ANTARA HIJAB, JILBAB DAN MAUT.


Tadi siang aku kirim 2 buah photo kecelakaan motor karena memakai syari' i panjang yang akhirnya tersangkut ke jeruji motor, ke semua teman2 wanitaku.
Termasuk ke ibu guru Nina Emilia.
Aku lupa kalau bu guru gak pernah naik motor, kemana2 dia bawa mobil, maklumlah dia horang kayah rayah.
" Eh ngapain sayah kirim ke bu guru ya, kan bu guru gak naik motor. Payah deh kalau sudah tua lupa."
" Gak apa2 nyonyah..... saya pernah kok naik motor jaman smp sma 😬, sekarang juga masih suka, cuman di rumah adanya motor gede buat cowoq...πŸ˜‚, bisa kram paha nya kalo naik motor gituπŸ˜‚πŸ™ˆ."
Seperti biasa bu guru kalau kirim WA pasti banyak gambar emoticonnya, dari mulai orang tertawa lebar dengan bibir tebal sampai gambar monyet bersedih.
Kadang2 aku bingung mengartikannya.
Tapi yah namanya juga bu guru, guru itu selalu benar.
Aku ingat sekali pak Uci Sanusi guru SMAku bilang seperti itu saat aku protes dikasih nilai 8 padahal aku betul semua jawabannya.
" Guru itu dimana2 selalu benar, murid selalu salah. Angka 10 itu hanya milik Tuhan, angka 9 milik guru nah angka 8 itu baru milik murid." Katanya sambil menyemprotkan butiran2 ludah.
Kalau kelak ada anak SMAN Cibinong yang korupsi rasanya pak Uci mempunyai andil besar karena mengajarkan korupsi nilai sejak dini.
Untunglah walau beliau guru idolaku aku tidak akan pernah menirunya.
" Tuh kan...sia2...." keluhku.
" Saya pernah nyonyah bareng suami naik motor ke lembang, anak anak sama om nya pake mobil.. itu rasanyaaaa pulang pergi kaki jari udah seperti bunga mekar krn kerendem air hujanπŸ˜‚, terus pas nyampe rumah jalannya ngegang πŸ˜‚πŸ˜‚,.."
Aku langsung membayangkan bu guru berjalan seperti koboy dengan kaki mengangkang.
Perutku sampai mules kebanyakan  tertawa.
" He he derita banget deh. Kalau sayah sih sama sekali takut naik motor bu guru, berani naik ojek hanya kalau jarak dekat saja."
" Iyalah nyonyah.... banyak kejadian kok yg naik motor sering gak perhatiin gamis dan jiilbabnya suka kesrimpet sama jeruji motor..😭😭"
" Itu dia, menuruti agama tp gak memperhatikan keselamatan. "
Untungnya aku termasuk musuh para tukang ojek, jadi mau tak mau aku malas naik ojek.
Waktu di Sentul, dari stasiun bis Sentul aku selalu naik ojek ke rumah, dan anehnya tukang ojek suka pura2 main HP kalau kudatangi.
Biasanya aku memang lebih suka mendatangi tukang ojek sambil mengendus2 baunya serta rambutnya, apakah berketombe atau tidak.
Saat kudapat tukang ojek langgananku, dengan tehnik interogasi mutakhir kukorek keterangan tentang sikap tukang ojek yang aneh menurutku.
" Iya bu haji, teman2 pada gak mau narik ibu. Selain ibu badannya berat jadi motor cepat rusak, ibu juga kalau pegangan kencang banget. Saya saja pertama kali narik ibu malamnya saya lihat diperut saya pada biru2 bekas dipeluk ibu."
Pengakuan itu menyakitkan hatiku, saat itu aku sedang sedih sesedih2nyadidera masalah.
Masak sih aku senafsu itu sama tukang ojek?
Aku ingin meluruskan masalah bahwa kalau aku memeluk erat itu karena takut jatuh bukan karena nafsu, sayangnya aku tak pernah ada waktu sampai akhirnya aku pindah dari Sentul.
Saat itu aku sempat bersumpah gak mau naik ojek lagi.
Akhirnya kuultimatum anakku si tengah, untuk selalu mengantar jemput aku ke stasiun bus Sentul atau mobilnya kujual.
Harus !
Aku sudah tersakiti tukang ojek soalnya !
Lagi asyik2nya membayangkan penderitaan ditolak tukang ojek, tiba2 masuk WA dari bu guru.
" Naik motor itu kalo darurat boleh nyonyah dengan lawan jenis.. misalnya gojeknya laki laki.. tapi kan sekarang juga ada tuh gojeknya syar'i , jadi drivernya perempuan utk penumpang perempuan.. khawatirnya adalah timbulnya shahwat, eh sengaja mendadak nge rem, terus jalannya di meliuk meliuk in kayak ular tangga.. 😬, trs perempuan itu kan harus punya malu ya nyonyah.....yg lainnya berdua dua an dengan lawan jenis .. jadi sih kalau masalah darurat aja nyonyah naik ojek sambil pegangan perut tukang ojek....kalo saya pribadi alasannya seperti diatas tadi..
ilmu saya blm banyak nyonyah.. "
“ Kalau memang harus naik motor ya tetap perhatikan aurat ya nyonyah.. jangan naik motor goncengan pake jilbab syar'i lupa pake daleman celana panjang akhirnya kakinya keliatan, trs diatur lah posisinya supaya syari’i yg panjang itu gak sampai nutupin lampu sign .. kadang drivernya belok kiri lampu sign nya gak kliatan gara gara ketutupan syari’i.. 
Intinya sih bu.. syari’i bukan penghalang utk naik motor baik sendiri atau di bonceng tapi tetap memperhatikan keselamatan kita.. dan menutup aurat” sambung bu guru.
“ Eh tapi nyonyah kok gak bisa bedain ya antara hijab, jilbab dan syari’i. Apa sih bedanya bu guru?”
“ Hijab menurut Al Quran adalah penutup atau pembatas. Hijab yang berasal dari kata hajaban  artinya menutupi. Nah kalau jilbab itu menurut bahasa arab artinya pakaian yang longgar dan dijulurkan keseluruh tubuh sehingga mendekati tanah. Kita biasa menyebutnya Syari’i, asalnya dari kata syariat nyonyah.. jadi kalo berhijab sesuai syar'i ya itu artinya menutup aurat sesuai syariat dengan penutup yg longgar tidak berbentuk, tidak transparan, tebal, dan tidak mengikuti gaya gaya kuffar.”
Walau sesungguhnya agak bingung tapi aku mulai mengerti, bahwa hijab itu penutup aurat, dan hijab yang sesuai tuntunan Al Quran adalah yang menutupi tubuh dari atas sampai tanah.
Buat orang bertubuh subur sepertiku sebetulnya mengenakan Syari’i itu sangat menguntungkan banget, soalnya pantat tepos tak berbentuk milikku tidak terlihat siapapun.
Dulu pernah anak2 perempuanku mengenakan hijab saat mereka masih sekolah di SMPdan SMA Al Azhar Kebayoran Baru, sayangnya setelah lepas SMA hijab mereka pun terlepas berganti dengan rambut warna warni, kadang memakai semburat warna coklat kadang hijau, kadang lurus, kadang keriting yang biasanya disesuaikan dengan warna gigi mereka yang saat itu memakai behel ( dental braces).
Kebiasaan menyesuaikan warna rambut dengan warna behel berakhir saat kutangkap katak hijau menyuruh tukang kebunku, pak Oman, dan bilang bahwa katak hijau itu selain tubuhnya hijau, giginya juga berwarna hijau.
Padahal aku bahkan tak tahu apakah katak bergigi atau tidak. 
Yah memang, sebagai muslim yang tidak baik, aku memang sering ifrath (berlebih-lebihan) dan kadang malah suka tafrith (menyepelekan) penerapan hijab kepada anak-anak perempuanku, padahal perkara hijab yang pertama adalah tanggungjawab orangtua. 
Aku membaca bahwa Syaikh Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baz pernah ditanya tentang masalah ini:
“ Kapan seorang anak perempuan wajib memakai *hijab syar'i*? Mulai usia berapa ?”
Jawaban Syaikh Bin Baz: 
“ Dia wajib memakai hijab jika dia telah *BALIGH* antara lain: Jika dia telah *HAIDH*  atau Jika dia mengeluarkan mani ketika *ihtilam* (mimpi basah) atau Jika dia telah berusia 15 tahun, seperti anak laki-laki.”
(Mana saja di antara tanda-tanda tersebut yang *muncul lebih dahulu*, berarti itu adalah *tanda balighnya* anak perempuan ).
Syaikh *Muhammad bin Shalih Al-Munajjid* menambahkan: 
"Jika seorang anak perempuan *mendekati usia baligh*, sesungguhnya bila dia tidak memakai hijab, maka hal tersebut *dikhawatirkan* menjadi *fitnah* (ujian, godaan) bagi para pemuda, dan dikhawatirkan merekapun menjadi *fitnah* bagi dirinya.
Maka *selayaknya* bagi para orangtua / walinya agar mengharuskannya berhijab, dalam rangka *saddan li adz-dzarii'ah* (menutup pintu keburukan) dan *man'an li al-mafsadah* (mencegah kerusakan)."
Enaknya dalam Islam itu ada dalil yang meringankan, yaitu walau berhijab diwajibkan, tapi nantilah, biarkan saja anak2 senang2memakai celana monyet atau baju tarzan, tapi yang jelas :
1. Mendidik Anak secara Islami adalah tanggungjawab pertama bagi orangtua. 
2. Dahulukan yang paling penting dalam mendidik anak sejak usia Tamyiz, dimulai dengan membiasakan Shalat, lalu Puasa, baru kemudian Hijab Syar'i. 
3. Sebelum usia baligh, mereka bukanlah mukallaf (bukan orang yang diberi tanggungjawab syari'at), maka Shalat, Puasa, Hijab, dll *BUKAN* merupakan kewajiban bagi mereka, namun hanya sekedar *pembiasaan*.
4. Karena Hijab Syar'ipun belum wajib bagi mereka sebelum usia baligh, maka berilah mereka kelonggaran dalam berhias pada pakaian mereka, terutama sebelum usia tamyiz, biarkanlah mereka bersenang-senang dengan menghias rambut mereka: ikat rambut, jepit, bando, dll.
5. Jika anak perempuan telah dibiasakan memakai hijab ketika mendekati usia baligh, hal itu akan memudahkan bagi mereka untuk berhijab saat mereka baligh.
6. Ketika anak perempuan telah baligh, saat itulah dia benar-benar WAJIB memakai hijab syar'i secara sempurna.
( sumber http://bbg-alilmu.com | *Menebar Cahaya Sunnah*)
Kalau aku menulis ini,bukan berarti anakku memakai jilbab, belum, kuharap nanti mereka semua akan memakainya.
Bagaimanapun memakai jilbab adalah kewajiban seorang muslimah.
Dari pantulan monitor, kulihat rambutku yang dipaksa menjadi bule, diuwel2 oleh bando warna warni, dengan baju daster kebanggaanku.
Yah, ini kan didalam kamarku, tidak ada laki2 bukan muhrim yang melihat aku tidak berjilbab, kata bu guru boleh kok, aku membela diri.
“Ingat pakai jilbab kalau keluar kamar !”
Berulang kali aku mengingatkan diriku. 
Padahal jilbab dan jubah arab yang menyelubungi tubuhku tersampir dibelakang pintu kamarku agar mudah kupakai saat mau keluar kamar, tetap saja aku kerap lupa.
Aku kadang2 malah mengendap2 seperti maling, tengok sana sini takut kepergok anak2 kostku yang laki2, saat mengambil air minum karena malas memakai jilbab.

Nikmat manalagi kah yang kau dustai sebagai muslimah ?

Saat wanita2 penganut agama lain beranjak tua, mereka cuma bisa menutupi botak dan uban mereka dengan topi, sementara kita muslimah bisa tetap keren dengan memakai jilbab warna warni, tanpa ketahuan apakah rambutnya sudah beruban, sidah botak atau belum.
Yah bersyukurlah kita seharusnya.
Jadi kenapa malas pakai jilbab?
Aku bahkan berencana bila gigi2ku sudah ompong semua akan mulai memakai cadar, menutupi gigi sekaligus hidungku.
Pasti keren deh !
Seandainya setan2 itu tidak ada, mungkin aku tak akan pernah lupa memakai jilbab.
Yah seandainya saja...

Komentar

Postingan Populer