MAU CEPAT MATI ? NAIKLAH ANGKOT

Dear Diary
Tadi pagi, 7 november 2015, aku berusaha membumi dan belanja di pasar tradisionil, di pasar Anyar Bogor, biar lebih irit maksudku.
Seperti biasa aku cuma beli ayam 1 kg dan kentang 1 kg. 
Ternyata belanja dipasar besar harganya justru lebih mahal daripada dipasar tradisionil kecil. 
Di pasar Ciluer harga ayam hanya rp. 32 ribu/kg sementara di pasar Anyar harganya rp. 34 ribu/kg. Harga kentang juga lebih mahal rp. 2 ribu, dipasar Ciluer hanya rp. 8 ribu/kg. Kupikir harga dipasar tradisionil besar lebih murah kr mereka dlm jumlah besar jualnya, ternyata tidak. Mungkin kr harga sewa di pasar besar lebih mahal. Itu mungkin alasannya.

Dear Diary
Saat mau pulang dengan menenteng 2 belanjaan itu, kulihat pohon mawar merah muda, lesu dijual di sudut jalan. Tak tega melihat penjualnya, iseng2 kutawar. 
Dari rp. 25 ribu akhirnya deal rp. 15 ribu. Ok, kubeli 3 buah, cuma basa basi saja sih awalnya, wong aku cuma kasihan.
Saat memasukkan uang ke dompetnya kulihat sekilas dompetnya kosong. 
Aku tak tega melihatnya. 
Wajahnya pun lesu dengan bibir kering.
Akhirnya iseng kutanya pohon melati. 
Dia tawarkan rp. 40 ribu, cuma ada 4 buah. Kutawar 15 ribu. Deal.
Akhirnya kuborong semua pohon mawar dan melati yang ada dan dimuat dalam 4 tas plastik besar.

Dear Diary
Penjual bunga mungkin bahagia dan selamat, sekarang tinggal aku yg kebingungan.  
Aku lupa kl aku sekarang sdh mandiri dan saat ini cuma naik angkot, tidak diantar mobil pribadi.
Saat lagi kebingungan kulihat tukang becak kurus, hitam dan berusia tua.
Tiba2 aku ingat si semprul. 
Aku bayangkan kalau dia tiba2 jatuh dari singgasananya dan harus jadi pengayuh becak mungkin akan seperti ini.
Terpaksalah aku naik becak setelah tawar2an dg sengit dan penuh usaha.
Jaraknya cuma 200 meter menuju tempat menunggu angkot.  
Mungkin kr dia lihat aku kerepotan membawa bunga, dan terlihat bersimpati kepadanya, dia memberi harga rp. 10 ribu. Aku tawar rp. 5 ribu.
Perjuangan yg alot, padahal kl aku tidak naik becak mungkin sudah sampai saking dekatnya.
Setelah 5 menit berdebat akhirnya disetujui rp. 5 ribu kr memang dekat sekali.
Sesampainya di tempat menunggu angkot, tak tega akhirnya kubayar rp. 10 ribu, sesuai harga yg semula ditawarkan. Sempat kudengar si pengayuh becak komentar " kalau dikasih sepuluh ribu juga kenapa tadi pakai ditawar atuh bu. Capek nawarnya kan!".
Aku tak menjawab. 
Aku juga bingung kenapa selalu seperti itu.
Sudah capek2 menawar akhir tak tega juga..

Dear Diary
Dengan tertatih2 dibantu Dini anak angkatku, aku naik angkot yg paling sepi penumpang.
Kembali wajah tua yg kutemui.
Astagfirulohaladzim, si bapak tua ternyata mantan pembalap jalanan, selalu salip sana salip sini.
Aku yang sebetulnya sudah pasrah setiap saat dipanggil Tuhan tetap saja ketakutan dan komat kamit berdoa.
Kukeluarkan tasbihku untuk wiridan kr sudah kehabisan doa yg kubisa.
Diperempatan, ditikungan, dimanapun berhenti si supir tua berhenti disembarang tempat.
Bunyi klakson mobil dibelakang bersahut2an, belum lagi caci maki dr supir mobil lain yg merasa disalib.
Kupikir, bagaimana mungkin supir angkot ini mendapat rezeki dan berkah berlimpah bila caranya mengais rezeki membahayakan orang lain? 
Belum lagi disumpahi orang2 yg dirugikan.
Sayangnya aku tak sempat menasehati kr terlalu konsentrasi dengan doa2ku.

Dear Diary
Ugal2annya angkot di Bogor setara dengan ugal2annya metro mini di Jakarta.
Aku ingat dulu pernah saat pulang dari kantor didaerah Radio Dalam mobilku disalib metro mini.
Si semprul  yang emosi segera mengejar metro mini itu dan mobilpun dipalangkan didepan metro mini.
Karuan saja kenek dan supirnya maki2 sementara si semprul  hanya diam mematung didalam mobil.
Kurasa tadi dia emosi, tapi setelah dia lihat keneknya yg kasar, si semprul merasa kaget atau mungkin takut.
Aku tak terima suamiku dimaki2 kenek dan supir metro mini. Ku buka jendela mobil dan balas kumaki2.
Si semprul dengan pelan menegurku " bu, sabar bu. Ingat sudah pakai jilbab. Jangan bikin malu Islam sudah pakai jilbab marah2."
Aku tengok si semprul. 
Aku pun tersadar kalau aku sudah pakai jilbab.
Ku buka jilbabku, kubuka pintu mobil, dan kulanjutkan maki2anku, kusebutkan semua penghuni kebon binatang dengan fasih.
Setelah puas, aku balik kedalam mobil dan kusuruh si semprul melanjutkan perjalanan.
Aku puas. 
Emosiku tersalurkan tanpa merusak image Islam.

Dear Diary
Untunglah akhirnya aku bisa sampai dirumah dengan selamat, hanya kakiku saja yg lemas tak bertenaga.
Kuhafalkan wajah sang supir dan plat nomornya, aku tak akan pernah mau disopiri mahluk seperti itu lagi.
Sampai rumah shock ku masih berlanjut saat kulihat halaman rumahku.
Tak ada halaman kosong tersisa, sudah ada 30 pohon bunga mawar dan 20 melati, baik melati yg wangi atau yg tidak.
Aku bingung harus ditanam dimana bunga2 ini?
Ah, beginilah bila seorang yg penuh emosi berbelanja. Selalu seperti ini.
Selalu bingung mau ditaruh dimana.



 aku berusaha membumi dan belanja di pasar tradisionil, di pasar Anyar Bogor.
Seperti biasa aku cuma beli ayam 1 kg dan kentang 1 kg. 
Ternyata belanja dipasar besar harganya justru lebih mahal daripada dipasar tradisionil kecil. 
Di pasar Ciluer harga ayam hanya rp. 32 ribu/kg sementara di pasar Anyar harganya rp. 34 ribu/kg. Harga kentang juga lebih mahal rp. 2 ribu, dipasar Ciluer hanya rp. 8 ribu/kg. Kupikir harga dipasar tradisionil besar lebih murah kr mereka dlm jumlah besar jualnya, ternyata tidak. Mungkin kr harga sewa di pasar besar lebih mahal. Itu mungkin alasannya.

Saat mau pulang dengan menenteng 2 belanjaan itu, kulihat pohon mawar merah muda, lesu dijual di sudut jalan. Tak tega melihatnya, iseng2 kutawar. Dari rp. 25 ribu akhirnya deal rp. 15 ribu. Ok, kubeli 3 buah, cuma basa basi saja awalnya.
Saat memasukkan uang ke dompetnya kulihat sekilas dompetnya kosong. 
Aku tak tega. 
Wajahnya pun lesu dengan bibir kering.
Akhirnya iseng kutanya pohon melati. Dia tawarkan rp. 40 ribu, cuma ada 4 buah. Kutawar 15 ribu. Deal.
Akhirnya kuborong semua pohon mawar dan melati yang ada dan dimuat dalam 4 tas plastik besar.

Penjual bunga mungkin selamat, sekarang tinggal aku yg kebingungan.  Aku lupa kl aku sekarang sdh mandiri dan saat ini cuma naik angkot, tidak diantar mobil pribadi.
Saat lagi kebingungan kulihat tukang becak kurus, hitam dan berusia tua.
Tiba2 aku ingat Lilik. Aku bayangkan kalau dia tiba2 jatuh dari singgasananya dan harus jadi pengayuh becak mungkin akan seperti ini.
Terpaksalah aku naik becak setelah tawar2an dg sengit dan penuh usaha.
Jaraknya cuma 200 meter menuju tempat menunggu angkot.  
Mungkin kr dia lihat aku kerepotan membawa bunga, dan terlihat bersimpati kepadanya, dia memberi harga rp. 10 ribu. Aku tawar rp. 5 ribu.
Perjuangan yg alot, padahal kl aku tidak naik becak mungkin sudah sampai saking dekatnya.
Setelah 5 menit berdebat akhirnya disetujui rp. 5 ribu kr memang dekat sekali.
Sesampainya di tempat menunggu angkot, tak tega akhirnya kubayar rp. 10 ribu, sesuai harga yg semula ditawarkan. Sempat kudengar si pengayuh becak komentar " kalau dikasih sepuluh ribu juga kenapa tadi pakai ditawar atuh bu. Capek nawarnya kan!".
Aku tak menjawab. Aku juga bingung kenapa selalu seperti itu.
Sudah capek2 menawar akhir lnyabtak tega juga..

Dengan tertatih2 dibantu Dini anak angkatku, aku naik angkot yg paling sepi penumpang.
Kembali wajah tua yg kutemui.
Astagfirulohaladzim, si bapak tua ternyata mantan pembalap jalanan, selalu salip sana salip sini.
Aku yang sebetulnya sudah pasrah setiap saat dipanggil Tuhan tetap saja ketakutan dan komat kamit berdoa.
Kukeluarkan tasbihku untuk wiridan kr sudah kehabisan doa yg kubisa.
Diperempatan, ditikungan, dimanapun berhenti si supir tua berhenti disembarang tempat.
Bunyi klakson mobil dibelakang bersahut2an, belum lagi caci maki dr supir mobil lain yg merasa disalib.
Kupikir, bagaimana mungkin supir angkot ini mendapat rezeki dan berkah berlimpah bila caranya mengais rezeki membahayakan orang lain? 
Belum lagi disumpahi orang2 yg dirugikan.
Sayangnya aku tak sempat menasehati kr terlalu konsentrasi dengan doa2ku.

Ugal2annya angkot di Bogor setara dengan ugal2annya metro mini di Jakarta.
Aku ingat dulu pernah saat pulang dari kantor didaerah Radio Dalam mobilku disalib metro mini.
Lilik yang emosi segera mengejar metro mini itu dan mobilpun dipalangkan didepan metro mini.
Karuan saja kenek dan supirnya maki2 sementara Lilik hanya diam mematung didalam mobil.
Kurasa tadi dia emosi, tapi setelah dia lihat keneknya yg kasar, Lilik merasa kaget atau mungkin takut.
Aku tak terima suamiku dimaki2 kenek dan supir metro mini. Ku buka jendela mobil dan balas kumaki2.
Lilik dengan pelan menegurku " bu, sabar bu. Ingat sudah pakai jilbab. Jangan bikin malu Islam pakai jilbab marah2."
Aku tengok Lilik. 
Aku pun tersadar kalau aku sudah pakai jilbab.
Ku buka jilbabku, kubuka pintu mobil, dan kulanjutkan maki2anku, kusebutkan semua penghuni kebon binatang dengan fasih.
Setelah puas, aku balik kedalam mobil dan kusuruh Lilik melanjutkan perjalanan.
Aku puas. Emosiku tersalurkan tanpa merusak image Islam.

Untunglah akhirnya aku bisa sampai dirumah dengan selamat, hanya kakiku saja yg lemas tak bertenaga.
Kuhafalkan wajah sang supir dan plat nomornya, aku tak akan pernah mau disopiri mahluk seperti itu lagi.
Sampai rumah shock ku masih berlanjut saat kulihat halaman rumahku.
Tak ada halaman kosong tersisa, sudah ada 30 pohon bunga mawar dan 20 melati, baik melati yg wangi atau yg tidak.
Aku bingung harus ditanam dimana bunga2 ini?
Ah, beginilah bila seorang yg penuh emosi berbelanja. Selalu seperti ini.

Komentar

Postingan Populer