HARI KE 11 RAMADHAN : RIYA RITA .....RITA RIYA...



HARI KE 11 RAMADHAN : RIYA RITA .....RITA RIYA...

Dear Diary,
Sedih hati ini.
Semalam aku mendapat teguran dari seseorang melalui WA bahwa aku riya karena telah menulis status tentang tipuanku pada supir travel dan meng up load photo si bungsu.
" Riya Rita. Itu riya Rita ! " 
Wah padahal aku kan cuma curhat.
Oke lah kalau mengup load photo si bungsu bisa dianggap riya, padahal maksudku cuma ingin memberi tahu "nih si bungsu jadi peot begini pipinya sekarang. Matanya juga redup gak melotot2 karena dia lagi sakit."
Ibu siapa sih yang tidak ingin memamerkan anaknya sejelek apapun dia?
Kalau dijidatku ada tempat buat tempel photo pasti akan kutempel photo anak2ku dan siganteng Daru.
Jadi ya memang, aku riya, kalau kebanggaan dan kecintaan seorang ibu bisa dianggap riya.
Dear Diary,
Katanya tulisanku tentang tipuan kepada supir travel tidak mendidik dan bisa ditiru.
Aku kan memang bukan guru, hanya mantan istri seorang guru, dan aku tidak berniat mendidik penjahat.
Sudah banyak banget penjahat dinegeri ini.
Aku tahu maksudnya baik, tapi rasanya sedih saja disalah artikan.

Dear Diary,
Aku memang sering melakukan riya.
Bahkan saat aku masih tinggal di Cilodong, segar kinyis2 dan miskin, aku sudah riya.
Saat itu aku ingat, aku mendapat surat cinta dari teman sekampungku, yang kebetulan aku taksir.
Tinggi dan berhidung mancung.
Karena cowok ini peminatnya banyak dan termasuk kategori play boy sementara aku tidak suka diduakan, kupajang surat cintanya di papan pengumuman mesjid.
Kami sempat ribut sebentar, tapi ia bisa menerima alasanku bahwa itu adalah klaim kepemilikan dariku agar tidak ada cewek lain yang coba mendekati dia.
Walau akhirnya kami putus setelah 3 bulan pacaran karena ciumannya tidak enak, tapi setidaknya selama 3 bulan aku aman, hubungan kami tidak diwarnai riak kecemburuan karena semua cewek di kampungku tahu bahwa dia sedang berpacaran denganku.
Ya itu memang bisa dianggap riya Dear Diary.
Tapi saat itu aku kan tidak tahu tentang islam.
Aku cuma tahu rukun iman dan rukun islam saja.
Tahun yang sama, tahun 1979, aku juga mengaku telah melakukan riya Dear Diary.
Saat itu aku lulus test masuk FHUI.
Kebanggaan buatku karena saat itu persaingannya sudah cukup tinggi, 1: 11, aku harus bersaing dengan kemiskinanku untuk bisa lulus.
Kalau orang2 mengikuti Siky Mulyono untuk bisa lulus, aku memakai caraku sendiri, puasa dan tirakat.
Saat aku lulus, kubeli 1 lagi koran untuk kutempel dipapan pengumuman mesjid, kulingkari spidol merah dan kutulis : IDA ASMAR DITERIMA DI FAKULTAS HUKUM UI.
Dikampungku aku memang sehari2 dipanggil Ida, anaknya pak Asmar, jadi dipanggil Ida Asmar.
Aku bangga, aku memang bersikap sombong, dan ingin semua orang tahu aku diterima di FHUI.
Selama 3 bukan kupakai jaket kuning UI sampai dekil dan berubah warna, kubawa buku2 tebal setiap kuliah padahal tidak ada pelajarannya, hanya agar orang2 sekampungku tahu bahwa aku benar2 kuliah di UI dan bukuku2 tebal2.
Ya aku memang riya Dear Diary !
Sudah cukup banyak penghinaan yang kuterima sebagai si miskin anak supir BNI.
Kalau aku lewat seringkali aku disindir "anak semar lewat, anak semar lewat."
Karena ayah namanya Asmar mereka pelesetkan jadi Semar.
Kupendam amarahku dalam2, marah bukanlah hak orang miskin sepertiku.
Saat aku disindir2  perawan tua karena adikku, Wiwi dan Bambang sudah menikah sementara aku belum, aku cuma pergi menghindar dan kost di Jakarta.
Aku kembali ke Cilodong hanya untuk mengantarkan gajiku untuk ibu.
Salahkah aku bila aku kembali kekampungku dan memamerkan kebahagiaanku setelah menikah ?
Aku riya Dear Diary,
Aku  merasa  berhak riya karena aku tak lagi miskin walau aku juga belum kaya.
Aku tidak pernah bicara tentang uang, amit2 deh itu sih sombong banget, tapi kehadiranku bersama anak2ku yang lucu2, suami yang baik dan mobil yang berganti2 walau itu kupinjam milik mertuaku, rasanya telah membuka mata mereka2 yg dulu menghinaku, bahwa aku berhasil mandiri dan lepas dari kemiskinan.
Yah mereka kan gak tahu bahwa mobilku hanya pinjaman dari mertuaku.
Jujur saja kesombonganku itu juga cuma kecelakaan saja, bukan niat sebenarnya.
Niat sebenarnya aku hanya ingin memamerkan ketiga anak2ku yang menurutku lucu2 dan pintar.
Si semprul itu kan benar2 raja pelit.
Jadi saat dirumah orang tuanya dia menyalakan mobil2 yang ada, mengecek mana mobil yang paling penuh terisi bensinnya.
Orang tuanya tidak curiga, dia pikir sang anak begitu perhatian pada orang tuanya.
Mobil yang paling penuh bensinnya, itulah yang dia pakai. 
Jadilah aku  seolah2 bersikap sombong dan memamerkan kekayaan pada orang2 kampungku.
Padahal aku cuma memamerkan anak2ku Dear Diary, memamerkan kebahagiaanku.
Salahkah aku ?

Dear Diary, 
Dosaku tentang riya memang sejibun banyaknya, disengaja maupun tidak.
Aku bukan orang suci tanpa dosa.
Kadang saat aku  berbicara atau menulis tanpa henti apa yang kualami, terkesan sombong, tapi aku hanya bicara dan menulis apa adanya.
Aku lupa bahwa tidak semua orang bisa makan atau belanja di mall setiap dia mau.
Aku punya penjelasan tentang hal itu.
Sehari2 aku kan cuma makan ikan asin, telor, tempe, tahu pokoknya yang murah2lah.
Berapa sih pengeluaran untuk itu ?
Aku menghitung anggaran pengeluaran dengan harga normal manusia indonesia yang makanannya 4 sehat 5 sempurna.
Jadi kalau ada kelebihan pengeluaran itulah yang kupergunakan.
Bukan karena aku punya banyak uang tapi karena aku hanya makan secukupnya saja.
Bisa dimengerti bukan ?
Kalau aku menulis kegiatanku memantau mall2 itu bukan maksudku untuk riya, sumpah Dear Diary.
Apa sih yang kupunya yang bisa kusombongkan ?
Aku hanya pensiunan kok !

Dear Diary,
Haruskah aku berhenti berceloteh tentang hidupku?
Padahal aku hanya ingin berbagi pengalaman saja.
Berbagi kejelekan dan kesalahan terutama, agar tidak ada yang mengikuti langkahku.
Sungguh, aku tidak ingin riya.
Aku hanya ingin bercerita hidup keseharianku.
Ya, namaku Rita dan aku tidak riya.

Komentar

Postingan Populer