah tidak mendengar saat diajak bicara.
Kasihan ayahku.
Kasihan juga ibuku karena emosinya sia2, tidak didengar dan dimengerti ayah.
Seandainya saja ibu lebih mau menyadari bahwa ayah bukan ayah yg dulu, percakapan mereka mungkin akan lebih berarti, tidak cuma searah.

Dear Diary,
Sejak tahun 2000an, tiba2 telingaku seperti kemasukan air.
Sudah kupancing dengan memasukan air ke telinga dan mengeluarkannya lagi, tapi tetap tidak bisa.
Lama2 seolah2 kudengar bunyi gemerisik ditelinga kiriku.
Tak tahan menderita seperti itu aku ke dokter THT di jl proklamasi.
Masih belum puas aku berobat lagi ke RSPP dan RS  Puri Cinere.
Hasilnya ternyata sama: fungsi pendengaranku sebelah kiri hanya 50 - 60 % saja.
Aku terkejut dan langsung merasa rendah diri. Berhari2 aku cuma bengong memandangi hasil uji labs.ku.
Aku tuli Tuhan.
Ya Allah, aku budek, aku torek.......

Dear Diary,
Sejak saat itu aku ikut kursus membaca gerak bibir.
Sayangnya guru kursusku merasa dirinya cassanova.
Sambil memberi kursus dia juga pegang bibirku katanya untuk mempraktekkannya, dia juga pegang tanganku untuk mempraktekkan gerak tangan.
Please deh, dalam hati aku berkata, itu kan sambil menyelam minum air !
Baru 2 x kursus aku langsung keluar karena tak tahan dipegang2.
Catatan: Tahun 2000 itu aku masih segar bugar Dear diary, jadi banyak yang masih menyayangi dan mengasihaniku.

 

Dear Diary,
Tidak terasa, aku si budek sebagian ini sudah 18 tahun menderita penyakit pendengaran.
Mendengar gosippun agak kurang nikmat kr  harus dengan suara agak kencang, tidak bisa berbisik2 lagi.
Suasana kantor yg saling menggosipi tidak begitu kudengar kr aku memang kurang mendengar.
Kadang aku tertawa dlm hati kl.mendengar komentar teman2 bahwa aku mempunyai sikap yg cuek dan tidak peduli.
Bagaimana aku bisa peduli kl telingaku tidak mendengar sebagian?

Yang paling menyedihkan saat komunikasi dg anak2.
Saat berdiskusi kadang terdengar komplain "ngomongnya gak usah bentak2 knapa sih mam? " atau " bisa gak sih ngomongnya gak pakai teriak2 mam?!"
Saat kujelaskan bahwa gaya bicaraku memang seperti itu karena kupingku memang kurang mendengar, anak2 tetap tak mengerti apalagi berusaha mengerti. 
Bahwa bagi si budek ini, dunia begitu hening, kalau mereka tidak kencang bersuara mereka khawatir tidak ada yg mendengar suara mereka.
Bukan maksud mereka bersuara keras.

Dear Diary,
Sejak tahun 2000, aku mengerti perasaan ayahku disalah pahami setiap bersuara.
Aku merasa betapa sakitnya hati ayah tidak dimengerti ibu, seperti aku tidak dimengerti anak2ku.
Dunia orang yg tidak mendengar, walau sepertiku cuma 50 % tuli, itu tetap saja dunia yg hening.
Tak ada musik lembut yg bisa kudengar.
Semua harus keras terdengar.
Tak ada bisik2 yg mampu kudengar.
Adakah mereka yg bisa mengerti dunia sepiku?
Rasanya ingin berteriak karena selalu disalah artikan.
Tak mampukah mereka membaca mimik mukaku selain mendengar suaraku?

Kini aku mengerti ayah.
Dunia sepi kita memang selalu disalah arti ayah....

Komentar

Postingan Populer