21. APAKAH AKU KENA PELET ?
Dear Diary,
Aku operasi angkat rahim dengan ketar ketir.
Untung dokternya yang kebetulan pemilik Rumah sakitnya sabar. Sayangnya aku tidak menyelidiki lebih dulu selengkap apa rumah sakitnya.
Operasi yang seharusnya bisa dilakukan dengan laser ternyata dilakukan dengan cara biasa.
Hampir 2 minggu aku dirawat.
Untung ada Susi adik bungsuku yang menjagaku di Rumah Sakit karena suamiku hanya bisa bezuk disore hari atau di jam2 kosong mengajar.
Bergantian teman2 kantor di tim ku bezuk.
Yang paling sering tentu saja sang bos.
Sendirian.
Dengan baju biru yang waktu itu dengan usil ku bilang keren.
Tiba2 saja hatiku mulai tersentuh dengan gaya kebapakannya.
Saat dia menerangkan tentang zakat, tentang kisah2 nabi atau tentang ekonomi islam.
Aku selalu manggut2 seolah mengerti walau sebenarnya bingung.
Nilainya mulai naik dimataku saat dia menerangkan tentang zakat maal.
Nilai suamiku mulai turun dimataku saat dia menolak membayar zakat maal dan hanya mau membayar zakat fitrah, itupun hanya aku dan anak2ku, zakat fitrah pembantu2 kami dia tidak mau membayarkannya.
Ketelatenannya membezuk ku dengan membawa buah2 kesukaanku, oleh2 lain berupa baju dan parfum yang berkelas semakin memperkecil nilai suamiku.
Aku lupa suamiku memang pelit tapi semua demi keluarga.
Dia selalu berhemat.
Saat lebaran pernah aku memaksa membeli sepatu baru buat suamiku, dia menolak mentah2.
" Beliin kacamata Arin saja bu, dia matanya gak jelas katanya. Bapak masih ada kok sepatu yang lama."
Kulihat memang sepatu lebaran 2 tahun yang lalu masih ada didalam kardus penuh debu sementara disebelah kardus sepatunya berjejer puluhan sepatuku berbagai warna dan model.
Sejak berkenalan dengan Uni Efendii, Uni Sepatu aku biasa memanggilnya, pengrajin sepatu yang tinggal didaerah gang Harlan Tanah Abang aku rajin mengkoleksi sepatu.
Kakiku yang panjang itu sangat membuat sengsara dan putus asa.
Saat itu rasanya sepatu di toko paling besar berukuran 40.
Lha aku kan 42, sampai tua muter2 toko juga gak akan ketemu ukuran 42.
Potongan dan jahitan sepatu buatan Uni Sepatu sangat rapih dan enaknya harganya bisa dicicil dan ditawar.
Biasanya aku memesan berdasarkan photo di majalah, dengan warna sesuai contoh kulit yang dibawa Uni sepatu, 1 atau 2 minggu kemudian jadilah sepatu keren seperti di majalah.
Walau bisa dicicil sampai 3 kali aku jarang mencicil, biasanya sengaja tanggal pembelian kujatuhkan bersamaan dengan saat tanggal gajian sehingga bisa bayar cash.
Aku melihat deretan sepatu2ku dan meringis melihat 2 kardus sepatu suamiku yang masih baru.
Begitulah dia, sepatu sampai dekil diinjak ujungnya, yang penting nyaman, peduli amat soal penampilan.
Setiap kuminta dibuang dia selalu bilang "ini sepatunya enak bu kalau buat nyetir, makanya bapak injak ujungnya."
Ya ampun...sejak kulihat sepatu dekilnya aku langsung menganggap dia musuh bebuyutanku.
Diam2 kusuruh pembantuku membuang sepatu butut itu ditempat sampah depan sekolah.
Besoknya sepulang kerja kulihat sepatu butut itu sudah dicuci bersih dan digantung diatap rumah.
Wajah suamiku 100 persen cemberut.
Seolah2 hidung dan mulutnya menjadi satu kesatuan, seperti bentuk gunung tangkuban perahu.
Besoknya diam2 aku bawa sepatu itu kekantor dan kubuang di tempat sampah.
Akhirnya dengan terpaksa sepatu baru itu dipakai juga oleh suamiku.
" Kalau beliin sepatu bapak jangan yang mahal2 dong bu, gak enak sama guru2 lain. Kayak ada kesenjangan sosial jadinya." kata si semprul suamiku.
"Iya guru2 itu kan istrinya bukan pegawai bank BNI, iparnya bukan Har, jadi mau dekil atau enggak gak jadi masalah buat dia. Gak bakal dikritik. Bapak memangnya lupa apa yang diomongin Har waktu itu ? Katanya ibu jangan beli buat diri sendiri, mas Lilik juga dibeliin dong. itu celananya sampai mengkilat gak dibeliin celana. Ingat kan ? Tolong hargai juga perasaan ibu. Bapak tahu kan waktu di wilayah 10 bapak disangka supir sama bekas pacar ibu. Itu karena bapak gak mau jaga penampilan. Bapak kan ganteng, sayang kalau jadi dekil dan gak enak dilihat seperti ini."
"Kalau bapak rapi dan keren nanti kalau ada yang naksir bagaimana ?" jawab suamiku, bermaksud melucu tapi terdengar garing ditelingaku.
" Ya silahkan saja kalau berani. Belum ada kan guru yang dimutilasi sama istrinya." ancamku.
Sejak ku ancam tumpukan kemeja2 barunya akan kuberikan adikku Buyung kalau tidak dipakai, suamiku jadi tampil rapi dengan kemeja biru muda, merah muda, ungu atau biru idolaku
Kadang kupakaikan rompi abu2.
"Apaan sih bapak pakai kemeja ungu. Bapak jadi keliatan tambah hitam." si semprul menolak pertama kubelikan kemeja ungu.
"Itu warna lagi nge trend pak. Bapak keren kok pakai warna ungu. Kalau jelek kan gak mungkin ibu beli, mana mau ibu suaminya keliatan jelek."
Padahal mana ada trend cowok pakai baju ungu. Aku beli kemeja ungu tua karena aku jahit baju warna ungu muda. Biar serasi maksudnya.
" Ibu...ngapain sih bapak dipakaikan rompi segala, diruangan kelas kan panas."
"Makanya kelasnya dipasangi AC, masak dari jaman kuda gigit besi ruangan kelasnya gak pakai AC. Berubah dong biar tambah maju."
Tidak lama ruang kelasnya memang dipasangi AC. Dia pakai rompi hanya kalau dapat jatah mengajar dikelas ber AC.
Saat kubelikan kemeja warna hitam dia juga mengomel panjang lebar.
"Apa2an sih, bapak sudah hitam dibeliin kemeja hitam." sambil bersungut2 gak jelas saat mencoba kemeja itu.
"Pak...makanya sekali2 baca majalah mode. Cowok pakai kemeja hitam itu keren, auranya penuh misteri. Ibu suka cleguk2 kalau lihat cowok pakai kemeja warna hitam. Bapak memangnya rela lihat istrinya nafsu lihat cowok pakai kemeja hitam ?"
Mengetahui istrinya penggemar cowok berbaju hitam si semprul suamiku dengan bahagia akhirnya sering pakai kemeja hitam itu sampai aku bosan lihatnya.
Memang dasarnya si semprul itu ganteng, mau pakai baju ungu, biru atau hitampun tetap saja menurutku ganteng.
Eh jangan2 itu hanya pendapatku ya.Dear Diary.?
Dear Diary,
Aku tahu seharusnya aku tidak membanding2kan suamiku dengan laki2 lain.
Seharusnya aku tidak pernah berdiskusi atau minta nasehat pada laki2 lain apalagi pada laki2 buaya model bosku itu.
Aku suka curhat, sebetulnya sih bukan curhat tapi ditanya suamiku.
" Tadi ibu makan di restoran Nelayan Manggala pak. Masak 1 lobster harganya sampai 1 juta. Ibu mending makan udang galah deh daripada makan lobster, serem."
" Dari Nelayan ibu diajak kemana lagi ?"
" Gak ah langsung pulang..kan bos2 mau ada rapat dengan pak Saifudin".
Kadang tanpa ditanya alu malah yang lapor.
" Pak tadi ibu diajak makan di hotel Ibis Slipi. Udang bakar nya enak banget lho pak."
" Hotel Ibis ?!" Hampir berteriak suamiku bertanya.
" Iya. Nanti ibu mau ajak anak2 ah berenang disitu. Makanannya enak2."
Semua omonganku dicatat tanggal2nya oleh suamiku dengan runtut.
Aku kadang suka bingung dengan perasaanku.
Suamiku tidak punya kekurangan apapun. Kalau bisa dibilang pelit dan hemat sebagai kekurangan, maka hanya itu kekurangannya.
Tapi kenapa aku selalu berpikir tentang bosku?
Pintar ?
Si semprul toh juga pintar.
Dia juga sama2 S2, tidak ada kekurangan apapun.
" Pak kok ibu ingat pak Barkin melulu ya ? Rasanya kepengen hari buru2 pagi dan ketemu dia. Padahal kan dia gak lebih cakep dari bapak, malah lebih tua 10 tahun dari ibu." aku mengeluh panjang lebar tentang perasaanku.
"Tapi pak Barkin belum pernah ngapai2in ibu kan ?"
" Cuma dipanggil cah ayu, kadang sambil lewat kepala ibu di elus tapi kan kena jilbabnya doang pak."
"Kayaknya ibu dipelet deh. Bapak yakin. Ibu kalau naksir orang kan gak pernah sampai dibawa pulang."
" Iya kayaknya dipelet. Ibu suka usil soalnya mungkin dia jadi penasaran."
Saat hari libur itu aku diajak ke Sentul menemui Kyai siapa lupa namanya.
Tetap saja bayangannya tidak bisa hilang.
"Masih ingat pak Barkin ya bu ?" tanya suamiku.
" Iya..gak manjur kayaknya pak." jawabku lemas.
Dari salah seorang temanku, Edwin, aku diberi alamat seorang paranormal terkenal, pak Ikhsan namanya.
Pasiennya berjibun.
Jam 12 malam kadang kami baru pulang berobat dari rumah pak Ikhsan di Ciledug.
Berobat di pak Ikhsan baru 4 kali kujalani.
Memang ada perbaikan.
Aku jadi malas dan tidak kagum lagi melihat wajah bos ku.
Kalau dia memanggilku Teji aku sudah berani menolak "apa sih panggil2 Teji. Nama saya bukanTeji."
SMS2 rayuannya juga sudah malas layani.
Bukan kelasku melayani rayuan norak seperti itu.
Kudiamkan saja.
Tiba2 keadaan berbalik ke titik nol saat kudengar pak Ikhsan sakit.
Kami, aku dan si semprul.sempat bezuk pak Ikhsan di RS Pertamina Plumpang.
Aku ingat jelas percakapan terakhir kami.
"Pak Ikhsan maaf ya pak...gara2 saya bapak sakit." aku menangis sambil cium tangannya.
"Gak apa2 bu...ini resiko pekerjaan. Ibu hati2 ya..itu orang punya jin yang ikut keluarganya turun temurun...ibu coba cari orang lain buat bantu ibu lupakan dia. Saya kalah lawan dia."
Itu kata2 terakhir pak Ikhsan.
Esoknya dari Edwin kudengar pak Ikhsan meninggal dunia.
Aku kaget dan lemas sejadi2nya.
Siapa lagi yang melindungiku ?
Dear Diary,
Tidak cukup hanya umroh, si semprul juga mengajakku naik haji untuk menjauhkanku dari pak Barkin.
Aku naik haji mengikuti kelompok haji anggota DPRD DKI Jakarta.
Aku setuju bahkan antusias.
Aku ingin bertanya langsung dirumahNYA, siapakah jodohku ?
Benarkah Lilik jodohku ?
Yang tidak kutahu ternyata sebelum berangkat haji, disela sela periksa kesehatan dan yang lainnya, suamiku menemui pak Barkin 4 mata pada tanggal 10 desember 2002.
Entah dimana, dia tidak memberi tahu.
Suamiku meminta dengan sangat agar pak Barkin menjauhiku dan tidak merayu2ku lagi.
Aku juga sebenarnya tidak terlalu memikirkan rayuan kampungannya lagi.
Aku benar2 sibuk menghafal bacaan2 buat disana nanti.
Aku tidak membawa banyak baju karena niatku memang ingin membeli abaya disana.
Abaya ukuran M buatku masih kebesaran, padahal di Jakarta aku pakai XL
Pak Barkin ternyata malah makin sibuk mendekatiku. Makin aku tidak peduli dia malah makin tertarik.
Aku bimbang Dear Diary.
Dia bahkan berbicara tentang mimpinya tentang rumah besar di Jogja, tentang aku yang berbaju hitam dan berjilbab putih berjalan disisinya sambil melangkah dan melompat2 riang.
What ?
Aku melompat2 ?
Sebelum berangkat, diasrama haji Pondok Gede kuterima SMS.
" Jumat itu,
Saat pertama hati bertemu.
Sejujurnya aku rindu,
Aku rindu segalanya tentang teji,
Wanita perkasa yang kini mengisi hati ini."
Tentu saja puisi itu ditulis dlm bahasa inggris, dan aku dengan susah payah menterjemahkannya.
Dear Diary,
Ditengah galaunya hatiku, ada rasa pedih dan tekad untuk bertanya pada Tuhan nanti disana.
Kejadian pedih saat ibu, ayah dan adik2 mengantarku ke asrama haji Pondok Gede, bertemu dengan ayah dan ibunya si semprul suamiku.
"Oh ini ibu nya Rita ya ?" tanya mertua perempuanku dihadapan rombongan keluargaku dan guru2 tempat suamiku mengajar.
Suasana langsung ramai dengan bisik2.para guru " memangnya gak saling kenal ya ?"
" kok bisa sih gak kenal sama besannya"
" kayaknya besannya orang miskin ya jadi gak mau kenal keluarganya pak Lilik."
Aku tidak tahu ibuku menjawab apa karena ramainya respon para guru.
Suasana memang ramai sekali dengan para pengantar calon jemaah haji.
Ada rasa sakit dan sedih melihat ibu dan ayahku.
Mereka yang melahirkan dan membesarkanku tapi tidak pernah dianggap sebagai layaknya besan.
Tidak pernah ada kata ingin bertemu orang tuaku, tidak pernah ada usaha mengenal orang tuaku.
Tidak pernah sekalipun.
15 tahun usia perkawinan, 3 anak dan orang tuaku tetap dianggap tidak ada oleh mereka.
Aku berdiri mematung memandang kepergian orang tuaku dari balik pagar.
Kembali perasaan tidak nyaman dan tidak aman ini singgah lagi dihatiku.
Rasa sakit ini ternyata tidak pernah hilang, hanya bersembunyi disudut hati.
Komentar
Posting Komentar