HARI TERAKHIRKU DIKANTOR : 1-12-2015
HARI TERAKHIRKU DIKANTOR : 1-12-2015
Dear Diary,
Pagi itu anak lanangku datang menjemputku, memang dia sudah kuminta dengan penuh harap untuk mau mengantarkanku ke kantorku di pojokan Jakarta.
Biasanya aku hanya naik kereta api, tapi sudah seminggu ini kaki tuaku kembali berulah.
Jadilah aku diantar anak lanangku dan si bungsu.
Sepanjang perjalanan si bungsu ngomel2 gara2 ditegur olehku untuk tidak mengutak kutik laptopku.
Aku marah saat kuketahui semua konsep tulisanku ditambahi kalimat “karena aku gendut” disana sini.
Untung saja sesaat sebelum kucopy kedalam FB aku koreksi ulang.
Aku kecewa, sebagai sesama penggemar tulis menulis dia begitu tidak menghargai tulisanku.
Aku berjanji berulang2 pada anak2ku yang memberengut itu, bahwa ini hanya makan waktu sejam paling lama, karena aku hanya mengambil Surat Keputusan Pensiunku dan menemui temanku di ESR 1.
Sengaja aku meminta jam 10, karena kupikir jam2 seperti itu ruangan bu Emma pemimpinku pasti sudah sepi sehingga aku bisa tidak berlama lama disana.
Ternyata apa yang kuharap dan kutemui berbeda.
Saat aku sampai lantai 4, rasanya seingatku ruangan ini dulu bekas ruangan Divisi Administrasi saat Kantor Besar masih berada disini, suasananya memang sepi, tapi saat kulongokkan kepalaku dipintu ternyata masih banyak orang disana, para sales sedang menerima briefing dari Hendri.
Untungnya Ajum Bachtiar bekas salesku masih seperti dulu, matanya masih jelalatan saat melihat wanita, tua muda, jelek atau apalagi kalau cantik.
Jadi dia seperti yang kuduga pasti melihatku. Ya betul, Ajum langsung menghampiriku dengan mata penuh kesedihan dan rambut penuh uban, kami berbincang sejenak, lalu dia membawaku masuk kedalam ruangan walau aku berusaha memintanya agar aku menunggu diluar saja.
Masuk kedalam ruangan, menemui teman2 sesama Area Sales Manager, melihat para sales dan bertemu bu Emma membuatku sedih.
Sementara briefing dilanjutkan aku menunggu diruangan bu Emma.
Tiba2 aku dipanggil keluar dan oleh bu Emma disuruh untuk memberikan sepatah kata perpisahan.
Jadilah aku bak orang baik2 memberikan wejangan setelah berbasa basi sejenak kepada para sales, bahwa “sebagai pegawai yang baik berusahalah bekerja dengan baik. Hidup itu pilihan, karena kalian sudah memilih BNI, jalani. Jangan pernah menerima uang tidak halal, karena uang yang kalian terima itu kelak akan dimakan oleh anak dan suami atau istri kalian. Jangan kaget kalau nanti anak kalian jadi sakit atau suami atau istri kalian berselingkuh, itu karena kalian memberi makan dari yang tidak halal.”
Untuk teman2 yang sudah pegawai tetap dan para ASM, aku bilang “cobalah jangan banyak berhutang, karena loyalitas kalian pada BNI diikat oleh hutang. Kelak bila ada tawaran yang lebih baik dari BNI, kalian akan terkungkung disini selamanya. Bekerjalah dengan sebaik2nya, jangan mengeluh terlalu banyak beban kerja, karena hidup itu seperti roda. Sekarang kalian punya banyak pekerjaan, besok belum tentu kalian diberi pekerjaan. Nikmatilah, jangan mengeluh.”
Terakhir kepada semuanya aku berpesan agar “Jangan pelit dengan ilmu, karena kebaikan itu akan dibawa mati. Kalau kalian sdh tidak ada disini hanya kebaikan kalian yg akan diingat. Contohnya Ajum, ibu ingat saat ibu masih baru ditempatkan di BWU, kepada Ajum ibu banyak bertanya walau Ajum dibawah ibu. Saat ibu sudah tidak disini, kebaikan Ajum yang selalu ibu ingat. Janganlah saling sikut, berbaiklah dengan sesama teman,kita tidak tahu kapan kita akan ditolong oleh orang lain.”
Lalu dilanjutkan dengan testimoni Ajum.
Aku malu mendengarkannya.
Aku malu dengan sikapku dahulu, berusaha keras dan berdisiplin walau kerap dianggap kaku.
Kata Ajum aku keukeuh pada pendirian, kalau sudah memutuskan A harus A dan harus selesai saat itu juga.
Yang Ajum tidak tahu bahwa sebagai atasannya aku pun diperintahkan agar selesai saat itu juga.
Dear Diary,
Setelah menerima SK Pensiun dari bu Emma kami bersalam2an.
Banyak sales baru yang tidak kukenal tapi banyak juga yang masih ada.
Rimba cewek langsing bak peragawati itu ternyata tubuhnya sudah tidak berbentuk karena hamil.
Yulia juga sudah memakai jilbab.
Aku masih ingat saat pertama kali melihatnya rambutnya dikuncir dengan ikat rambut warna pink dan menjadi kritikan bu Diah pemimpin divisi KSN saat itu.
Ada Reza yang makin melebar mengikuti tubuh sang ASMnya, ada juga Ajum masih tetap seperti Farhat Abbas.
Ajum memang dijuluki Farhat Abbasnya BNI saking miripnya.
Sekarang saat Farhat Abbas sudah kucel pun masih mirip, rasa2nya Ajum mengikuti penampilan Farhat Abbas idolanya, ikut2an kucel, tidak keren seperti dulu lagi.
ASM lain masih seperti dulu.
Hendri masih fasih mengucapkan doa2 Al Quran sesaat sesudah pemberian SK Pensiunku.
Sayangnya aku tidak tahu artinya, entah berisi doa untukku atau doa untuk mencapai target akhir tahun aku tak tahu.
Yah mudah2an saja doanya memang untukku agar aku mampu menghidupi diriku dengan uang pensiunku yang kecil ini.
Yasa disudut sana masih tetap tersenyum simpul, ada orang atau tidak dia memang tetap tersenyum.
Kadang dulu saat datang keruangan ini aku sering bertanya dalam hati “Apakah dia tersenyum pada penghuni tak berujud di ruangan ini ya?”
Wallahualam bissawab.
Ada juga Adi Priambodo, ASM yang merangkap play boy kondang didunia sales BNI.
Aku yang menganggap diri piawai pun tak tahu pasti, apakah Adi memang play boy sampai ke nadinya atau cuma lips service ala marketing.
Rasanya cuma Adi, cewek yang digombalinya dan Tuhan yang tahu kebenarannya.
Aku selalu memikirkan Adi.
Dia figur yang cocok kujadikan model dalam novel yang sedang kutulis “Sex undercover in Jacatra”, cerita perselingkuhan sesama pegawai di belantara Jakarta.
Judulnya memang pakai bahasa inggris, padahal isinya bahasa indonesia semua, paling diselang seling bahasa slang nya orang Indonesia.
Penuh ketawa dan senyum, itulah Adi, walau menurutku wajah Adi jauh dari tampan, tapi entah kenapa semua wanita selalu merasa lengket dengannya.
Buatku yang sudah tua, aku merasa terlindungi bila jalan dengan Adi dibanding dengan teman ASM lain, serasa jalan dengan Spider Man, manusia laba2 yang bisa menempel disetiap pojokan.
Apa karena aku yakin bahwa Adi bukan penggemar wanita tua ya?!
Ada sesuatu yang membuat wanita merasa nyaman, mungkin karena cincinnya. Kuperhatikan Adi selalu memakai cincin yang berbeda, cincin seram berbatu akik.
Pernah kulihat dia memakai cincin berbatu kecubung, tapi diantara cincin2nya yang terseram menurutku adalah cincin bermata hijaunya. Penuh daya magis rasanya. Apa gara2 karena cincin bermata hijaunya bu Emma, aku dan sales2 lain luluh padanya ya? Sayang hari ini aku tak melihat cincin hijau itu, aku ingin sekali menelitinya dari dekat.
Saat menulis ini kubayangkan berbagai ekspresi Adi, yah mudah2an saja istrinya tidak membaca tulisanku.
Seandainya membacapun kuharap dia mengerti dan bisa berbangga mempunyai suami seperti Adi, baik dan bisa dijadikan teman oleh semua orang, pria atau wanita.
ASM termuda adalah Hendra.
Sayangnya aku tak mengenal banyak tentang Hendra, yang kutahu anak muda itu selalu rajin bekerja, mempunyai pergaulan luas dan tegas.
Harapku dia tidak terjebak sepertiku, kadang sikap tegas kita walau dengan niat baik kerap disalah arti oleh anak buah.
Bu Emma mantan bosku masih seperti dulu, masih tetap cantik dan energik walau kulihat wajahnya agak suram, kupikir mungkin karena tidak pakai make up.
Melebihi ekspektasiku terhadap prohire, bu Emma rasanya jauh lebih baik dari orang2 asli BNI sendiri.
Seperti pak Ageng si pengikut Jason Statham dari Indonesia karena kepalanya botak plontos atau bu Sylvi.
Kulihat etos kerja mereka memang lebih baik dari insan BNI.
Mereka sangat konsen dengan pekerjaan.
Ya betul, mereka menuntut kita bekerja dengan baik, tapi mereka juga memenuhi semua kebutuhan kita, bukan cuma menyuruh, menggertak dan marah2 saja tanpa diberikan perangkatnya seperti kebutuhan teknis dan fasilitas SDM, yang bila insan BNI yang menangani akan selalu menjadi bahan masukan saja.
Aku ingat betapa selama menjadi notulis business review atau kaji ulang, bahan masukan dan kendala2 dari tahun ketahun selalu itu2 saja.
Pernah pak Agus, mantan bosku di GSN memujiku didepan anak buahnya yg lain “contoh dong Rita, dia kalau nulis notulen cepat dikumpulkan gak sampai berhari2. Memangnya itu notulen lu tidurin dulu apa kok sampai berminggu minggu?!”
Aku tersenyum dalam hati, antara senyum bangga dan trenyuh.
Bagaimana aku tidak secepat kilat menulisnya lha semua temuan, kendala dan ide atau usulannya sama dari tahun ketahun. Aku tinggal slash copy dengan perbaikan disana sini.
Itulah BNI ku tercinta.
Bekerja dengan bu Emma adalah bagian yang terbaik untukku diakhir karirku.
Omelannya tidak menyakitkan hati, sangat manusiawi dan masih dalam batas standar kemanusiaan.
Kadang kalau diomeli bu Emma aku suka membayangkan kalung yang dipakainya, atau kira2 merk lipstick apa yang dipakainya, sekedar pengalihan agar tidak terlalu sedih, maklum aku termasuk gampang mengucurkan air mata bila diomeli.
Ada diantara pidato bu Emma yang membuatku hampir menangis, bahwa saat pertama kali merekrutku bu Emma melawan arus pemimpin saat itu diwilayahku.
Bu Emma memilihku karena dianggap walau aku sudah tua tapi bersemangat dan rajin bertanya tanya.
Semua pimpinan terkaget2 saat bu Emma lebih memilihku daripada 5 kandidat yang ada.
Satu lagi kejelekan dikantorku yang konon mempunyai manajemen terbaik.
Bila seseorang pernah melakukan kesalahan, kesalahan itu akan diwarisi oleh pemimpin2 diatasnya, diberitakan secara turun temurun kepada pemimpin berikutnya.
Tak ada yang namanya kesempatan kedua.
Dosaku kerap mbalelo atau membangkang atasan selalu dititipkan kepada pemimpin selanjutnya.
Anehnya bila dosa itu mengenai manipulasi, simanipulator tetap saja bisa melenggang naik tanpa rasa malu walau seisi BNI tahu bahwa dia pernah manipulasi dan korupsi.
Aku tahu satu diantaranya, orang yang memiliki begitu banyak hukuman kasus kredit, yang sering meminta upeti kepada debitur atau anak buah, yang bahkan malah melenggang sampai ketingkat wakil pemimpin wilayah.
Hobby meminta2 itu sampai sekarang masih berlanjut setelah beliau pensiun kata teman2ku, korbannya siapa lagi kalau bukan pegawai aktif, terutama yang pernah diorbitkannya.
Untung bu Emma mempunyai selera yang berbeda, dia memilihku.
Aku memang senang bekerja, asal dengan suasana yang nyaman.
Suasana yang diberikan bu Emma nyaman, dengan tanda kutip, mengingat diatas bu Emma ada mahluk yang lebih menentukan dengan keberingasan dan kata2nya yang menusuk jantung, si patih Gajah Mada karena wajahnya kata teman2ku mirip patih Gajah Mada.
Sang wakil yang kelihatan baik didepan semua, namun mengorek2 kelemahan orang lain.
Mungkin karena saat sang wakil bertanya2 kepadaku dan mengorek2 kelemahan bu Emma dan ASM lainnya aku menjawabnya dengan pura2 bodoh dan agak berbohong, membuat sang wakil geram dan tidak menyukaiku.
Aku tidak berbohong 100 %, aku memang tidak tahu dan tidak mau tahu.
Lagipula bukan typeku membuka front permasalahan dengan orang2 yang tidak memusuhiku.
Bu Emma seperti halnya prohire yang lain memang menuntutku 100 % dalam bekerja, tapi karena rumahku disamping kantor dan hidupku selalu luntang lantung, aku bisa berusaha sampai 150 %, walau gagal atau nyaris gagal, karena produk BWU yang kujual terlalu banyak filter yang menghalangi untuk di approve.
Kalau aku bilang kegagalan ini bukan karena salah salesku, aku bicara jujur, mereka sudah bekerja maksimal dibawah aku sang ASM yang selalu ada disamping mereka dengan tanduk dikepala.
Kinerja nun diatas sanalah yang menghalangi dengan arogan, dengan berbagai aturan yang ditafsirkan secara subyektif.
Aku yang gagal, bukan sales2ku, aku yang gagal karena tidak berhasil mengarahkan mereka jadi sales yang terbaik.
Saat melihat berkas2 dimeja, entah kenapa lamunanku jadi melayang2 sampai ke mahluk wakil pemimpinku yang tidak bisa kusebutkan namanya karena rasa muak yang merusak simpul2 syarafku.
Dear Diary,
Selesai acara aku disuruh memilih resto yang kusukai untuk makan siang terakhir dengan teman2.
Bu Emma tahu aku punya selera yang berbeda dlm makanan.
Karena dipaksa, akupun bilang bahwa aku suka makan di resto Ny Suharti di Sabang. Akhirnya diputuskan kami makan siang disitu.
Sebelum berangkat aku diberi hadiah kenang2an oleh bu Emma.
Aku rasanya spt mimpi dihargai seperti ini oleh bu Emma.
Siapa sih dia?
Dia orang baru di BNI, bukan insan BNI asli, sementara insan pimpinan BNI asli sendiri, adakah yang ingat aku?
Bahkan terakhir penghargaan yang kuterima, PMB 30 tahun hanya diserahkan oleh pelayan dengan tanda terima dikertas kosong.
Makan bersama di resto Ny Suharti bersama bu Emma dan kawan2ku membuatku lupa, bahwa ini detik2 terakhirku berpisah dengan mereka.
Kebersamaan yang singkat.
Menyesal aku tak pernah terlalu membaur dengan mereka, aku terlalu fokus pada pekerjaanku dan keenggananku berbasa basi. Padahal menurutku kini, ini bukan basa basi tapi pergaulan.
Aku makan banyak, dioleh2i lagi.
Memang sejak setahun ini aku tidak pernah lagi makan di resto langgananku ini.
Akhirnya sore itu aku pulang diantar sang pahlawan wanita tua sepertiku, Adi Priambodo.
Ada yang tidak berubah selama kutinggalkan BNI ternyata, Ajum dan Adi.
Mereka konsisten dengan lirikan2 dan mata berairnya saat memandang mahluk yang disebut wanita.
Sepanjang jalan kulihat Adi yang duduk disamping supir didepanku selalu melirik wanita disepanjang jalan Jakarta Bogor. Terlihat jelas dari gesture tubuhnya.
Aku bersyukur, selama Ajum dan Adi masih ada, surga pasti masih banyak yang kosong.
Aku yakin, karena mereka temanku.
Komentar
Posting Komentar