AKU ORANG ISLAM, TAPI..



Dear Diary,
Aku beragama Islam.
Pengenalanku akan Islam sebenarnya cuma dari katanya katanya dan katanya saja.
Walau saat ikut nenek tiriku di Serang dulu aku sempat belajar mengaji, tapi hasil yang kuperoleh hanya bahwa huruf alif itu seperti angka 1.
Bagaimana aku bisa mengaji Dear Diary,  kalau aku selalu ketakutan pulang terlambat dan takut disuruh tidur dikandang ayam?
Karena badanku bongsor aku sialnya selalu dapat gilran terakhir membaca.
Akibatnya sudah bisa diduga, aku lebih banyak bolos, bila sekiranya sudah siaran berita RRI jam 7 malam aku belum mendapat giliran mengaji, aku buru2 pulang walau belum dapat giliran .
Aku masih ingat kata2 ibuku " terserah Ida mau pilih agama apa saja yang penting kamu yakin. "
Kata2 itu seperti mantera buatku untuk tidak memilih apapun.
Agama memang bukan yang utama dirumah orang tuaku walau ayah tiriku rajin sholat.
Sampai aku kost di Jakarta, ibu masih rajin memasang lagu2 natal setiap hari natal tiba.
Lagu2 natal memang menyentuh kalbu, aku dan ibu sering menyanyi lagu natal bersama2.
Sampai sekarang kalau kudengar lagu holy night atau malam kudus versi indonesianya, sering tanpa sadar aku ikut menyanyi pelan.
Saat berpacaranpun karena yakin cuma iseng2, aku tidak pernah membatasi pilihan.
Kalau dapat yang non muslim baik hati aku suka mencoba2 menjajagi agamanya, ikut2an beribadah dengan pacarku.
Saat dengan Oscar Nalle aku ikut2an ke gereja di Cibinong.
Saat dengan Andre Timotius aku juga ikut2an ke kelenteng, bahkan saat berteman dengan mbak Maria aku juga ikut2an ke kelenteng tanpa dicurigai, karena disangkanya aku adiknya mbak maria karena sama2 bermata sipit.
Saat awal2 membuat skripsi di FHUI, kebetulan saat itu aku sedang dekat dengan cowok beragama budha yang benar2 sempurna dimataku.
Saking kesengsemnya aku berniat membuat skripsi tentang posisi hukum perkawinan dalam agama budha dalam undang2.
Tidak kupedulikan keberatan prof Daud Ali yang menyuruhku agar berpikir masak2 karena aku beragama Islam. “Kenapa kamu tidak buat tentang hukum Islam saja ? Banyak yang bisa dibahas dan belum dibahas selama ini .”  katanya berulang2.
Aku beberapa kali ke Walubi, kepengurus Walubi yang kebetulan berkantor didepan Sarinah Thamrin diantar sang pria idaman berdarah tionghoa – Menado itu.
Aku tidak bisa menyebutkan namanya karena namanya akan langsung dikenali saking seringnya muncul di surat kabar sebagai tokoh Walubi generasi baru.
Aku baru mundur dan tidak tertarik lagi dengan sang cowok idaman, berikut agamanya sekaligus setelah memergoki dia buang ludah dan riak, itu ludah berlendir yang kental berwarna hijau kekuning2an secara sembarangan dari pintu mobilnya.
“ Hooekkk....cuih.” sambil meludah.
Saat turun dari mobil, iseng kulirik pintu mobilnya penuh bekas2 noda, kutebak adalah bekas ludah yang menempel.
Ya  ampun...padahal aku sering sekali menyender manja dipintu mobilnya, bergaya seolah olah aku yang bawa mobil.
Aku benar2 jijik berciuman dengannya gara2 dia ketahuan sering buang ludah sembarangan itu Dear Diary.
Besoknya aku ijin dari kantor untuk ke kampus rawamangun mengurus ijin cuti kuliah.
Aku menghindar, tak berani mengucap kata putus.
Dia terlalu baik, terlalu sopan, terlalu tampan dan indah untuk diberi kata putus.
Diatas segalanya, tinggi badannya sangat pas denganku untuk bergelantungan, aku juga bisa memakai hak tinggi tanpa takut lebih tinggi darinya.
Kayaknya sih aku juga jatuh cinta 50 % atau yah sekitar 75 % padanya, buktinya aku betul2 ingin mepelajari agama budha dan mau bersusah2 menunggu berjam2 untuk menemui tokoh Walubi buat diwawancara.
Aku betul2 tak tega mengucap kata putus karena aku sudah dikenalkan kepada seisi rumahnya, sampai ke burung beo kuningnya yang selalu memanggilku “ Rita sayang, ai lop yu...ai lop yu...”
Semuanya baik dan sayang kepadaku, perhatian mereka benar2 tulus.
Yah untungnya dia belum kukenalkan pada orang tuaku, jadi yang perlu kulakukan adalah cukup cuti kuliah dan pindah kost terbirit2 serta menghilang bagai ditelan bumi.

 

Dear Diary
Aku beragama Islam katanya.
Saat di SMA 8 sebetulnya aku ingin ikut pelajaran agama kristen, karena kulihat muridnya sedikit dan pengajarnya pendeta siapa namanya aku lupa, cowok lumayan enak dilihat yang penggambarannya  tidak bisa diucapkan dengan kata2, apalagi saat mengucapkan doa, kata2nya merasuk kedalam jiwa, sebetulnya sih karena bibirnya merah muda mengundang jadi aku membayangkan bibirnya ada didalam jiwaku, maksudku didalam hatiku.
Sayangnya baru 2 kali ikut pelajaran agama kristen aku dipanggil  guru BP, dan disuruh ikut pelajaran agama islam karena didata agamaku Islam.
Untung aku keburu pindah ke SMA 1 Cibinong.
Karena pendeta di SMA 1 Cibinong  gak ganteng ya sudahlah, aku ikut agama islam saja.
Jadilah aku ikut pelajaran agama islam dan menghafalkan rukun Islam dan rukun iman.
Aku juga belajar sholat, karena tata cara sholat termasuk ujian praktek.
Berkali2 aku praktek sholat didepan sahabatku Lasminah.
Aku mengucapkan bacaan2 sholatnya dengan keras dan diperbaiki oleh Lasminah bila salah pengucapannya.
Aduh lamunanku melantur lagi, tiba2 kok aku membayangkan Mulyono sedang latihan sholat menjelang pilpres 2019.
Ops...pasti seperti aku dulu.
Alhamdulilah nilai agama Islamku 8, walau saat praktek sholat didepan guru agama konsentrasiku sempat buyar karena sang guru agama memakai celana ketat sekali.
Yah aku kan juga manusia, masih kelas 3 SMA,  masih puber, kadang pikiranku suka melayang membayangkan warna celana dalam guru agamaku dibalik celana ketat metetetnya.
Coba gimana aku gak mau melantur kecelana ketatnya lha dia duduk didepanku sementara aku praktek sholat didepannya.
Sungguh berat perjuanganku untuk konsentrasi Dear Diary..
Betapa besar jasa Lasminah mengajariku sholat.
Lasminah juga yang membisikanku bahwa guru agamaku itu pacaran dengan muridnya yang namanya..ah tidak usah kusebutkanlah soalnya dia 1 grup mengaji Khoerunisa.
Tak lupa Lasminah bertanya apa yang menarik dari sang guru bukannya aku suka cowok ganteng dan pintar?
Aku pura pura baru sadar dari linglung .." eh iya ya..dia jelek ya? kayaknya aku musti pakai kacamata deh."
TIdak mungkin kan kalau aku bilang aku suka lihat karena celananya sempit metetet.

Dear Diary
Selama menikah dengan si semprul kalau menjelang umroh dan selepas umroh, biasanya aku dan si semprul rajin sholat.
Kadang kalau aku malas sholat tapi tak enak bersitegang dan melawan perintah si semprul untuk shokat aku pura2 ambil wudhu, aku basahi bagian2 yang seharusnya basah.
Untuk sholat aku cuma pura jedut2kan dahiku di lantai hingga terdengar si semprul dibagian lain dari kamar.
Saat aku mau naik haji malah lebih heboh. Kuhafalkan tahapan2nya dan bukan  doa2nya. Aku lebih heboh beli mukena cantik dan baju gamis serta supermi untuk persiapan disana.


Dear Diary,
Aku beragama Islam.
Tapi dulu yang kupikirkan dan kuutamakan hanya rasa malasku.
Aku tidak berpikir bahwa dengan berbuat seperti itu aku rugi dua kali, rugi waktu karena toh aku tetap saja jedut2kan kepala seolah2 sholat, aku juga rugi karena tidak mendapat  imbalan pahala hanya lelah saja, apalagi dosaku juga pasti ikut bertambah karena membohongi suamiku.
Namun semua berubah sejak hari senin 9 november 1998, saat aku mulai mengenakan busana muslimah kekantor.
Memang cuma kekantor, sebab dirumah aku tetap memakai daster butut atau kadang celana pendek dan kaos tank top atau kadang kaos gedombrangan.
Sejak memakai busana muslim, aku dan si semprul mulai rajin sholat.
Kami memanggil guru ngaji untuk mengajari sekeluarga mengaji.
Tetap saja aku tidak bisa mengaji walau dulu terakhir aku belajar mengaji  sudah sampai Alquran juz 1, aku lupa halaman  berapa. 
Seharusnya ingatan akan itu melekat lha aku mengaji hampir setahun, masak sama sekali tidak ada yang tersisa dalam ingatan sih?
Tapi sayangnya aku pelupa, benar2 pelupa, kadang saat menyalin diaryku ke FB saja aku kerap lupa wajah seseorang yang namanya tertulis. walau jelas2  namanya ditulis pakai huruf besar, tebal dan digambari hati warna merah muda.
Seharusnya kan aku ingat wajahnya, soalnya kalau aku menulis nama pakai tanda hati disebelahnya biasanya orang itu mengesankan, atau paling tidak ciumannya hebat.
Tetap saja aku perlu bantuan album untuk mengingat wajahnya.


Dear Diary
Saat bercerai dengan si semprul dan menikah lagi, sebagai pengantin baru yang sudah kadaluwarsa aku bahkan tak sempat sholat karena malas bolak balik keramas.
Saat itu bukannya aku tidak berusaha mengaji, tapi sayangnya saat ikut mengaji di pengajian haji Slamet kudapati terlalu banyak intrik2 berseliweran, saling sindir dan adanya geng eksklusif serta geng manusia biasa.
Walaupun aku dimasukan kelompok yang eksklusif tetap saja aku tidak tertarik karena niatku memang cuma untuk mengaji.


Dear Diary,
Aku memang beragama Islam.
Tapi aku bukan penganut  Islam yang baik, walau sholat wajib dan sunnah sudah rutin kujalankan saat ini tapi baca Al Quran saja aku masih belum bisa, Al Quran yang kubaca hanya dari tulisan latin.
Alhamdulilah walau terlambat, saat ini aku sudah hafal beberapa ayat, yang terpanjang kubisa adalah surat Yasin dan Al Waqiah.
Jangan tanya bagaimana caranya aku bisa hafal surat sepanjang itu.
Saat aku sengaja menghafalnya, aku malah tidak bisa2 hafal.
Bayangkan, untuk menghafal Al Insyirah yang hanya 7 ayat saja aku butuh 3 minggu.
Mungkin saking seringnya aku baca surat Yasin dan Al Waqiah tanpa sadar tahu2 aku hafal, yah masih terbalik2 sih, tapi kalau kalimat awalnya dibacakan pasti buntutnya aku bisa meneruskan.
Entah kenapa aku yakin dengan membaca surat Yasin dan menutup hariku dengan membaca surat Al Waqiah aku merasa hidupku akan nyaman dan terlindungi.
Maaf aku terlalu lebay kalau aku bilang hidupku akan nyaman karena setiap hari membuka dan menutup hari dengan membaca surat itu.
Persoalan tetap datang kok, silih berganti malahan.
Kadang aku juga gak punya uang atau kehabisan uang karena belum ke ATM, tapi hidupku tidak terbebani uang dan utang, aku cuma malas ambil ATM saja.
Masalah dengan orang tua dan anak2, bagi sebagian orang pasti aku yakin bisa membuat hilang akal.
Menjauh dari anak2 karena ingin mengajarkan kemandirian, membenci anak2 karena tak menghormati dan menyayangiku, dijauhi orang tua karena disalah artikan niatku melindungi orang tua, kadang bisa menghasilkan air mata ber ember2 banyaknya.
Kuturuti saja, menangis ya menangis.
Kukeluarkan air mata sebanyak2nya.
Kuadukan penderitaanku pada buku harian, bila masih kurang kutulis di FB, kutangisi dan kuadukan pada Tuhan dalam doa malamku, kuceritakan semuanya.
Kadang kalau tidak kuat aku bahkan suka menangis sampai menjerit2 saking sakitnya hatiku, mulutku ditutupi bantal agar tak terdengar Dini yang tidur sekamar denganku.
Kuberi waktu diriku sendiri, hanya seminggu aku boleh menangis dan meratapi nasib, cuma seminggu.
Biasanya setelah seminggu, kesedihanku hilang tak berbekas.
Aku bahkan bisa bercerita dengan enteng tentang masalahku.
Tapi yang pasti, dalam sedih atau tidak, kedua surat itu selalu kubaca tanpa lupa.
Agar aku bisa meninggal dengan husnul khotimah, konon menurut ibuku aku harus rajin membaca surat  Al Mulk.
Sebelum aku membacanya, dulu biasanya ibu mengetest bacaanku, apakah sesuai atau tidak, maklum kalau huruf arab ditulis dalam huruf latin kadang cara membacanya beda.
Setelah dikoreksi dan dikoreksi lagi, baru aku boleh membacanya.
Bukannya ibu tidak mau mengajarkan membaca Al Quran, tapi akunya yang lebih dulu ketakutan.
Gak lucu kalau aku belajar membaca sambil bersungut2 kesal karena dimarahi ibu bukan?

Dear Diary,
Aku memang beragama Islam, tapi aku masih belum mengerti apa2 tentang islam.
Saat ini pun aku masih tetap mencari guru mengaji wanita yang tidak suka gosip, baik dan berwajah teduh.
Tahun 2016 dulu saat Tio masih hidup, bersama Tuti dan Tio teman SMAku rencananya memang kami akan membentuk majlis taklim, sayangnya sudah tahunan berlalu masih belum ketahuan siapa yang jadi pengajar dan siapa2 yang akan diajarnya.
Tio bahkan sekarang sudah meninggal dan Tuti sudah ketahuan belangnya sebagai pengadu domba.
Mungkin ini skenario terbaik Tuhan untukku.
Saat ini aku kadang  sudah memakai baju muslim kalau keluar kamarku.
Intinya walau aku berusaha untuk menjadi lebih baik sebagai muslim, aku masih seperti yang dulu, mengerjakan sholat hanya karena kewajiban, belajar mengaji masih selalu niat, berjanji, niat, berjanji, begitu selalu.
Dalam agama Islam, berniat baik saja sudah dicatat oleh malaikat, cuma niat padahal.
Jadi bukan salahku kalau dulu sempat selama bertahun2 aku selalu niat ingin sholat tapi tak pernah sholat, selalu ingin jujur pada suami tapi akhirnya tak pernah jujur.
Yang penting sudah niat bukan ? Itu kan sudah dicatat sebagai kebaikan oleh malaikat.

Dear Diary
Itulah kenapa taubatku terlambat, karena baru niat saja sudah dicatat jadi menurutku ya sudahlah toh sudah dicatat.
Aku beragama Islam Dear Diary, tapi bukan penganut islam yang baik, bahkan kurasa aku bukan orang baik.
Itu saja curhatku hari ini Dear Diary..

Komentar

Postingan Populer