KORBAN DOLAR : BANG UCUP PUN PERGI.

Dear Diary,
Hari ini, barusan, Selasa 11 September 2018, saat malas mendera buat ke pasar, bang Ucup selalu menjadi pilihan utama.
Lha cuma beli sayur asem dan bumbu dapur saja masak harus ke pasar?
Sudah lama aku tidak  belanja ke bang Ucup, sejak aku dipanggil "bu haji yang pakai daster pink terus ".
Sebel banget.
Bila aku perlu belanja sedikit aku selalu suruh Dini, eh ternyata Dinipun mengalami nasib yang sama, dia selalu dipanggil "anak Pramuka" setiap dia belanja ke bang Ucup.
" Dini sebel bu, masak wak Ucup kalau manggil Dini "anak Pramuka" terus setiap ketemu. Kalau gak manggil "anak Pramuka" dia manggil Dini "anaknya Didin", padahal dia kan tahu nama Dini, duku Dimi aering main sama anaknya."
Dini memanggil bang Ucup sebagai Uwak, katanya bang Ucup itu  pernah uwak dibidang persaudaraan dengan keluarganya.
Menurutku sih semua orang yang lebih tua dari bapaknya selalu dipanggil Uwak oleh Dini.
Gak masuk akal banget,  bang Ucup kan kaum pendatang dari Sukabumi, uwak darimana?
" Gimana bang Ucup gak manggil kamu anak pramuka lha kamu kemana2 pakai rok pramuka. Memangnya gak ada rok lain apa? Kan ibu beliin rok dan celana pendek kamu banyak, belum yang dari mbak Vani, dipakai dong. Kalau kamu gak pakai,  besok ibu jadikan kain pel semua. Lagian masih mending kamu dipanggil  anak pramuka, lha ibu dipanggil "bu haji yang pakai daster pink  terus", padahal ibu kan sudah ganti daster warna2 lain. Dulu ibu beli daster pink selusin makanya kelihatannya pakai daster pink terus. Percuma saja ibu beli daster baru banyak, warnanya beda2, ibu ganti2 tiap hari cuma buat pamer didepan bang Ucup."
Aku ikut2an kesal juga setiap ingat bang Ucup.
Pokoknya kalau tidak terpaksa malas untuk belanja di bang Ucup.
Titik.

Dear Diary,
Barusan tadi aku dapat laporan dari sekelompok ibu2 yang bergerombol ditempat bang Ucup biasa mangkal, kalau bang Ucup sudah seminggu pindah ke Sukabumi.
" Maksudnya gak kontrak disini lagi bu?" tanyaku kecewa.
" Iya dia pulang ke kampungnya di Sukabumi. Katanya modalnya sudah habis bu haji, semua2 serba naik. Dia bilang hari ini dia jual ayam 38 ribu sekilo eh pas dia belanja  besoknya sudah naik jadi 40 ribu sekilo. Hari ini dia beli pete 1 papan 4 ribu eh besoknya sudah naik jadi 10 ribu. Belum lagi banyak ibu2 disini yang belanjanya hutang. Pas disamperin eh sudah pindah kontrakan."
" Kok tega sih, kan bang Ucup modalnya cuma sedikit." aku sedih dengarnya.
" Yang lebih sadis lagi itu bang Ucup kan sering salah kembaliin uang bu haji, matanya kan buta sebelah, yang sebelahnya lagi sekarang kena katarak, jadi dia suka salah kembaliin. Banyak yang diam saja kalau kembaliannya lebih, saya gak habis pikir apa gak pada kasihan sama bang Ucup ya bu haji ?"
" Mungkin ibu2nya kesal sama bang Ucup, kan bang Ucup kalau manggil orang suka seenaknya. Anak saya si Dini saja masak dipanggilnya  "anak pramuka", anak saya sebel banget sampe'an. Kalau disuruh belanja kesini dia suka ogah2an."
" Kan Dini memang sering banget pakai baju pramuka bu haji."
Kampret banget  ini orang ngeyel.
" Saya masak dipanggil "bu haji yang pakai daster pink terus"? Apa saya gak ganti2 dasternya ?"
" Maafin aja bang Ucup bu haji, kan matanya cuma satu yang lihat, itupun katanya cuma bayang2."
Aku baru sadar kalau bang Ucup memang mata yang satunya tertutup, pantas dia suka memandang sebelah mata padaku.
" Jadi sebenarnya bang Ucup berhenti jualan karena matanya gak melihat, modalnya habis atau karena harga2 pada naik nih ?" aku penasaran saking banyaknya alasan penyebab bang Ucup pergi meninggalkanku.
" Karena harga2 pada naik bu haji." hampir serempak ibu2 yang kuajak ngobrol menjawab.
" Kalau ibu2 yang ngemplang hutang kan palingan 1 dua saja, yg jahat dan mau menerima kembalian lebih juga palingan dia2 juga, tapi yang buat bang Ucup berhenti jualan karena modalnya habis, hari ini seribu besok lima ribu, ya tekorlah dia."
Oke, jadi jelas, bang Ucup pergi karena jadi korban harga2 naik.
Itu saja yang ingin kutahu.
Bang Ucup orang yang kukenal adalah korban ekonomi yang meroketnya Jokowi.
Tukang sayur nyentrik yang berjualan sesuka hatinya itu ternyata tidak nyentrik, dia tidak jualan karena modalnya habis.
Aku salah duga.
Dia kembali berjualan setelah modalnya terkumpul lagi.
" Pergilah bang Ucup, jangan berjualan sayur dulu kalau rezim ini belum berganti dan harga2 kembali murah", cuma itu yang mampu kudoakan sambil membayangkan daster warna hitam yang belum pernah kupamerkan ke bang Ucup.

Dear Diary,
Betapa aku telah berburuk sangka selama ini.
Selalu menganggap dia tukang sayur sombong karena suka menganggap remeh dan sebelah mata kepadaku, ternyata memang matanya benar2 cuma sebelah.
Tiga tahun berlangganan sayur tidak membuatku mau dan mampu melihat kekurangan2 bang Ucup.
Jadi sebetulnya, siapa yang memandang sebelah mata?
Aku atau Bang Ucup?
Aku cuma bisa terpekur, meratapi ketidak pedulianku pada bang Ucup ku.
Maafkan aku bang Ucup.

Komentar

Postingan Populer