BEGINILAH WANITA...
Dear Diary,
Hari ini, minggu 1 Desember 2019 aku dan teman2 di geng 5 sekawan akan bertemu setelah hampir setahun tidak sempat sama sekali kumpul2.
Kadang Tati yang ada acara Kobe, kadang Yanti ada pelatihan, kadang Yunis dan Tika yang bilang sibuk tapi ternyata cuma temani emaknya kondangan.
Yang selalu ada waktu pastinya cuma aku si pengangguran.
Kali ini kami harus kumpul2 membicarakan acara sunatan massal yang akan diadakan untuk ke 4 kalinya saat liburan sekolah lebaran.
Pagi ini jam 8 pagi Yanti sudah WA di group bilang kalau dia OTW kerumahku.
Kalau Yanti bilang OTW pasti dia OTW, dia beda dengan aku dan Tati, yang akurasi waktunya selalu molor 30 menit atau 1 jam kemudian.
"Waduh jangan kepagian Yan...ibu baru mau bikin alis." kataku jujur.
Bikin alis itu minimal 1 jam buatku.
Alhamdulilah Dear Diary, aku sekarang sudah ahli, soalnya saat jam 8.49 Yanti datang aku sudah selesai bikin alis dengan sukses, maksudnya alisku sama panjang antara kanan dan kiri. soalnya biasanya alis sebelah kiri selalu lebih pendek karena lebih susah buatnya.
40 menit kemudian, setelah saling curhat, Yanti curhat tentang karirnya sebagai auditor, dan aku curhat tentang usahaku menguruskan badan, kami pergi ke Dapoer Juang di Cisalak.
" Ibu tahu lokasi Dapoer Juang ? kalau gak tahu saya pakai Google Maps nih." Tanya Yanti.
" Gak usah Yan..ibu tahu kok. Itu sebelum RS Sentra Medika." jawabku dengan meyakinkan.
Sepanjang jalan aku bercerita tentang tempat2 yang kami lewati.
"Ini dulu sebelum ada jalan tol Jagorawi semua kendaraan lewat sini Yan. Nah ini simpang Cilodong Kostrad..rumah ibu masuk kedalam. Kalau berangkat kerja ibu nunggu bus disini. Dari rumah, sepatu ibu bungkus dengan tas plastik biar gak becek dijalan. Sampai simpangan tadi plastiknya ibu buka, eh di bus tetap saja sepatu ibu kotor diinjak2 orang. Sedih banget jadi orang miskin Yan." aku mengeluh sedih.
Yanti dengan sopan ikut2an mengeluh, kuduga pasti dia bosan mendengar ceritaku.
Tiba2 kulihat papan nama Hotel Ulli Artha.
"Stop Yan...stop...kok sudah sampai Cisalak. Ini sudah kelewatan Yan...sudah sampai Cisalak soalnya."
Setahuku Tape Uli itu adanya di Cisalak.
100 meter kemudian Yanti baru stop.
Perlu diketahui Dear Diary, Yanti ini orangnya memang kalem. Jadi wajar kalau dia baru berhenti jauh setelah dibilang Stop.
" Eh salah Yan...itu Hotel Ully Artha bukan Tape Uli Cisalak. Kirain sudah sampai Cisalak..soalnya sama2 ada Uli nya."
"Ibu yakin? Saya pasang Google Maps sajalah."
" Yakin Yan..itu ibu bingung saja kok, kan sama2 ada Uli nya. Kalau Hotel Ully Artha ini dulu anaknya namanya Bonar sempat naksir ibu Yan, dia sampai anterin ibu ke BNI Kota segala. Ya ibu ogahlah dia kan dulu suka mabok, judi dan main cewek. Akhirnya katanya dia kawin sama adiknya teman ibu, si Irma ."
"Oh hotel Ully Artha itu yang punya artis ya?"
" Bukan. Namanya kebetulan sama saja kali."
Yanti tetap mau pasang Google Maps.
Sekarang giliran Yanti yang bingung. " Kok RS Sentra Medikanya banyak banget bu?"
"Sentra Medika Cisalak Yan."
Perjalananpun dilanjutkan dengan harap2 cemas.
"Sudah gak usah pakai google Maps Yan, berisik, mending kamu dengarin ibu cerita."
Oke Google Maps pun dimatikan Yanti.
" Eh stop stop Yan...itu Dapoer Juang Yan...stop..stop." aku teriak2 panik.
Setelah 101 meter Yanti baru berhenti dan bertanya dengan kalem " ibu yakin ?"
" Yakinlah....itu kan ada tulisannya segede gaban."
" Tuh kayaknya mobil mbak Tati baru sampai" kata Yanti.
" Bukan ah..dia mobilnya abu2, itu kan hitam."
" Yah dia kan mobilnya banyak bu, kalau mau pakai mobil hitam memangnya gak boleh?"
" Kamu kok jadi orang ngeyelan banget sih Yan. Pokoknya itu bukan Tati. Titik."
Dear Diary,
Ternyata itu memang mobil Tati.
Ternyata Tati pakai mobil baru lagi, Honda Civic turbo warna hitam mengkilat.
" Turbo itu tahu gak Yan...turu'knya kebo." kataku yakin.
" Ih ibu saru. Turbo itu turu karo kebo bu." Yanti mulai ikut2an ngawur.
Kami berbarengan datang. Dia didampingi Tika, dosen Mercubuana yang gagal dapat S3 berkali2, padahal semua syarat sudah terpenuhi, doa kamipun sudah setinggi langit untuknya.
Tika pura2 tidak mengenali aku.
Memang ini pertama kali aku go publik dengan mereka setelah pakai cadar.
" Sialan ini anak pura2 gak kenal." kataku sambil cipika cipiki dari jauh.
Menu yang ada di Dapoer Juang memang membingungkan saking murahnya.
Makananpun dipesan dengan tidak yakin bakal lezat karena murahnya.
Siapa tahu udangnya sudah mati 2 minggu yang lalu makanya murah, seperti biasa aku suudzon.
Ternyata memang enak.
Enak banget malah.
Tati yang sedang diet mind set tidak ikut makan.
Dia cuma menatap kami dengan penuh iri, apalagi saat Tika dan Yanti tukar2an lauk.
" Kalau di The Voyage kita bisa photo2 mbak, disini kan kita sedikit photo2nya, view nya gak banyak. " kata Yanti sambil mengunyah Nila kremes dengan penuh nafsu.
Sedikit photo2nya ?
Kuhitung di gallery sudah ada 50 photo padahal. Kenapa anak ini jadi gemar nunggang nungging di photo ya?
Kayaknya aku dulu saat seusia mereka walau aku ganjen tapi aku gak sesuka itu di photo.
"Ayo kita ke The Voyage habis sholat dhuhur." kata Tati.
" Lha tadi knapa gak ke The Voyage ? Kenapa pilih Dapoer Juang kan jadi gak muter2 ?" tanyaku.
" Kemarin kan mbak Yanti usulin The Voyage tapi ibu terus usulin Dapoer Juang, jadi kita pilih Dapoer Juang karena gak enak sama ibu." jawab Tati.
Karena udang dipiringku masih banyak, berarti tugasku menghabiskan udang masih banyak, aku tidak jawab apa2.
Tiba2 ada benda berbulu muncul disela2 dadaku, maksudku disela2 jilbab bagian dada.
Tentu saja aku menjerit sekuat2nya.
Ternyata kucing berbulu abu2 dan putih.
" Ibu kenapa sih? Kan ibu piara kucing dirumah kok bisa takut ?" tanya Yanti dengan suara lembut tapi menuduh.
" Ibu bukannya takut tapi kaget. Lagipula ibu walau suka kucing tapi gak seputus asa itu juga kali buntut kucing ada didada ibu malah bahagia. Jijik Yan...ibu kan alergi kalau ada bulu dan debu."
" Ayo ucing, kamu jangan disini ya, bu Rita jijik sama bulu kamu. Sana main disana...nih ibu kasih ikan nila.." kata Yanti pada si kucing gak punya etika itu.
" Habis dari The Voyage kita ke Warso Farm ya kan kemarin gak sempat photo dekat patung duren karena hujan." kata Tika dengan menghiba.
" Oke kita buru2 sholat, lalu ke The Voyage dan Warso Farm." Tati memutuskan.
" Eh tunggu dulu, kita belum bahas sunatan massal." kataku.
" Bahas apa lagi sih bu, pokoknya setuju sunatan massal ke 4 di daerah ibu, jumlah anaknya terserah, yang penting jam 12 sudah selesai karena kita kan belum makan2." kata Tati.
"Memangnya masih ada yang belum disunat bu, kan sudah 3 kali didaerah ibu berarti kan sekitar 40 - 45 anak." kata Tika.
" Masih banyak. Lebaran kemarin kita kan gak ngadain sunatan itu banyak yang datengin pak ustadz nanya kok gak ada sunatan." jawabku.
"Nanti ada yang mualaf mau ikut sunat, kamu bisa observasi struktur penis Tika." kataku menginformasikan Tika.
" Lha memangnya yang dulu gak jadi ikutan?.Bukannya dulu ada yg mualaf juga." tanya Tika, kali ini dengan mata berbinar2 penuh harap.
"Yang dulu gak jadi ikutan karena diledekin teman2nya, katanya kalau sudah tua disunatnya pakai golok. Ya takutlah dia."
Jadi ya sudah, sesingkat itu bahas agenda sunatan massal.
Tidak lebih dari 5 menit.
Saat membayar tagihan saat kami kembali shock melihat totalnya.
Benar2 murah menurut kami, bahkan menurut ukuranku, pensiunan BNI yang menderita banget ini.
"Kaget sih kaget tapi gak perlu sampai melongo gitu kali Tika" ledek teman2.
" Bukan gitu bu, saya bingung mikirnya, apa gak rugi ya, kan udangnya gede2 ukurannya, enak lagi."
Dear Diary,
Kami sepakat beriringan ke The Voyage dengan catatan Yanti isi bensin dulu.
" Bu, memangnya mobil mbak Yanti bensinnya habis kok isi bensin dulu ? Takutnya bensinnya gak cukup ini kan macet jalannya." tanya Tati melalui HP.
" Kata Yanti bensinnya masih separuh tapi dia khawatir kl bensinnya gak penuh." jawabku mewakili Yanti.
"Ya sudah, saya didepan ya, mbak Yanti ikutan saya saja dibelakang." seperti biasa Tati bersikap seperti komandan Banser.
" Bu....itu ada pompa bensin disebelah kiri kenapa gak berhenti ?" kembali Tati menelpon.
"Memangnya ada pompa bensin Yan ?"
" Saya gak lihat bu." jawab Yanti celingukan.
" Sorry gak lihat Tat kata Yanti."
" Ibu ngobrol terus sih masak pompa bensin segede gitu gak lihat." Tati mulai ngomel.
" Tat, ibu sama Yanti itu wanita solehah, kalau jalan itu matanya lurus kedepan, gak nengok kanan kiri. Itu wanita ganjen namanya kalau nengok kanan kiri. Lagian ibu kan cuma jawab, itu yang ngajak ngobrol duluan Yanti."
Setelah melewati bekas Sekolah SMA ku, ada pompa bensin kulihat.
Kami langsung isi bensin.
Keluar dr pompa bensin kami celingukan karena mobil Tati sudah gak ada.
Karena sama2 gak tahu The Voyage akhirnya terpaksa pakai Google Maps.
Disuruh puter balik oleh si Google, yo wis kami putar balik.
Tiba2 HP ku berdering lagi.
" Halo..ibu dimana sih?"
" Lagi puter balik disuruh Google Maps. Macet banget ini Tat."
" Sudah ke arah tol saja. nanti ditunggu di rest area KM 34. Jangan pakai Google Maps."
" Lha kita kan berdua penurut Tat, disuruh turn to the right ya kita ikutin. namanya juga wanita solehah."
" Apaan sih wanita solehah segala. Saya tunggu di rest area KM 34 ya."
Kulihat gaya Yanti agak mirip si semprul. Dia lambai2kan uang 2 ribuan dari jauh agar dilihat polisi preman, sehingga didahului saat berputar.
Dulu si semprul taktiknya seperti itu.
Dear Diary,
Kota Bogor memang kita sejuta angkot. Jarak dekatpun kadang perlu pakai 2 angkot.
Ditengah2 macetnya Bogor, mobil Tati sempat2nya ngebut dan salip kanan kiri.
" Jangan diikutin Yan. Dia anak pejabat soalnya. Lagian mobilnya rusak 1 masih banyak dirumah. Kalau kamu kenapa2 kan bapakmu walau polisi tapi kan sudah almarhum, mau minta tolong siapa? Sudah ngalah saja." aku menasehati Yanti yang mau ikut2an ngebut.
Aku berjanji dalam hati, kalau Yanti sampai ngebut mengikuti Tati, akan kubuka dan kubaca buku surat Yasin di tas ku. Mungkin memang sampai disini saja umurku.
Untungnya agak macet jadi walau Yanti tidak ngebut akhirnya mobil Tati terkejar juga.
" Pantesan anak pejabat kalau bawa mobil seperti mbak Tati semua ya bu.." kata Yanti.
" Itu dia gak punya perasaan kalau kita lagi ngikutin dia apa ya?" jawabku heran.
" Mungkin dia pengen buru2 sampai biar bisa photo2 kali bu."
Yah ternyata The Voyage itu cuma segede upil raksasa luasnya.
Kesana ketemu orang, kesini ketemu orang.
Belum lagi panas menyengat.
Untungnya para pengunjung punya tepo seliro, kalau ada yg photo mereka minggir dan bergantian.
Bayar 40 ribu cuma buat photo2 ditengah terik matahari, wah enggak banget deh buat orang segemuk aku.
Mau pose bagaimana lha serba maksimal.
Photo didepan, yang lain ketutupan.
Paling apes dan serasi ya palingan jadi back ground saja posenya.
Lagian aku kan pakai cadar, mau nyengir kidapun gak bakal terlihat.
Jadi kubiarkan saja mereka photo2, aku lebih suka photo2 mereka saat sedang tidak melihat, lebih alami rasanya.
Dear Diary,
Dari The Voyage kami buru2 pergi ke Warso Farm, berharap makan duren mahal dan enak.
Sayangnya baru sampai parkiran tukang parkir sudah curhat kalau durennya sudah habis.
" Kita photo2 saja dulu, kan waktu itu kita kan belum sempat photo2, takutnya keburu hujan. Habis photo2 baru kita sholat Ashar. Saya penasaran banget pengen photo gelayutan dipohon duren." kata Tika.
" Ibu nunggu diwarung ya," kataku" ibu kan gak kuat nanjak."
Jadi Dear Diary, disinilah aku, menunggu diwarung sebelum jalur ke kebon duren, menunggu teman2ku sambil menghitung orang lewat, sambil menebak2, mana yang suami istri asli dan bohongan.
Iseng kuhitung photo2 yang ada, ternyata hasil photo hari ini dr berbagai kamera ada 230 photo, hasil rekap hitunganku adalah: Tati 67 photo, aku 18, Tika 70 dan Yanti 75 photo.
Pemenangnya : Yanti.
Beginilah kaum wanita Dear Diary, niat mau rapat acara sunatan massal malah hanya makan waktu 5 menit rapatnya, sisanya bergaya di 230 photo dan tertawa hampir 9 jam.
Entah apa yang ditertawakan dan di omongkan.
Inilah kenangan kami.
Bukti bahwa dulu kami pernah gelantungan di pohon duren Warso Farm, dan pernah tertawa berjam2 sampai kaku rahang mulutnya.
Beginilah kami Dear Diary.
Komentar
Posting Komentar