KETIKA AKU DAN TEMAN2KU PERGI KERUMAH DUKA, MAKA INILAH YG TERJADI :
Sabtu jam 13.00 kuterima kabar bahwa jam 12.55 temanku Shinta, wakil pemimpin BNI Cabang Tanjung Priok meninggal dunia di RS Mayapada krn infeksi saluran pernapasan, paru2nya ditumbuhi jamur.
Segera kami, aku dan teman2 yg agak dekat saling berjanji kerumah duka dan ikut kemakam sore ini.
Janji jam 16.00 akan ketemuan di stasiun Bojong Gede utk naik kereta ke Tanjung Barat.
Tapi jam 16.00 sore, disinilah aku.
Masih dikamar dengan tumpukan pakaian yg menggunung bekas uji cobaku, tak terpakai dan tak muat dibadan.
Kucari pakaian yg muat dan tidak menonjolkan dadaku.
Tidak ada.
Terpaksa kupakai pakaian anakku yg tertinggal.
Serba hitam.
Akupun terbirit2 mencari angkot yg tidak bau dan disambung tukang ojek yang terasa harum bunga.
1 jam lewat 30 menit kemudian, baru aku sampai dititik pertemuan.
Untungnya Yanti dan Tati temanku itu termasuk manusia "sabar tanpa syarat".
Kalau aku menunggu selama itu pasti aku sudah kabur duluan atau paling tidak meledak2 seperti mercon Cap Go Meh.
Dengan menggunakan Waze dan GPS Tati memandu jalan.
Memang canggih temanku itu.
Kami hanya tersesat berputar dijalan sempit beberapa kali.mungkin sekitar 5 kali, berputar balik 4 kali dan salah belok 2 kali.
Begitupun Tati dengan mantap dan meyakinkan masih bilang "gak apa2 bu, tenang saja.
Tadi saya cuma salah belok saja kok, tinggal putar balik saja. Kita sampai rumah mbak shinta 55 menit lagi. Percaya deh bu."
Walaupun dongkol salah lagi dan berputar lagi, herannya aku dan Yanti percaya perkataan Tati, kami akan sampai rumah duka 55 menit lagi.
Mungkin kr kami menumpang mobilnya.
Atau mungkin juga saat bilang itu dia menyuarakan dg suara keras dan agak melotot sehingga kami ketakutan dan terintimidasi.
Tapi tetap saja kami percaya kebohongannya.
Beda sekali dengan Jokowi.
Saat Jokowi bilang ekonomi akan meroket september karena penyerapan anggaran dimulai juli, kami dan rakyat lain tidak percaya dan Jokowi pun dijadikan bulan2an di media.
Mungkin kr seringnya kami, rakyat maksudku, dikibuli Jokowi.
Beda dengan Tati.
Dia hanya bila perlu saja berbohong, kalau terpaksa, itupun korbannya hanya suaminya atau anak bungsunya, Hilmi.
"Sebentar ya nak, ibu sudah mau jalan pulang kerumah. Jangan bolak balik nelpon ibu dong, ibu kan lagi setir mobil. Nanti bahaya."
Itu contoh white lies temanku, padahal jelas2 kami pakai supir pak syukron, dan jelas2 kami baru berangkat.
Ketar ketir aku dan Yanti saling memandang. "Sebentar lagi Tati pasti ngibulin kita deh".
Itu arti pandangan ku ke Yanti.
Syukurlah, kami tiba dirumah duka 55 menit kemudian, sesuai janji Tati.
Sayangnya almarhumah sudah dimakamkan selepas mahrib tadi.
Kamipun langsung kerumah duka dan menemui keluarga almarhumah.
Menjadi tamu tak dikenal memang menguntungkan. Aku bisa jadi pemerhati, memperhatikan wajah2 dan berusaha menafsirkan artinya.
Kuperhatikan wajah sedih, putus asa dan shock bercampur baur diwajah ibunda almarhumah.
Kulihat wajah suami almarhumah yang sedih, agak linglung namun lega.
Ada wajah ringan tanpa beban anak bungsu almarhumah.
Ada juga wajah sedih dan shock dr Audi anak kebanggaan almarhumah.
Betapa anehnya dunia pekerja kantoran dikota besar.
Aku tahu tentang Audi dan kebanggaan almarhumah dr status2 yg ditulis almarhumah di HPnya.
Aku bahkan tahu temanku yang lain mau cerai atau yang sedang galau karena senantiasa jomblo dr statusnya.
Kami semua mungkin tahu keluarga dan kondisi keluarganya hanya dr status yg ditulisnya.
Sungguh berbeda dg kondisi di daerah.
Mereka bisa saling kenal dg keluarga teman melalui silaturahmi, saling berkunjung atau saling berkumpul.
Kami dikota besar, saling mengunjungi terjadi hanya bila ada Kematian.
Ironis sekali.
Ternyata almarhumah Shinta disenangi banyak orang.
Yg datang bukan cuma teman2nya di BNI tapi juga dr komunitas kereta CL Tangerang - Jakarta Kota.
4 chinese wanita cantik menangis tersedu2.
Kuakui almarhumah selalu berbicara dg santun dan lembut, dua hal yg tak kupunyai.
Disudut sana kulihat TB Ardi sedang duduk.
Tadinya kami sepakat utk datang dan ngobrol dipojokannya.
Tapi saat kami lihat siapa orang disebelahnya, kami mundur.
Disebelahnya ada mantan wakil pemimpin kami.
Dia menyebalkan, percayalah, dulu pd saat masih menjabat dan juga sekarang setelah pensiun.
Tangannya yg gratilan suka menyentuh area2 pribadi wanita bawahannya, suka gratisan dan selalu minta disediakan sarapan pagi dan makan siang secara gratis, belum lagi ucapan2nya kerap menyakitkan dan menohok jantung.
Kami menghindarinya seperti kami menghindari virus mematikan.
Saat pulang, kedua temanku terburu mencari kamar kecil kr ingin buang air kecil.
Syukurlah, keduanya punya perasaan malu dan tidak ijin kekamar kecil dirumah duka.
Saat ada pompa bensin keduanya langsung berlomba saling mendahului.
Aku hanya bisa berdoa agar tidak terjadi pertumpahan darah mengingat Tati bertabiat ngotot ingin duluan buang air kecil sementara Yanti bertabiat ngeyel tak mau menyerah.
Syukurlah, mereka berdamai dan semuanya tersenyum lega dan puas saat keluar dr kamar kecil.
Dalam perjalanan pulang, walaupun aku kelaparan dan perut Yanti kudengar keroncongan, kami tak berani berhenti hanyan utk makan.
Kalau normal 55 menit perjalanan aku akan sampai rumah jam 10 atau 10.30 malam.
Itu waktu yg wajar, belum dihitung waktu untuk berputar balik dan salah berbelok.
Setelah naik ojek yg bolak balik nge rem sehingga dadaku membentur punggung tukang ojek, disambung naik angkot tanpa rem, jam 10.30 aku bisa sampai rumah.
Rumah pelabuhan terakhirku tidak terbuka sampai 30 menit kemudian.
Setelah pegal dan sakit kakiku menendang nendang pintu gerbang, setelah aku dan tetangga sebelah koor bersama meneriakkan permohonan dibukakan pintu, barulah pintu terbuka.
Malam ini Shinta telah dimakamkan.
Menjelang tidur aku cuma bisa berdoa, agar bilapun hrs meninggal entah kapan, aku diambil dlm keadaan khusnul khotimah.
Selamat jalan Shin...
Innalilahi wainnailaihi rojiun.
Komentar
Posting Komentar