HUBUNGANKU DENGAN ANAK KECIL TIDAK AKAN PERNAH DAMAI ...
Dear Diary,
Rasanya sejak aku remaja aku tidak pernah suka anak kecil.
Bukannya aku iri karena anak kecil akan lebih lucu dariku saat main rumah2an, tapi karena aku benci dengar tangisan2nya, apalagi yg melengking tinggi.
Belum lagi yg ingusnya mengalir, kotor dan menyebabkan rumah berantakan.
Syukurlah saat anak2ku kecil tidak ada yg seperti itu.
Anak2ku malah bisa dibilang lucu dan jarang menangis.
Setiap kali menangis, bila aku sedang dirumah, penjaga masing2 anak akan segera membawa kabur anakku kerumah sebelah, rumah saudara suamiku, dan baru pulang kerumah setelah anakku tertawa tawa lagi dan biasanya dalam keadaan kenyang.
Dear Diary,
Sejak kecil kudidik anak2ku untuk mencintai tanaman dan menjaga kerapihan rumah.
Alhamdulilah, walau mereka sampai saat ini jarang merapihkan rumah, tapi paling tidak mereka tidak pernah membuat rumah berantakan.
Dan walau mereka tidak pernah menanam pohon sekalipun, mereka tidak pernah mencabuti pohon2 yg kutanam.
Pernah dulu anak perempuanku yg bungsu yg memang agak kewanita2an mengambil daun2 yg berjatuh2an dan dibuat masak2an.
Aku marah sejadi2nya.
Kupukul pakai gesper disaksikan kakak2nya. Belakangan baru kutahu kalau si bungsu bukan mencabuti daun tapi hanya memunguti yg dibawah. Tapi apapun alasannya aku tidak ingin anak2 bermain apalagi merusak tanaman.
Sejak saat itu tak ada lagi yg berani menyentuh tanamanku.
Kuajarkan pada anak2 bahwa tanaman itu mahluk Tuhan yg bernyawa, dia juga berguna untuk manusia kr memberi oksigen dan kesegaran serta keindahan. Kuajari pula bahwa tanaman yg sering diajak bicara sambil memangkas daun yg rusak dan menyiramnya itu nantinya akan lebih subur.
Tak ada satupun anakku yang percaya, aku malah dianggap berlebihan dan ditertawakan.
Si bungsu yg mungkin masih sakit hati dipukuli karena tanaman, saat melihatku mengajak bicara tanaman malah suka mengejekku "mam...mendingan kawin lagi aja deh, daripada ngomong sama tanaman, biar mamam ada yg diajak ngomong."
Dear Diary,
Tahu gak, setiap tetangga sebelahku main kerumah dan membawa cucunya yg bandel, aku selalu membuntuti dengan was2.
Aku takut tanaman2ku dicabuti, aku takut pajangan2ku yg kuatur dengan segenap jiwa raga pecah.
Untunglah dia hanya tertarik dg kucing persiaku. Kemungkinan besar anak itu telah termakan doktrinku karena setiap kali datang selalu kunasehati "jangan pegang2 tanaman bude ya, kasihan. Dia bisa nangis lho!" Atau "jangan dekat2 patung bude ya, nanti pecah. Itu bude boleh dikasih adik bude, bude sih gak terbeli."
Dua hari yang lalu aku kedatangan teman yg membawa anaknya laki2 usia 1.5 atau 2 tahunan, entahlah.
Awalnya sih terharu dan sedih karena aku langsung ingat cucuku.
Kepala berambut tipisnya, matanya yg besar dan kulit putihnya membuatku serasa melihat cucuku.
Aku langsung merasa sayang pada anak itu, Alfart namanya.
Rasa sayang dan cintaku pada Alfart ternyata hanya berlangsung 10 menit.
Setelah 10 menit melihat2 suasana, Alfart langsung turun dr pangkuan ayahnya dan mengguncang2 bunga imitasi dengan vas dari kaca bening, satu2nya benda mahal yg ada diruang tamuku, itupun pemberian mantan bos ku pak Agua Kuabrijantono alm.
Setelah kularang, sambil memegang dadaku yg tiba2 terasa sakit, dia lari kearah lain dan mencabuti bunga2 mawar yg ada diatas meja tamu.
Baru selesai dilarang, dia lari kearah patung kembar penjaga pintu pemberian adikku.
Ya Tuhan, kakiku langsung lemas.
Kepalaku langsung pusing menahan marah. Menantuku saja kumarahi gara2 patung itu, aku langsung melotot dan berusaha berdiri menghampiri anak nakal itu.
Dia lari kepatung sebelahnya.
Untung bapaknya segera menangkap tangannya sebelum patungku dijatuhkan.
Saat disuruh duduk, tiba2 dia berdiri dari atas kursi dan menggeser2 kursi untuk membuka lemari kaca berisi keramik2 murahan yg sarat dengan kenangan karena dibeli bersama dengan suamiku si Semprul dulu.
Ingin aku teriak dan bilang bahwa lemari kaca itu baru, susah payah kubeli dan kukejar2 penjualnya karena tidak mau dijual.
Lidahku kelu, kakiku lemas dan dada kiriku terasa nyeri sekali.
Mungkin ini yg namanya shock.
Mungkin pula ini yg namanya serangan jantung kecil.
Dear Diary,
Serasa berabad abad lamanya baru temanku pulang.
Tadinya ingin kuongkosi, telah kusiapkan amplop berisi uang.
Tapi aku langsung berubah pikiran.
Kupikir isi uang dlm amplop itupun tidak cukup buat biaya kedokterku besok.
Cuma 40 menit bertamu tapi serasa 4 abad lamanya.
Dihalaman depan, masih sempat2nya anak itu ingin mengambil mawar kuning dan merah mudaku yg sedang rajin berbunga.
Tanpa sadar aku menjerit "jangan....kasihan bunganya. Nanti alfart kena duri lagian. Jangan ya!"
Syukurlah Tuhan, mawarku tidak jadi diambil.
Tapi sempat kulihat dia meraih segenggam bunga warna ungu dipagar rumahku.
Dear Diary,
Inilah yg menyebabkan aku tidak suka didatangi tamu.
Aku membatasi pergaulanku.
Biasanya kl ada teman datang aku suka konfirmasi dulu "datangnya bawa anak kecil tidak?"
Kalau jawabannya " iya, bawa " biasanya besoknya aku langsung membatalkan janji dengan sejuta alasan yg sangat meyakinkan.
Kali ini aku betul2 kecolongan.
Siapa yg menduga kalau laki2 jalan2 bawa anak kecil?
Mantan adik iparku sambil mentertawaiku melihat wajahku yg pucat bilang "mbak, nanti Daru kalau sudah bisa jalan seperti itu mbak. Itukan mirip banget mbak sama Daru wajahnya. Amah berani taruhan pasti cucu mbak nakalnya seperti itu."
Aku cuma terpekur sedih sambil menimbang2.
Yah kalau begitu mungkin kondisi sekarang ini yg terbaik untukku.
Biarlah cucuku tidak akan pernah datang lagi kerumahku daripada aku nanti membencinya kr merusak tanaman dan kerapihan rumahku.
Biarlah cuma rindu yg kupunya untuk cucuku.
Jangan kebencian.
Aku tidak ingin melihat kenakalan anak2 kecil, walau itu cucuku sekalipun.
Biarlah aku cuma merindu.
Komentar
Posting Komentar