11. MULUTMU ADALAH HARIMAUMU



Orang bilang aku ceplas ceplos kl bicara. 
Tapi lebih banyak yg bilang aku bermulut tajam. 
Rasanya keduanya benar. 
Hanya setelah pensiun aku berusaha berpikir dulu sebelum berucap. 
Sayangnya kerusakan2 lama yg telah terjadi tak mungkin diperbaiki.

Dulu hubunganku dengan mantan mertua wanitaku terganggu ( maksudnya: hubungannya jelek buanget )  hanya krn aku salah memberi komentar. 
Di awal2 perkawinanku pernah mantan ibu mertua almarhum ke salon dan merubah gaya rambutnya menjadi di potong agak pendek dan ikal, padahal biasanya rambutnya panjang diikat kuncir.  
Dengan wajah sumringah dia bertanya "ibu rambutnya dipotong begini bagus gak Rit?" 
Sambil tangannya merapikan rambutnya. 
Aku lihat memang drastis perubahannya dan lebih keren, tidak spt ibu2 rumah tangga. 
Dengan spontan aku jawab "bagus bu. Ibu jadi seperti orang kota".  
Besoknya rambutnya kembali diikat kembali. 
Saat aku tanya kenapa, dia tidak menjawab dan hanya cemberut. 
Mulai saat itu kapak perang mulai digali. 
Melalui suamiku dia bilang bahwa " tolong Rita diajari sopan santun kl dg org tua jangan seperti itu!" . 
Pernah saat menjelang lebaran aku diajak mantan ibu mertua ke mall  menemani beli baju. 
Dia bilang buat pakai dirumah kr baju2 lamanya sdh jelek.
Ada baju yg menurutku pantas dipakai kr sesuai dg kulitnya yg kuning bersih, aku bilang "bu ini baju bagus warnanya. Ibu gak kelihatan spt pembantu kl pakai baju ini." 
Semenit kemudian mantan ibu mertuaku pulang, tidak jadi belanja. 
Pernah saat keluarga besar suamiku sedang kumpul2,  salah seorang kakak ipar membelikan baju buat Dea anak perempuanku, kami melihat anakku berputar2 lucu dg baju barunya, lalu bapak mertuaku bilang " alhamdulilah Lilik anaknya bersih2 semua kulitnya, jd kalau dibeliin pakaian selalu  cocok aja". 
Seharusnya aku bersyukur dan mengucapkan terima kasih, tapi mulut emberku malah berkata " iya pak betul. Jadi ada perbaikan kwalitas ya pak. Anak2 keturunannya gak hitam lagi." 
Perkataan yg biasa kuucapkan dg suamiku ternyata tak layak diucapkan didepan keluarga besar. 
Sejak saat itu rasanya aku menjadi menantu yg tidak disukai tanpa tahu salahku dimana. 
Hanya setelah bertahun2 aku baru tahu salahku. 
Tapi semuanya sudah terlambat.

Dear Diary,
Dikantorpun mulutku berbicara lebih cepat dr otakku berpikir. 
Terutama kalau dimintai pendapat tentang sesuatu. 
Terakhir aku kena batunya saat pemimpin bagianku ternyata seorang laki2 kesepian buaya darat. 
Dilantai 32 tempat unit kantorku berada, ruang untuk rias menyatu antara laki2 dan perempuan. 
Aku lihat bosku yg buaya darat itu sedang mematut diri didepan cermin, pakai kemeja warna biru muda dg dasi yg serasi, padahal biasanya dia pakai kemeja putih dg dasi gratisan dari BNI. 
Orangnya memang sederhana penampilannya.
Jujur saja penampilannya saat itu memang ganteng, tapi seharusnya pendapat itu kusimpan dalam hati saja.
Aku tak tahu bahayanya memuji seorang buaya darat. Aku iseng komentar "wah pak......., ganteng banget pak. Saya bisa naksir bapak kalau ganteng begini." 
Kupikir itu gurauan biasa. 
Seperti gurauanku dg teman2 laki2 lain kl ada yg lebih keren dr penampilan biasanya. 
Kerap aku memuji "wah ganteng banget, sayang ibu lahir 20 tahun lebih awal. Kalau tidak kamu sdh ibu kejar2". 
Toh dg gurauanku itu tidak membuat teman2ku lantas mengejar2 atau meminta aku mengejar ngejar. 
Mereka tahu aku cuma omdo, omong doang, biasanya mereka berkomentar " ah mbak rita sih  omdo "  kl aku puji. 
Tapi ternyata aku benar2 kena batunya. 
Sejak pujian asal2an yg kuucapkan, bos ku itu mulai mengirimiku puisi2. 
Entah darimana dia tahu aku pecinta puisi. 
Memang sih dulu aku malahan pernah bercita2 jd penyair, sayang ibuku melarangku dan berkali2 bilang "jangan jadi penyair Da, keluarga kita butuh uang, jarang ada penyair yg kaya. Lagipula mereka jarang mandi. Lihat saja WS Rendra tuh, kumel kan.  Kamu mau punya teman gak pernah mandi semua?" 
Ibuku memang pintar.
Dia pukul telak kelemahanku yang tidak suka orang pemalas dan jarang mandi.
Tentu saja aju langsung mundur.
Akupun gagal jd penyair, padahal baru sebatas cita2. 
Dikirimi puisi tiap hari, dikirimi lukisan wajahku, membuat hubunganku dengan bosku lama2 tambah dekat. 
Siapa yg gak senang dikirimi puisi dan dianggap seperti dewi dr kahyangan cantiknya.

Itulah kenapa mulai sekarang aku hati2 dlm berkata2. Tidak bisa kubayangkan aku dikejar2 pak Ucup si tukang sayur gara2 kupuji penampilannya keren karena kakinya kekar berbulu. 
Amit2 deh...

Komentar

Postingan Populer