ALHAMDULILAH MASIH BISA TERTAWA
Dear Diary,
Hari ini minggu 16 Desember 2018 aku dan teman2 dari kelompok 5 sekawan berencana ketemuan, start dari rumahku.
Karena tepi jalan rumahku longsor pas dipinggir jembatan kuanjurkan agar jangan parkir ditepi jalan, tapi di RS FMC.
Jadilah Yanti dan Yunis parkir di RS FMC dan dijemput Tati serta Tika.
Janji jam 10 sampai rumahku, alhamdulilah cuma lewat 6 menit, ini rekor baru, biasanya 1 jam.
Ini benar2 perbaikan kwalitas jam karet.
Syukurlah, aku jadi tidak perlu tambah basah kuyup, soalnya tadi aku sudah menunggu dengan baju lengkap dengan jilbabnya.
Sambil menunggu tadi aku iseng2 pakai jilbab dari selendang pashmina biru nyontek dari buku pemakaian jilbab.
Kumiringkan kekiri biar pipiku kelihatan tirus.
Menurutku sih fine2 saja, entahlah kata teman2ku, soalnya mereka pemerhati lingkungan sama sepertiku.
Saat kulihat teman2ku tidak berkomentar hatiku melompat2 kegirangan...horee berarti jilbabku bisa diterima akal sehat.
Horee..
Dear Diary
Biasanya kalau kami ketemuan itu haha hehe dulu baru beramal baik sesudahnya, biar impas, karena pasti selama haha hehe itu kan ada dosa yg tercipta kr saling ledek atau karena menggosip tentang siapa lagi kalau bukan tentang artis atau setengah artis.
Mungkin kr kali ini niat baik datang lebih dulu, jadilah kami berbuat baik dulu.
Karena kebetulan targetnya ada disebelah rumah jadilah kami beramai2 kesana ketempat seorang wanita tua yang sebatang kara dirumah bobrok yang mau dirobohkan.
Wanita itu tidur dilantai beralaskan plastik bergambar Dora Emon yg sudah pudar, memakai atasan kutang mirip kutangnya artis2 jaman dulu.
Dia langsung bangun begitu kami masuk.
"Mak ini teman2 saya mau nengokin emak." kataku memperkenalkan teman2ku.
Dia langsung mencium tanganku, alhamdulilah dia tidak mencium pipiku seperti kebiasaan jaman sekarang, lalu mencium tangan teman2ku yang lain.
Tidak lama disana, hanya sekedar "memperlihatkan" si emak itu pada teman2ku untuk target amal selanjutnya, makanya setelah memberi bingkisan kami langsung keluar dari rumah bobrok itu.
Aneh bin ajaib, saat Tati dan yang lain2 menyerahkan bingkisan2 si emak menerima sambil menunjukkan giginya menyeringai.
Padahal beberapa waktu lalu saat aku melalui Dini menyerahkan kasur lipat, dia menolak bahkan menuduh Dini "ini boleh maling ya?" gara2 Dini memaksa memberi kasur lipat itu.
"Dia berarti tahu bu, kita tulus ngasihnya" kata Tati memulai adegan kompor hari ini.
" Lha ibu juga tulus ngasihnya daripada gak dipakai lagi." jawabku.
" Ya dia berarti orangnya baik bu...dia gak mau itu boleh maling. Mungkin dia juga curiga lihat wajah ibu." sambung Tati.
" Yah roti buat kita tadi aku kasih semua ke si emak tadi .....aku kenapa jadi lupa ya?" tiba2 Yunis mengeluh dengan suara memelas yg langsung disambut suara tawa Yanti dan Tika.
Teman2ku di group ini memang mudah tertawa Dear Diary, buat yg tidak tahan banting ya gak akan mampu bertahan ditertawakan dan mentertawakan.
Bukan dengan konotasi negatif ditertawakannya Dear Diary.
Contohnya Yunis tadi.
Dia kalau bicara penuh kesedihan, pesimis pokoknya seperti orang mengeluh.
Aku menduga dia pasti gak mencapai target lagi tahun ini.
" yah jadinya aku yang nyetir terus nih.." atau " jangan pesan makanan banyak2 dong...pilih seperlunya saja...jangan yang mahal2, kan sayang kalau gak habis..."
Kalau kalimat itu diucapkan Tika umpamanya, gak akan menimbulkan tawa kr wajah Tika tidak pas buat ditertawai, maksudnya Tika itu serius wajahnya.
Kalau Yunis yang bicara entah kenapa kita langsung membayangkan Yunis seperti anak terlantar yang kehilangan emak dan bapaknya di pasar induk Kramar Jati.
Jadilah kita semua tertawa mentertawakan kebingungan dan kesedihan Yunis yang kehilangan roti karena terlanjur dikasih si emak semuanya.
Untung di mobil ada kue kamir, buah2an, rengginang dan aqua jadi dia gak akan kelaparan walau tanpa roti.
Gaya Yanti beda lagi saat bicara.
Pernah lihat orang puasa setahun penuh ?
Nah itu gaya Yanti bicara, hampir tak terdengar, sayup2 saja.
Yang paling tegas mungkin gayanya Tati. Kadang kita gak bisa bedakan apakah Tati itu sedang marah atau curhat.
Kan kalau curhat harusnya mimiknya sendu ya Dear Diary ?
Apa gaya notaris memang seperti itu ya ?
" Jadi ya..ustadz O itu enak lo didengarnya. Saya saja jadi sabar setelah dengar ceramah ustadz O bahwa segala sesuatunya terjadi karena atas idzin Allah. Saya kalau mau marah tarik nafas dulu..."segala sesuatu atas idzin Allah" terus hembuskan nafas..pokoknya sekarang saya sabar..sabar banget."
Nama ustadznya sengaja disamarkan kr blm seijin sang ustadz.
Walau diucapkan biasa2 saja kami rasanya seperti dipaksa mengaku " awas ya kalau bilang gue orang yang gak sabar...awas ya..."
Jadi kami semua dengan patuh hampir berbarengan menyahut "iya Tat...Tati sabar.. semua atas idzin Allah.."
" Badan ibu gemuk juga rasanya atas idzin Allah ya Tat.." jawabku sedih karena merasa Allah mengijinkan tubuhku melebar seperti ini.
Nah gaya orang lugu itu rasanya cuma punya Tika.
Setiap ada yg berbicara tentang rumah tangga misalnya tentang suami atau tentang ML, Tika dengan mata melotot penuh antusias akan bertanya "oh begitu ya bu ?" kutebak dia sambil membayangkannya.
Wajahnya seperti orang sedang trance selama beberapa saat setelah mendengar cerita2 ML...
Yang paling sering dibully tentu saja aku, karena aku sering kali latah dan mengucapkan alat kelamin pria.
Yanti, Tika dan Yunis sampai berbusa2 mengajarkan agar aku istigfar setiap kali ingin latah.
Duh, kalimat latah itu otomatis keluar sebelum otakku bisa mencerna kalimat istigfar, ingin aku teriak keras2.
Memangnya aku gak malu harus mengucapkan kalimat kotor itu, bahkan berulang2 kalau aku dikagetkan berulang2.
Dear Diary,
Singkat cerita akhirnya kami sampai di Rumah Air, dekat Bogor Nirwana Club.
Aku, Yanti dan Yunis turun lebih dulu untuk pesan tempat sementara Tati dan Tika parkir.
"Wah betul Yunis Yan, ternyata ini empang bukannya danau." seruku kecewa," airnya kotor lagi."
" Iya ya ini sih empang wong kecil kok" jawab Yanti sambil mendesah2, kuduga dia kelaparan, kan dia habis sakit soalnya.
" Nah itu bu saungnya kosong kita kesitu saja" kata Yanti.
" Itu bukan saung deh Yan...itu tempat cuci piring...lihat deh..ada bak2 cuci piring soalnya."
" ohh...iya ya bu.."
Tak lama Yunis datang sambil tersenyum penuh kesuksesan " kita sudah dapat tempat bu, saung nomor 20"
Apa yang terjadi saat menemukan saung 20 ?
Tati langsung mengeluarkan kamera canggihnya, Yunis mengeluarkan tongsis yang panjangnya allaihisalam, Yanti dan Tika segera mencari posisi yang bisa memantau orang lewat, sedangkan aku hanya duduk dengan susah payah, dan mengesot pelan2 agar bisa masuk frame saat diphoto.
Bahkan saat pelayan datang menyodorkan menu, karena sedang asyik photo2 ditolak mentah2.
" Bisa kesininya nanti saja gak ya? menunya taruh saja disitu dulu, lagi tanggung photo2."
"Gak bisa pesan dulu ya bu, kalau nanti2 dimasaknya pasti lama karena nanti disini penuh." Pelayan itu memang kelihatan ngeyel.
Saat minuman Yanti tidak manispun dia masih ngeyel.
"Sudah gak apa2 Yan, kamu minum sambil lihatin ibu saja nanti juga terasa manis, biasanya begitu kalau sambil lihatin orang manis."
Untungnya akhirnya Yanti mendapat minuman ganti.
" Lho kok photo ibu gendut banget. ini harus di edit Tat biar ibu kurusan " kataku kecewa saat lihat hasil photo keadaanku ternyata sesuai aslinya.
Biasanya kamera Tati canggih, aku selalu kelihatan lebih manusiawi penampilannya.
"Ibu nanti diphoto menyamping saja, kan ibu pakai jilbabnya miring2 tuh." kata Tati.
" Ibu nanti diedit saja bu, kan ibu jilbabnya miring, nanti wajahnya diedit jadi tinggal sepotong saja bu." Tika ikut nimbrung.
" Tikaaa....kamu mau ibu doain gak lulus ke Denmark biar kamu di Pondok Cabe saja sampai tua?" kataku.
"Lagiannn...ibu sih pakai jilbabnya dimiring2in gitu. Siapa sih yang pakein jilbab ibu, bukan sama saya saja." kata Yanti lemas gemulai.
"Memangnya jelek ya jilbab ibu? ini ibu contoh di buku kok. Tadi ibu ngaca cakep kok."
Semua tertawa mentertawakan jilbab style miringku.
"Coba tanya mbak Tati aja bu, dia kan jujur kalau koment." kata salah satu suara.
Tati dengan bahagia menjawab "ibu kalau pakai jilbab jangan aneh2 deh, itu kepala ibu jadi gede sebelah dimiring2in gitu."
Dan merekapun tertawa bahagia berbarengan.
Duh kejamnya dunia, untung otak2 di Rumah Airnya enak2 walau bumbunya kurang pedas, akupun segera melupakan tragedi jilbab miringku.
Dear Diary,
Entah berapa puluh kali kami photo2, rasanya sampai kering bibirku karena harus senyum semanis mungkin.
Capek photo2, makan lagi, photo lagi sampai tiba2 ada salah seorang yang sadar bahwa masih ada 1 tujuan lagi, ke Warso Farm.
" Jangan kenyang2 makannya...sisain tempat di perut buat makan duren di Warso Farm."
Kami buru2 makan secukupnya, sisa makanan dibungkus untuk Dini saat pulang nanti.
Kulirik bill yang sedang dibayar Tati, 700 ribu, ehmm...lebih mahal daripada Mang Kabayan , rasanya juga biasa2 saja.
Yanti, Tika dan Tati ingin sholat dhuhur sayang WCnya kotornya minta ampun, jadi mereka batal sholat dan malah photo2 lagi.
Seperti biasa Tati jadi pengarah gaya, mengarahkan gaya teman2 dari mulai gaya putri duyung, sampai suster ngesot di kolam renang yang kotor.
Cuma aku yang tidak mau diphoto ditepi kolam.
Aku tahu pasti aku nanti pasti akan terlihat seperti ikan paus terdampar dipinggir kolam..
Dear Diary,
Setelah terliwat 1 jembatan akhirnya gerombolan gak jelas ini sampai Warso Farm.
Aku terharu, sampai ingin kencing mendengar alasan Tika dan Yunis ingin ke Warso Farm.
"Aku nanti diphoto didepan patung duren ya..buat kenang2an kalau jadi pergi ke Denmark."
"Memangnya berapa lama Tika perginya?"
" Tiga tahun bu."
Oh wajarlah...3 tahun dia pasti rindu duren.
" Saya juga dong di photo dekat patung duren"kata Yunis.
Nah kalau ini jujur saja aku bingung, apalagi melihat wajah sendu Yunis memandang patung duren itu.
Ada apa antara Yunis dengan duren ??
" Iya nanti..kita sholat dhuhur dulu nanti keburu habis waktunya." kata Tati.
" Ibu sholat dirumah saja ya, pasti keburu kali ya?" kataku pada Yunis sambil menunggui tas2." eh apa sholat disini saja ya?"
" Mending ibu sholat disini saja bu, daripada nanti gak keburu. Sini saya tungguin tasnya."
Dengan penuh khusyuk aku sholat ashar, pakai sholat sunah qobliyah lagi.
" Ibu sholat apa?" tanya Tati " bukannya ibu tadi sudah sholat di Rumah Air ?"
" Ibu sholat ashar."
Kampret banget, mereka tertawa barengan.
"Ini masih dhuhur bu. Kerajinan banget sih. Saya sampai gak konsentrasi lihat ibu sholat lagi "
Arghhh...ini gara2 Yunis bilang aku harus sholat.
" Ya ibu kenapa gak lihat jam ? Saya kan lagi gak sholat makanya gak tahu itu sholat apaan?" Yunis membela diri dengan wajah pasrah diomeli "Ya sudahlah bu...itu atas idzin Allah bu sholatnya dobel2." sambungnya.
Arghhh !!
Dear Diary,
Duren di Warso Farm ini memang lezat.
Dua buah duren seharga 330 ribu segera habis tak bersisa.
Eh anu...bukannya kami rakus kalau duren itu cepat habis, tapi karena kami ingin segera photo2 dibawah pohon duren.
Sayangnya baru sampai awal pendakian hujan turun, jadi adegan photo dibawah pohon duren batal. Bahkan photo dibawah patung duren juga batal.
"Nanti ketemuan lagi kalau Tika mau pergi ya...kita kesini lagi saja biar bisa photo2 dibawah patung duren."
"Iya mudah2an kamu lulus Tika. 3 tahun ambil S3 itu lumayan lama. Tapi ibu pesan jangan sombong ya. Takutnya pas ketemuan nanti kamu malah nanya " sorry, who is this?" atau jangan2 malah pake adegan nanya " ehm...rita or lita ya?" awas ya...kalau begitu mending gak lulus aja deh."
" Gak bu...saya mah gak sombong."
Kenapa aku gak yakin sama Tika ya?
Rasanya dia pasti lupa gaya Pondok Cabenya.
3 tahun bukan waktu sebentar soalnya.
Dear Diary,
5 jam bersama teman2 rasanya sebentar sekali.
Akhirnya memang waktu yang memisahkan
Selama ini harta dan gelar tidak mampu memisahkan, tapi jarak dan waktu yang memisahkan.
Aku belum sempat meminta maaf pada teman2ku, siapa tahu ini pertemuan terakhirku mengingat mimpi2ku selama ini.
Kalau memang ini kali terakhir kebersamaan kita, aku minta maaf.
Aku minta maaf atas semua kemarahan2ku, kekasaran2 ucapanku saat masih membawahi kalian.
Kesabaran dan kelembutan, dua sifat itu yang tak pernah aku miliki.
Aku minta maaf, maaf dan maaf...
Komentar
Posting Komentar