TERPURUKKU DISINI
Dear Diary,
Hari ini sabtu 9 september 2017 benar2 mengharu biru hati dan dompetku.
Berangkat jam 9 dengan setengah hati karena meninggalkan cucu gantengku melambai2kan tangan dengan tersedu2 sambil berteriak2.."emak....mak.....huuu...emak...".
Walau aku sayang si ganteng itu, tetap saja aku tersipu malu melihat supir Grab Car memandangku heran.
Tanpa ditanya aku memberi penjelasan "itu anak ganteng cucu saya pak. Dia manggil saya emak karena ikut2an film Upin Ipin. Kalau saya sih gak mungkin punya anak kecil lagi. Lagian anak2 saya manggil saya mamam bukannya emak. Gak tahu itu anak kenapa jadi emak2an begitu ya."
Sebetulnya masih banyak yang aku mau jelaskan pada supir Grab itu, sayangnya si bungsu sudah keburu mendelik sambil bilang " gak perlu penjelasan kali mam supirnya gak nanya juga kok."
" Bukan van, ibu gengsi aja dipanggil emak." Kataku sendu.
Meninggalkan belahan jiwa yg baru kutemui setelah setahun berlalu itu sangat berat buatku.
Sayang tiket pesawat PP sudah kadung dipesan jauh2 hari.
Yah sudahlah, gumamku dalam hati, aku cuma bisa minta maaf dalam diam sambil bolak balik merewind video2 lucunya si ganteng belahan jiwaku.
Dear Diary,
Rasanya aku seperti ubur2 terkena panas Semarang.
Bayangkan, aku pakai baju ungu andalanku yg panas dan tebal dengan panjang menyapu lantai bandara, serta jilbab syarii yang mencekik leher karena kududuki.
Baju ungu itu memang andalanku satu2nya karena aku tidak punya baju yang layak buat dianggap keren.
Diruang tunggu bahkan dipesawat rasanya panas pol.
Kalau tidak ada si bungsu aku pasti sudah komplain saking panasnya.
Saat masuk ruang tunggu, saat masuk pesawat, kami sudah ditanya apakah ada yg sedang hamil atau sakit?
Baru aku mau mengaku sakit, si bungsu buru2 menjawab "gak mbak, gak ada yg hamil dan sakit kok."
Aku penasaran.
Selain karena merasa aneh, biasa naik perusahaan lain gak pernah ditanyakan sakit atau tidak padahal aku jalan tertatih2, kok diperusahaan penerbangan NAM anak perusahaan Sriwijaya Air itu bolak2 tanya tentang itu.
" Makanya mam jangan gemuk2 tuh disangka hamil jadinya." Si bungsu mulai membuka peperangan.
" Van, dari jarak 10 kilo orang2 juga tahu kalau mamam sudah tua. Mana ada orang tua hamil.? Itu dia bertanya maksudnya nanya kamu, hamil atau gak. Itu kamu kan bajunya kesannya seperti orang hamil." Tentu saja aku tidak mau kalah.
"Lihat tuh dikaca" dibandara disetiap sudut kulihat kaca, mungkin agar penumpang pesawat rapi jali," iya kan gelembung gitu. Makanya nanya2 dulu ke mamam kalau mau beli baju."
" Iya ya mam, aku kayak orang hamil ya?"
" Pasangan bajunya dirubah2 sih jd kesannya beda."
" Vani mau ganti baju dulu ke toilet ya mam."
" Sudah gak usah, tanggung, sudah tinggal duduk saja kok."
Al hasil selama masuk ke pesawat, aku pura2 perhatian pada si bungsu.
" Hati2 jalannya van, kasihan bayinya."
Pada cowok disebelahnya juga aku titip pesan "titip anak ibu ya, lagi hamil soalnya."
Makin kecut wajah si bungsu, makin bahagia hatiku.
Dipesawat aku duduk disebelah bapak2.
Biasanya aku meneliti wajah dan penampilan cowok itu, tapi krn sedang sedih membayangkan cucuku pulang, aku tidak peduli, pokoke yang penting jangan bau ketek, titik.
Mungkin karena ketulah ngeledek si bungsu, saat pakai seat belt, anjrit, gak muat.
"Bisa pakai seatbeltnya mbak" tanya bapak2 disebelah kiriku.
"Bisa kok, saya sudah biasa." Jawabku.
Disuasana lain aku pasti bahagia jungkir balik dipanggil mbak bukannya ibu atau tante.
Sayangnya aku sedang shock karena seatbeltnya gak muat walau sudah ku ulur.
Segemuk itukah aku ?
Ya Allah ya rabbi.
Aku menangis dalam hati, bahagiaku dipanggil mbak pun segera menghilang entah kemana.
Dear Diary,
Ubur2 inipun sampai di Semarang.
Saat mengambil bagasi beberapa kali aku dipandang dengan curiga karena salah mengambil koper.
Saking malunya aku bertanya agak kencang agar didengar mereka yg memandangiku dg curiga itu.
"Van, kita kopernya warna apa sih?"
"Kayak kopernya banyak aja mamam, kan kita punya koper cuma 3, biru,coklat dan ungu."jawab si bungsu ketus.
Kampret banget ini anak.
Rasanya 1 bandara tahu aku cuma punya koper 3.
"Bukan itu !!! Ini koperkan banyak, mamam bingung, kita kopernya yg mana?" Tanyaku tak kalah keras.
"Ya Allah mam, masak lupa sama koper sendiri. Yang warna ungu."
Aku lupa memakaikan pita dipegangan koperku.
Dulu itu tugas si semprul, memakaikan pita, dan mengambil bagasi sementara aku cuma berdiri dibawah AC.
Sampai letih memelototi ban berjalan koperku tidak lewat2.
Ada 1 koper yang berulang2 lewat didepan mataku.
Dengan malu2 aku tanya pada anak muda disebelahku.
"Maaf dek, itu koper warna ungu atau coklat ya?"
"Ungu tante. Mau saya ambilkan?"
" Tolong ya diambilkan dek. Rasanya itu koper ibu."
Ternyata benar itu koporku, ada tulisan American Traveller disisinya.
" ini tante, ungu warnanya kok. Memang kita melawan matahari tante jd terlihat seperti coklat warnanya."
Anak muda itu menjelaskan panjang lebar.
Ya Tuhan, kenapa anak sebaik dan seganteng ini tetap memanggilku tante walau aku sudah bolak balik membahasakan diriku ibu.
Apakah aku mirip tante girang nak, tanyaku dalam hati.
Atau jangan2 dia keberatan memiliki ibu sepertiku?
Dear Diary,
Urusan koper sudah beres.
Sekarang tinggal jemputan.
Mbak Asih si empunya hajat pernikahan yg rencananya akan mengirim supirnya menjemputku ke penginapan yang sudah dibookingnya ternyata tidak bisa kutelpon.
Sampai 2 kali aku ke information center minta agar diumumkan melalui car call bahwa aku menunggu di Dunkin Donuts tetap tidak membuahkan hasil.
Sudah 2 gelas oranye juice kuminum, 45 menit berlalu tanpa ada tanda2 yg menjemputku.
Kalau tidak ada sibungsu aku pasti sudah pesan tiket pulang langsung, sayangnya ada anakku.
Aku kan harus memberi contoh ibu yang sabar, bujaksana dan tidak pemarah.
"Van tolong pesanin hotel yang dekat simpang 5, gak usah ke penginapannya mbak Asih deh. "
" Mending mamam sabar deh, kan sudah disiapkan gratis lagi."
" Mungkin ini petunjuk Tuhan agar kita tidak berhutang budi sama orang Van. Malu juga ngerepotin mbak Asih. Lagian kan mamam sebetulnya gak suka juga gratis2 gitu. Sudah kamu pesanin pakai Traveloka saja biar dapat diskon. Pokoknya cari disekitar simpang 5 Van."
Kuserahkan semua permasalahan ke si bungsu berikut isi dompetku.
Aku tak mampu lagi berpikir jernih.
Bukannya malas, aku memang gaptek.
Memesan Grab Car atau Uber saja aku tidak bisa.
Sayangnya aku lupa kalau sifat si bungsu itu miniatur si semprul.
Rajanya pelit.
Akhirnya, Disinilah aku.
Menginap di guest house entah apa namanya, bahkan supir taxi bandarapun berkali2 salah jalan mencari jalan Berumbung 3 nomor 13.
" Kok bukan hotel Van. Gak ada pemandangannya Van." Aku mengeluh sedih membayangkan hanya bisa menatap jendela rumah sebelah.
"Ini sengaja Vani cari guest house, lebih murah. Kan kita cuma numpang tidur. Besok pagi kita sudah jalan2. Kalau soal pemandangan kan kita bisa ke mall mamam bisa lihat cowok2 di mall."
Ya ampun.
Pemandangan buatku kan bukan cuma cowok tapi tanaman hijau royo2, bunga2 indah memekar, kolan renang dan tubuh2 seksi irang berenang.
Aku cuma bisa diam.
Padahal selisih harga 400 ribuan sehari tidak membuatku jadi tambah miskin, toh cuma 2 atau 3 hari, keluhku.
Yah, jadi disinilah aku.
Terpuruk ku disini...
Komentar
Posting Komentar