MBAK IDA AKHIRNYA DATANG WI..

Bogor, 26 agustus 2019.

Dear Diary,
Pagi ini diluar kebiasaan, pagi2 aku sudah mandi dan cuci baju.
Kamar juga sudah dibersihkan Dini, padahal biasanya seminggu sekali, itu juga kalau Dini ingat.
Hari ini rencananya aku dan  mbak Nani, adik bungsu alm. ibuku mau nyekar kekuburan alm. adikku Wiwi.
Dear Diary sudah tahukan kalau adikku yang mirip Lenny Marlina itu akhirnya meninggal dunia 17 agustus 2019, sabtu malam jam 23.00.
Itu katanya lho...aku soalnya tidak datang kepemakamannya karena dia dimakamkan jam 3 pagi.
Entah madzab apa yang mengharuskan jenazah dikubur sesegera mungkin, 4 jam setelah keluar dari Rumah Sakit.
Entahlah, mungkin itu karena adikku orang tidak mampu, bukan siapa siapa, tak ada siapa siapa, tidak punya apa apa, jadi harus segera dilenyapkan dari muka bumi.

Dear Diary,
Ternyata ada adik sepupu alm. ibuku, mbak Siti juga ingin ikut.
Terus terang aku deg2an, takut dia kesiangan.
Dear Diary tahu kan kalau aku gak suka kena panas.
Awalnya sih karena takut kulitku hitam, gak lucu bangetkan sudah pesek, black forest pula kulitnya.
Untunglah mbak Siti datang sebelum jam 8.

Dear Diary,
Kami naik Gocar ke mesjid Muhajirin Kemang Depok.
Tanya sana sini dimana pesantrennya dan kuburannya, karena menurut info makamnya ada didekat pesantren Muhajirin.
Sebetulnya aku sejak awal sudah tidak mau pergi kalau belum pasti dimana.
Aku malas harus berpanas panas jalan kaki.
Ternyata betul dugaanku.
Pesantrennya memang dekat mesjid,  makamnya juga  dekat mesjid, tapi mesjid yang lain, mesjid dan pesantren  Al Yaqin, yang letaknya dibelahan dunia lain.
Setelah melakui jalan menanjak, menurun, belum lagi udara dipenuhi bau tahi ayam saking banyaknya peternakan ayam disepanjang jalan, setelah perjalanan yang tidak pernah berakhir, alhamdulilah akhirnya makam adikku ketemu juga.

Dear Diary,
Syukurlah posisi makam adikku baik, dibawah pohon rambutan, walau belum ada nisan namanya.
Aku langsung terduduk disamping makamnya.
Dia benar telah pergi Tuhan.
Sekarang aku benar2 yakin.
Dia takkan pernah menyusahkanku lagi.
" Mbak Ida akan membuatkanmu nisan Wi, tunggulah setahun lagi, tunggu tanahmu mengeras dulu. Bukankah ibu selalu bilang pamali, ora ilok,  kalau membuat kijing sebelum setahun bukan ?"
Aku terpekur sendiri, berbicara dalam diam.
" Maafkan mbak Ida Wi...mbak Ida tidak bohong kalau mbak Ida bilang tidak sanggup mengurusimu, mbak Ida sudah gak sehat, lagipula gak ada pembantu yang bisa mengurusi Wiwi dirumah mbak Ida. Sudah cukup bukan mbak Ida berkorban buat Wiwi dan adik2 ? Mbak Ida cuma ingin ketenangan Wi, lagipula Mbak Ida pikir percuma juga toh membantu, kalian juga tidak pernah berterima kasih. Boro2 terima kasih, datang lebaranpun tidak pernah. Mbak Ida gak tahu kalau ternyata ini terakhir Wiwi bikin susah mbak. Mbak Ida pikir Wiwi cuma pura2 sakit seperti dulu. Maafin mbak Ida ya Wi ?!"
Kutahan air mata yg ingin keluar.
Tidak !
Aku tidak mau airmataku tumpah lagi karena saudara.
Sudah cukup !
Tiba2 aku dikejutkan suara mbak Nani yang mengajak berdoa ramai ramai untuk Wiwi.
" Yuk ah kita baca Yasin buat Wiwi biar dia tenang disana." kata mbak Nani.
" Ida bawa buku Yasin mbak...ada 3 nih."
" Gak usah. Aku pakai HP saja."
Saat pertengahan Yasin tiba2 aku dikejutkan suara mbak Nani.
" Nih mbak Siti terusin baca Yasinnya."
Mbak Siti meneruskan baca Yasin dengan suara lirih, antara ada dan tiada.
Aku tetap baca Yasin versiku sendiri, diujung depan makam adikku.
" Kok baca Yasinnya berhenti mbak ?" tanyaku.
"Itu lagi baca Yasin tiba2 layar HPnya muncul iklan Da." jawab mbak Nani.
" Lagian Ida sudah bawa buku Yasin 3, gegayaan sih baca Yasin pakai HP. "
Antara mau ketawa atau mau ngakak dengarnya, lha wong aku saja gak pernah bisa baca Yasin pakai HP.
Setelah selesai berdoa, sambil menunggu Gocar datang, acara selfi sukaesih pun dimulai.
" Eh dengar gak barusan dik ? Kok kayak ada suara "photo photo ya..lagi photo photo ya..." dengar gak dik ? Suaranya lirih seperti burung beo. Jangan2 dik Wiwi ya negur kita lagi photo2 ?" kudengar mbak Siti bertanya pada Dini.
Dini cuma ah uh saja...entah dia jawab apa aku gak dengar..
Masih kurang puas, mbak Siti cerita pada mbak Nani dan aku.
Aku gak percaya, sumpah benar2 gak percaya.
Pertama karena setan kesiangan itu cuma muncul dirumahku.
Kedua kupikir mbak Siti kena halunisasi, umurnya kan sudah 73 tahun walau masih cantik dan gesit, wajar kalau agak halu.
Mbak Nani juga gak percaya.
Disamping anti setan dia malahan meragukan pendengaran mbak Siti.
" Ya ampun...ternyata ini suara HP dik. Aku tadi habis telpon dik Rina lupa dimatiin. Kayaknya suara dik Rina masih kedengaran."
Mbak Siti, namanya Siti Rohani, kutebak pasti punya banyak adik, soalnya semua orang yang lebih muda, setahun, sepuluh tahun atau sebulanpun selalu dipanggil "dik" oleh mbak Siti.
Kami ketawa sampai terbahak bahak membayangkan gaya mbak Siti ketakutan dan akhirnya lega karena bukan arwahnya Wiwi yang negur dia tadi.

Dear Diary,
Karena lapar akhirnya kami mampir di Pan and Cliff, Cibinong City Mall.
Kami memang benar2 lapar...dan haus.
Jalanku terseok2, sementara mbak Nani yang sudah 72 tahun jalan dengan gesit didepanku.
"Jangan makan yang daging2an ya mbak...aku gak doyan. Aku juga gak suka baunya." aku wanti2 takut mbak Nani masuk ke resto steak.
Mbak Siti jalan jauh dibelakang, dengan penuh minat melongok kesetiap toko.
Niatku mau belanja sudah pupus, kakiku keburu merengkel dibetis, kaku dan susah diajak melangkah.
" Kita pisah disini ya mbak, aku gak nyanggup lagi, pating merengkel semua betisku. Aku mau langsung pulang." kataku.
"Iya gak apa2. Ida pulang duluan aja..Mbak Nani sama mbak Siti masih mau lihat2." jawab mbak Nani.
Akhirnya disinilah aku, saling berpisah jalan sehabis dari makam.
Sambil duduk menunggu mobil, aku bayangkan, seandainya adikku masih hidup, aku gak mungkin cuma makan di CCM ini.
Wiwi selalu bisa membujukku untuk membeli alat2 dapur walau dia tahu aku tidak suka ke dapur.
" Beli ini mbak, mbak Ida gak punya mangkok yg dipanasin mbak. Nanti kl ada adik2 pada datang mbak tinggal taruh disini masakannya gak usah dipanasin lagi."
Akhirnya akupun terbujuk membeli entah apa namanya, tempat sayur dll yang dibawahnya ada pemanasnya.
Belum lagi dia beli rice cooker "mbak Ida rice cookernya kekecilan, mbak Ida kan makannya banyak.".
Atau beli penggorengan dan panci teflon warna hijau "sayang gak ada yang warna abu2 ya mbak biar sama dengan warna kitchen setnya."
Yah pokoknya dapurku tiba2 penuh dengan alat2 masak yang dibeli atas saran Wiwi.
Alat itu cuma dipakai sekali, karena adik2 datang cuma sekali saat masih ada alm.ibu.
Tak pernah lagi.
Atas saran Wiwi aku juga beli mesin jahit mini, 600 ribuan kl tidak salah di Ace Hardware.
"Mbak beli ini mbak....mbak Ida kan dasternya banyak yang sobek2, biar bisa jahit  sendiri." bujuk Wiwi.
" Ya sudah, ambil deh. Minta ajarin ya Wi sama petugasnya, nanti dirumah mbak Ida belajar dari Wiwi." kataku sambil memegang pelipisku yang mulai pusing melihat belanjaan yang menggunung.
Aku ingat sekali, sesampainya dirumah aku dengan antusias mau menjahit daster pink bututku yang penuh dengan sobekan2.
Kuminta Wiwi mengajariku.
" Belajar dari sini saja mbak" diberikannya 2 lembar buku petunjuk " Wiwi juga gak ngerti soalnya."
" Gimana sih? Kan sudah disuruh minta diajarin cara pakainya sama petugasnya?" tegurku.
" Iya mbak. Tadi Wiwi sudah diajarin sama petugasnya, tapi gak ngarti2. Wiwi gak fokus mbak, habis petugasnya ganteng, kayak si Junaedi Salat, jadi pikiran Wiwi melayang kemana kemana."
Aku gak sempat ngomel, aku malah tertawa melihat Wiwi diomeli alm.ibu, saat itu ibu masih hidup dan tinggal dirumahku." Dasar, kowe kok gak insaf2 Wi. Ngapain mikirin si Junaedi, mau rujuk lagi ? Ini sayang kan mbak mu beli mesin unyil begini akhirnya gak bisa dipake. Kowe yang dipikirin cowok terus. Sudah mendingan kowe insaf, sholat, ngaji. Itu mbakmu juga dulu bandelnya minta ampun sekarang kok bisa insaf geuningan. Nurut deh sama ibu Wi. Kowe tuh cuma selisih 2 tahun. Mau cari apalagi sih dalam hidup. Contoh mbak mu tuh..bla bla bla..
"Yee..gue lagi deh kena..." aku membatin tak senang karena dijadikan contoh soal oleh ibu.
Buru2 aku masuk kamar sebelum disuruh ibu menasehati Wiwi.
Kupikir seandainya Wiwi dulu mau menuruti ibu dan mau tinggal denganku, sama2 denganku menimba ilmu akhirat, mungkin tidak akan menderita sendirian diakhir hayatnya.
Sayangnya dia menolak.
Dia pecinta kebebasan.
Hidup dirumahku itu kan penuh peraturan, mana tahan dia.
Dia bahkan menolakku dan tidak pernah  berhubungan denganku sejak 29 mei 2018, sejak hari kematian ibu.
Mungkin itu salah satu alasan aku menolak Wiwi diakhir hidupnya.

Dear Diary,
Hari ini kukunjungi makam adikku Wiwi, si cantik sainganku.
Dia teronggok didalam sana, didalam kubur merah tanpa nisan.
Tenanglah dialam sana Wi, mbak Ida akan selalu mengirimimu doa sebagai penebus rasa bersalah, sebagai pengurang dosa karena tidak bersikap sebagai kakak untukmu.
Aku terlalu terpaku diri sebagai martir untuk adik2ku, terlalu egois untuk mengakui aku rindu adik2ku.
Darah itu memang kental Dear Diary.
Dan semuanya kini sudah tak ada lagi.
Hanya aku yang tersisa diantara kami bertiga.
Selamat jalan adikku.
Bila tak kau dapat ketenangan didunia, mungkin dialam sana  akan kau temui ketenangan abadi.
Selamat jalan Wi.
Dari tanah kembali ketanah juga akhirnya.

Komentar

Postingan Populer