INI CERITA TENTANG TEMANKU, RENGGINANG.
Sebut saja namanya Rengginang, jangan mawar, karena nama mawar biasanya digunakan untuk korban perkosaan. Temanku si Rengginang ini tidak diperkosa, ini bukan cerita tentang perkosaan.
Aku hanya ingin bercerita tentang perasaanku didzolimi temanku sendiri.
Katanya dia temanku karena pernah 1 unit di unit kredit walau berbeda jurusan, aku mengurusi kredit modal kerja untuk pengusaha kecil, sementara dia mengurusi kredit yang lain.
Pada akhirnya memang aku disingkirkan dan digantikan oleh Rengginang temanku ini.
Ya sudah. Itu yang namanya mutasi dan rotasi dalam berkerja, aku biasa2 saja menerimanya.
Walau agak dongkol, karena desas desus yang beredar si Rengginang inilah yang memprovokasi wakil pemimpinku untuk memutasiku, aku tetap menerimanya karena toh itu hanya desas desus, hanya gosip, aku sebagai penggosip selalu bisa menerima gosip itu dan tidak mempercayainya.
Semalam, tiba2 aku dapat telpon dari temanku, dia cerita Rengginang diluaran menjelek2kan aku, dia berikan rekaman suara si Rengginang sedang bicara dengan antusias menjelek2kan aku.
Suara palsu? Bukan. Suaranya khas seperti orang sedang balap karung, ngos2an dengan kalimat yang meninggi, sangat khas Rengginang. Aku tahu rekaman itu asli.
Aku tak tahu kenapa dia sangat membenciku. Kebencian dan antipatinya tak berdasar kurasa, karena walau sama2 di kredit aku tak pernah bersinggungan pekerjaan dengannya.
Aku heran karena dimukaku dia bermanis muka dan bilang “ Duh mbak Rita, kulit mukanya halus sekali, pakai apa sih?”
Aku tentu saja bingung, karena kulit wajahku seperti layaknya kulit wajah wanita usia 50 tahun keatas, mulai berkeriput dan dihiasi noda2 hitam matahari.
Atau “Duh mbak Rita ini ternyata lucu sekali orangnya”
Apakah dia menganggapku badut?
Sayangnya aku saat itu lupa bertanya, lucu seperti badut ataukah selucu seperti Puan Maharani.
Tapi kenyataannya, dibelakangku dia berbicara terbalik.
Dia bilang “ Bu Rita itu kalau ajak makan salesnya itu pakai Kartu Kredit, makanya tagihan Kartu Kreditnya banyak. Saya pernah menerima telpon dari Kartu Kredit menanyakan bu Rita.”
Helloooo..Rengginang. Kalau kita ditelpon Kartu Kredit itu bukan berarti kita menunggak ya, bisa juga dia menawarkan tambahan Kartu Kredit karena track record kita selama ini baik.
Sejujurnya aku tidak pernah menunggak Kartu Kredit, karena sumber pembayaranku cuma 1, dari sumber gaji.
Bila aku sampai menunggak, bisa2 aku didatangi Debt Collector. Amit2 deh.
Aku pernah melihat temanku didatangi Debt Collector dan dimaki2, karenanya aku tak akan pernah mau terlambat, setiap gajian selalu aku bayar kewajibanku.
Urat maluku rasanya belum putus semua sehingga aku masih punya malu dan takut didatangi Debt Collector.
Seandainya Rengginang ini tahu bahwa angsuran kartu kredit yang kubayarkan jauh lebih besar dari gajinya sebulan, pasti dia tambah sewot atau malah bisa pingsan kuduga.
Lagipula sebagai manusia modern, memangnya siapa sih yang tidak pakai Kartu Kredit?
Kalau aku dan salesku makan ditempat yang agak mewah, rasanya sah2 saja kalau kupakai fasilitas Kartu Kreditku. Sekali2 mengajak salesku makan mewah itu bukan dosa, itu sebagai penghargaan karena mereka mau bersusah payah dan bekerja dengan serius walau kadang tidak berhasil.
Aku toh tidak selalu ketempat mewah. Hanya saat aku dapat bonus atau THR kuajak salesku karaoke atau makan dan menginap bersama, berbagi bonus menurutku, toh bonus yang kuperoleh dari hasil kerja keras salesku, bukan cuma kerja kerasku.
Saat lokasi yang kami, aku dan salesku datangi dipelosok, biasanya kami hanya makan di warung tegal atau resto biasa yang umumnya terletak diantara perjalanan menuju tempat calon debitur, AGAR TIDAK PERLU MEMINTA MINTA MAKANAN PADA CALON DEBITUR.
Sengaja kuberi huruf kapital karena kudengar seperti itulah Rengginang bersikap, meminta dibungkuskan 20 bungkus makanan saat OTS ke resto ayam calon debitur, atau meminta 6 bungkus baso hasil jualan calon debitur, semuanya dibawa pulang kerumahnya.
Aku tak pernah mengijinkan salesku menerima apapun. Memang ada beberapa salesku yang bandel dan menerima imbalan, tapi setelah aku tahu kebenarannya aku langsung memutus kontrak tanpa tedeng aling2 betapapun dekatnya hubunganku dengan sales itu. Siapa yang tidak tahu kedekatanku dengan Badri sales yang kusayang karena mirip dengan anak lanangku wajahnya, Eko yang cekatan dan lincah, Ikhsan yang rajin dan selalu banyak booking.
Tapi manakala kutahu ketidak jujurannya mempermainkan biaya appraisal calon debitur, aku tetap tak bisa menerimanya.
Aku mengajak salesku makan karena aku tahu betapa susahnya kehidupan di Jakarta.
Mendapat ASM segalak dan secerewet aku itu sudah musibah, apa ruginya kita beri mereka perhatian dan makanan, itu juga kalau aku sedang ada uang, karena kalau makan di resto biasa atau di warung tegal, memangnya mereka bisa terima Kartu Kredit?
Aku curiga si Rengginang ini iri pada tubuh bahenolku.
Tapi hatiku langsung membantah, dia tidak mungkin iri karena dia sama2 bertubuh bahenol tidak beraturan, sama sepertiku.
Apakah dia iri pada wajah dan hidung pesekku?
Hmmm...aku tidak bisa menjawabnya, karena sejelek2nya wajah ini aku masih dianggap sebagai wanita, sementara dia rasanya tidak.
Aku ingat saat mantan supirku pak Sis curhat tentang kondisinya terakhir ( saat itu dia masih dibawah Rengginang) dan bahwa dia tidak kuat lagi dan ingin pindah menjadi supir Blue Bird kembali.
Iseng2 aku ledek pak Sis, “Pak Sis kan seumur sama si Rengginang, masak gak bisa dibaik2ki, dibujuk atau dirayu. Wanita itu mudah tersentuh hatinya pak, asal pak Sis bicara dengan baik2 dan sopan. Cobalah bapak bicara 4 mata dengan Rengginang, bicara baik2 kalau perlu dirayu dan dipuji pak Sis.”
Rayuan disini menurut maksudku bukan rayuan gombal seperti pria dan wanita.
Tapi diujung telpon sana pak Sis malah menjerit “ Ibuuuu.... saya kalau disuruh ngerayu bu Rengginang mending saya keluar dari BNI. Dia itu bukan perempuan bu, gak ada manis2nya.”
Nah lho, rupanya pak Sis salah menyangka agar dia merayu Rengginang layaknya wanita.
Wah pak Sis salah tangkap maksudku rupanya.
Sebulan kemudian pak Sis kembali menelponku “ Ibu saya sudah gak di BNI lagi, saya sekarang jadi supir Blue Bird lagi bu. Daripada disuruh merayu Rengginang seperti saran ibu, lebih baik saya keluar BNI saja ibu.”
Waduh, pak Sis benar2 ketakutan disuruh merayu Rengginang rupanya.
Setelah mengobrol beberapa lama akhirnya pak Sis bilang bahwa keputusannya hengkang dari BNI memang sudah diputuskan lama, bukan karena disuruh merayu olehku tapi karena dia tidak tahan dengan ulah Rengginang, selalu saja disalahkan. Dia sekarang merasa lebih sehat setelah di Blue Bird. “Mana saya kuat bu, masak OTS ke nasabah jam 9 malam, memangnya apa yang dilihat usahanya kan sudah pada tutup. Seringkali nasabahnya malah sudah tidur pas didatangi bu.”
Berbagai perasaan campur aduk mendengar cerita pak Sis, kasihan dan terharu melihat betapa perannya sebagai supir sering dijadikan tumpuan kemarahan Rengginang.
Rasanya pak Sis yang cuma supir lebih pintar dari Rengginang menurutku, kalau OTS jam 9 malam apa yang dilihat? Setan gentayangankah?
Adakah Rengginang iri pada kemampuanku?
Rasanya iya.
Rengginang bilang semua salesku jelek, dan aku hanya bisa kasihan pada salesku.
So what gitu loh?
Memangnya sales bukan manusia?
Hanya gaji dan level kepangkatan saja yang membedakan seorang Area Sales Manager dengan sales.
Aku menganggap setiap sales pandai selama dia masih mau belajar, karenanya aku selalu memberi kesempatan kedua bila dibulan awal mereka gagal booking. Toh kebijakanku mempunyai dead line.
Kenapa tidak? Manusia toh tidak selalu langsung bisa, ada peraturan nyelimet yang harus dipelajari, bukan cuma piawai berjualan saja modal sales.
Sales handalpun perlu mempelajari peraturan2 di BNI.
Jokowi saja sudah setahun lebih masih belum menguasai tugasnya selain tugas selfie promotion sebagai presiden, apalagi sales.
Aku yang dekat dengan sales2ku saja juga masih kerap dibohongi oleh sales yang kupercayai, apalagi si Rengginang ini yang hanya bisa mengabsen penghuni kebun binatang dan mendiskreditkan jilbab seseorang saat marah pada sales.
Hidup itu seperti roda Rengginang, aku telah menjalaninya dan mengalaminya, ingin aku menasehati.
Aku ingin tahu akhir karir si Rengginang ini seperti apa.
Rasanya dia benar2 mirip Jokowi, tidak mau mengakui kelebihan pendahulunya, apabila ada masalah selalu menyalahkan pendahulunya, walau itu terjadi disaat ini,2 tahun setelah aku pergi.
Rengginang, Rengginang. Mulutmu adalah harimaumu.
Apa nikmatnya berkarir tapi tidak disukai teman2mu?
Apa hebatnya menduduki satu jabatan tapi bukan karena prestasimu, tapi hanya karena menjelek2an seseorang dan menjilat atasan?
Cepat atau lambat akan ada Rengginang2 lain yang akan menggerus dan melindasmu.
Karena kehidupan ini berputar Rengginang....
Komentar
Posting Komentar