AKU TAK SUKA TENTARA. TITIK !

Hari ini 5 oktober 2015 ABRI berulang tahun yang ke 70.
Dulu setiap kali berulang tahun selalu diisi dengan parade militer, dengan gagah menampilkan prajurit terbaik disetiap kesatuan.
Yang paling berkesan buat ibuku adalah hari ulang tahun ABRI di tahun 1964.
Saat itu ibuku sedang hamil anak ketiga.
Ibu yg belum saatnya melahirkan langsung kontraksi karena terkejut mendengar dentuman meriam dan pesawat terbang berputar2 di atas langit Jakarta.
Ibu menyangka ada perang, kr suasana saat itu memang sedang genting.
Adikku, Bambang Setiaji lahir disaat suasana perayaan itu, ditengah dentum meriam.
Bercerita tentang kelahiran Bambang, ibu setengah kecewa bercerita " ibu pikir adikmu bakal jadi tentara, kr lahir saat ABRI berulang tahun.
Ibu sering berdoa agar adikmu bisa menjaga keamanan, dan menjadi pejuang bangsa. Ternyata Tuhan menakdirkan lain..." kembali ibu menerawang dengan pandangan mata kosong, melamunkan Bambang, anak ketiganya.
Tak tahu ingin bilang apalagi untuk menyadarkan ibu kembali ke kenyataan, akhirnya aku bilang " Doa ibu bukannya gak tercapai kok bu. Bambang memang tidak jadi tentara tapi dia kan sekarang jadi Satpam. Di Lippo Bank lagi. Berarti sama2 menjaga keamanan, cuma dilingkungan yg lebih kecil. Keamanan di bank milik cina. Cina sekarang lagi nge tren lho bu. Bambang sama ABRI gak ada  beda bu. Sama2 seperti tentara bu, berambut cepak dan sama2 pakai seragam walau beda warna. Bambang sekarang juga jadi pejuang, tapi pejuang keluarganya. Berjuang buat anak istri."
Ibu hanya mendesah kecewa.
Aku menyambung "Dulu saat ibu berdoa tiap hari buat Bambang, ibu doanya gak lengkap sih, harusnya ibu berdoa agar Bambang bisa menjaga keamanan dengan pangkat kapten, kolonel atau jendral. Ibu cuma berdoa agar kelak Bambang bisa menjaga keamanan, Satpam kan jaga keamanan. Masih syukur Bambang bukan  Hansip bu."
Kalau sudah diledek seperti itu ibu biasanya langsung marah.
"kamu sama saudara memang gak pernah akur. Pantesan adikmu jadi Satpam, kamu sbg kakak doanya selalu jelek. "
Aku cuma diam walau heran kok jadi aku yg disalahkan.
Kapan aku pernah mendoakan adikku kok aku dituduh mendoakan yg jelek2.
Tapi biarlah.
Aku lebih suka ibu marah2 daripada melamun tak tentu arah.

Keluargaku merupakan keluarga tentara sampai garis keturunan kakekku, ayahnya ibu. Setelah itu putus.
Walau dibujuk rayu ibu agar mau menikah dg tentara dan mencari jodoh tentara,  aku tak pernah mau menuruti kemauan ibu. Aku benci tentara.
Dimataku mereka arogan.
Dari tingkatan prajurit bahkan.

Saat itu rumahku didaerah Bendungan, Cilodong, dekat dengan asrama tentara.
Banyak asrama2 tentara bertebaran disekitar situ.
Pernah saat aku berangkat kerja subuh2, aku didahului tentara2 yg sedang lari pagi dipimpin komandannya sambil bernyanyi penuh semangat.
Aku menepi sambil tetap berjalan.
Tiba2 tanganku disentuh oleh seorang tentara dibaris paling depan dan paling pinggir sebelah kiri.
Aku kaget.
Belum hilang kagetku, tentara2 lainnya semua kompak menyentuh tanganku sambil tetap menyanyi dan berlari dalam barisan.
Bayangkan!
Disentuh tangannya oleh 1 peleton tentara yg berlari tegap!
Aku menangis sesenggukan ketakutan.
Aku benar2 merasa terhina dan dilecehkan. Sejak saat itu aku selalu berangkat kerja bersama dg ayah.
Sejak saat itu pula, betapapun ganteng dan gagahnya seorang tentara, dimataku, dia hanya manusia arogan tak punya perasaan.

Saat itu, banyak teman2 wanita bekas teman sekolahku, yg tinggal di Cilodong dan  berpacaran dg prajurit yg ditempatkan di Cilodong, biasanya sih cuma Prada atau Pratu.
Pernah saat aku sedang main kerumah temanku, Ratna Suminar, biasa dipanggil Enok, pacarnya Dedi, yg tentara datang membawa temannya ingin menjodohkan aku.
Aku buru2 pulang dengan wajah masam.
Untuk seterusnya, temanku masuk daftar hitamku, orang2 yg tak perlu kutahu keberadaannya.

Aku makin tidak suka dengan tentara karena sering kujumpai tentara saat naik angkutan umum tak pernah bayar ongkos.
Saat dimintai ongkos mereka malah marah2. Bukan cuma marah, kadang memukuli kernet.
Rasanya tak pernah ada peraturan apalagi undang2 yg membolehkan tentara tidak membayar ongkos.
Yang paling membuatku benci adalah kejadian kaca pecah di bus Bintang Tiga jurusan Jakarta Bogor.
Saat itu setiap hari sabtu kantorku BNI masih masuk kerja tapi hanya setengah hari.
Saat aku pulang siang itu, aku yg duduk didepan pintu belakang tiba2 terbangun krn tubuhku perih.
Masih terkantuk2 kulihat bajuku dipenuhi pecahan kaca jendela pintu belakang.
Kulihat kenek bus Bintang Tiga sedang dipukuli seorang tentara setelah si tentara memukul pecah kaca pintu belakang.
Rupanya supir bus tidak mendengar teriakan si tentara dan kernet yang berteriak2 agar bus berhenti sehingga si tentara terlewat.
Betapa arogannya!
Sudah gratis gak pernah bayar, sombong pula pakai adegan memukul kaca dan sang kenek.

Aku benci tentara sungguh.
Terutama tentara arogan yg suka memukuli rakyat.

Sepanjang usiaku, pendapatku tentang tentara, kebencianku terhadap tentara tak berubah.
Belum ada peristiwa yg membuka mataku, yg menunjukkan bahwa tentara itu manusia, bukan dewa pemarah.

Aku selalu berharap tidak ada anak2ku yang menikah dengan tentara, jendral sekalipun.
Karena aku tidak suka tentara.
Apalagi menantu tentara.
Kecuali bila tentara itu bukan lagi dewa.
Entahlah.
Adakah tentara yg manusia biasa?

Komentar

Postingan Populer