SEBENARNYA INI SALAH ANAKKU DAN DIDI...
Bertubuh cukup tinggi sebetulnya itu merupakan anugerah untukku, hanya kadang kalau sedang berjalan dengan si semprul aku agak terkendala sehingga biasanya aku bersandal jepit atau bersepatu datar.
Bukan karena si semprul lebih pendek, bukan, tapi itu karena tinggi badan kami sama, paling selisih 2 cm, yang tidak akan terlihat karena rambutku menjulang dan lebat.
Saat anak2 masih kecil dan anak2 ingin meminta ambilkan sesuatu ditempat tinggi, dengan bangga aku pasti bersedia mengambilnya “ biar pak, ibu saja yang ambil, ibu kan tinggi badannya”, sambil hidungku kembang kempis menahan rasa bangga telah menjadi ibu yang berguna.
Kalau sedang berjalan berdua dengan si semprul, apalagi saat dia sedang mengenakan jeans putih dengan kaos putih berkaca mata rayban hitam, rasanya aku sedang jalan bareng dengan Niki Lauda pembalap terkenal, walau aku tahu Niki Lauda itu bukan orang Jawa dan berkulit hitam, semua mata memandang kearah kami, rasanya sih iri melihat si semprul.
Walau tak punya uang dan dengan bensin pas2an, gaya si semprul memang jantan saat mengendarai Datsun 120 Y- nya.
Tapi anehnya si semprul malah bersungut2 bahwa semua mata melihat kearah kami karena melirik aku, karena aku genit, kadang dia bilang karena pelototi dadaku.
Whattttt ???
Waduh, kok aneh ya, perasaanku sih mereka melihat dan terkagum2 pada si semprul.
Aku diam saja, lumayanlah disalah artikan, toh gengsiku jadi naik.
Begitulah keadaan kami, maksudku keadaanku, sebelum anak2ku hadir, sama2 nyaman dan bergaya santai kemana2.
Saat putra sulungku hadir, ya ampun,cobaan ternyata berlangsung sepanjang masa.
Dia susah makan, sehingga badannya kurus tinggi dengan mata melotot bundar berbinar menatapku setiap disuruh makan.
Berjam2 kesulitan kuhadapi saat menyuapinya makan.
Belum lagi mengejar2nya untuk disuapi.
Ya, perlu berjam2 untuk itu, sampai nasi yang akan dimakannya berair, baru aku menyerah.
Makanan yang ada, karena sayang terbuang, akhirnya aku habiskan.
Kadang si semprul yang menghabiskan, tapi memang sudah kutukan dari sang dewa, tubuh si semprul tidak bertambah gemuk, hanya bertambah kekar kr sering disuruh mengangkat2 perabotan rumah setiap 2 atau 3 bulan sekali.
Maklum aku pembosan, sehingga tiap 2 atau 3 bulan sekali posisi perabotan rumah yang itu2 saja harus berganti posisi agar tidak membosankan.
Sementara aku, berbanding terbalik dengan si semprul.
Perlahan tapi pasti aku mulai bertambah montok.
Kehadiran anak kedua tidak berpengaruh banyak, karena dia doyan sekali makan, jadi aku hanya konsentrasi kepada si sulung, maksudku konsentrasi menghabiskan makanannya si sulung.
Kehadiran anak ketiga, yang bungsu membuat makin parah keadaanku.
Dia sulit makan, lebih sulit dari si sulung.
1 atau 2 jam menyuapinya makan hanya habis 4 atau 5 suap.
Macam2 obat suplemen vitamin dan penambah makan sudah kucoba agar si sulung dan si bungsu mau makan, hasilnya nihil.
Jadilah makin banyak makanan yang harus kuhabis karena kedua anakku tidak doyan makan.
Pelan tapi pasti pinggangku menghilang entah kemana.
Seandainya dulu rumahku diperkampungan seperti saat ini, pasti aku tidak akan segemuk sekarang.
Nasi dan makanan tersisa bisa kuberikan kepada tetangga2ku.
Saat itu aku tinggal dilingkungan keluarga si semprul, yang makanannya lebih enak, mana mau mereka terima makanan dariku?
Yah jadi memang sudah suratan takdir, makanan itu kuhabiskan sendiri, setelah pembantu2ku tidak sanggup menghabiskannya.
Berbagai usaha sudah kulakukan agar bisa langsing kembali.
Sayangnya aku punya keterbatasan, aku tidak suka susu atau minuman seperti jelly, sehingga ada berbagai produk pelangsing yang tidak mampu kuminum bila berbentuk cairan.
Paling aku pergi ke dokter gizi, biasanya sih dokter yang terkenal sehingga perlu antri berjam2.
Bukan karena aku sok gengsi, tapi karena aku ingin yang sudah behasil.
Seperti dokter Sinta Sukandar yang mendadak terkenal karena berhasil membuat langsing Nia Zulkarnain dan KD.
Berdua dengan anakku, si tengah yang bertubuh subur, kami ikut mengantri berjam2, dan hasilnya memang manjur dalam sebulan aku bisa turun sampai 3 atau 5 kg, tapi itu sebelum aku tergoda rayuan Didi, tukang bakwan dikantorku.
Pernah juga aku ke dokter siapa lupa namanya di Fatmawati, Dr Ira di tebet, dokter Daniel Wong di Hayam wuruk atau Dr Hembing di Slipi.
Aku yang takut jarum terpaksa memberanikan diri ditusuki jarum dimana2, diperut, didada bahkan sampai dikuping agar aku tidak doyan makan, dan disetrum, atau apalah namanya.
Makannyapun dianjurkan hanya makan apel dan bangkoang.
“ Tapi saya tidak doyan apel dok” kataku pada Dr.Hembing.
“ Makan agar2 saja bu kalau gak doyan apel, seling2 dengan bangkoang ya.” Jawabnya.
Sayangnya Dr. Hembing lupa memberi tahu agar makan secukupnya, tidak berkotak2 agar dan berkilo2 bangkoang.
Jadilah aku makan agar berkotak2, kebetulan ditempat prakteknya dijual agar2 yang sudah jadi.
Bukan salahku, ako toh tidak tahu bukan?
Aku juga makan bangkoang berkilo2 karena kelaparan.
Akibatnya sudah pasti, beratku malah naik walau jarumnya diperbanyak dan di setrum lebih lama.
Tidak puas karena gagal di Dr. Hembing, aku datangi praktek anaknya Dr. Hembing yang di Bona Indah, Lebak Bulus.
Siapa tahu anaknya lebih pintar dari bapaknya, biasanya kan seperti itu
Ternyata bapak dan anak itu sudah menyumbang kenaikan bobotku sebanyak 5 atau 10 kg, aku lupa.
Saat datangi praktek klinik Dr. Daniel Wong yang kata teman2ku di BNI manjur untuk menguruskan badan, terjadi hal2 yang mengandung SARA.
Aku yang menunggu sejak jam 5 sore berdua dengan anakku si tengah, disalip berkali2 oleh pasien baru datang, yang berbisik2 mengepalkan sejumlah uang kepada perawat dan...langsung masuk.
Berkali2 aku protes saat disalib oleh pasien baru.
Sampai kutanyakan aku harus bayar berapa agar bisa masuk lebih cepat, ternyata jeleknya orang pribumi, mereka hanya mau menerima suap asal bukan dari sesama pribumi.
Bagaimana aku tidak emosi.
Akhirnya setelah mengantri 3 jam akupun pulang dan berjanji tidak akan mau kesana lagi.
Ini salah satu bukti bagaimana mereka2 yg non pribumi menganggap orang indonesia bodoh dan mau disuap, lha salahnya orang2 kita juga memang bersikap seperti jongos.
Aku kecewa dan marah, mudah2an prakteknya sekarang sudah tutup.
Banyak keberhasilan yang kuperoleh saat diet.
Aku sempat turun sampai 13 kilo saat meminum obat dari Dr Roni, entah siapa dokter Roni, karena aku membelinya dari temanku, Riama Tobing.
Sayangnya wajah memelas Didi saat menegurku, membuatku iba “bu Rita kok sudah lama gak kesini? Ibu sehat saja kan? Mampir bu, ini bakwannya masih hangat baru diangkat ”katanya.
Akhirnya lemak terbuang sebanyak 13 kg itupun terlupakan.
Ah biarlah, kali ini saja aku makan gorengan Didi, kasihan dia. Besok aku kan bisa minum obatnya Riama lagi, pikirku.
Besoknya begitu lagi, setiap lewat aku ditegur dan jatuh iba pada Didi, lalu makan banyak bakwan dan mie rebusnya.
Kucari jalan keluarnya agar menghindar dari warung Didi, tapi sialnya hanya ada 1 jalan, cuma bisa lewat depan masjid itu saja, berarti cuma bisa lewat warung Didi.
Tak terasa impaslah sudah, berat badanku kembali ke titik nol, ke berat sebelum aku diet.
Kali ini karena aku sudah pensiun dan aku tidak merasa perlu menghabiskan makanan tersisa lagi, aku coba diet dengan berpuasa.
Puasa weton untuk anak2ku tersayang agar mereka berhasil dalam setiap langkahnya, puasa untuk cucuku agar dia selalu mendapatkan kebahagiaan dari kedua orang tuanya, dan puasa untuk diriku sendiri agar bisa memaafkan kesalahan orang2 yang telah menyakitiku lahir batin.
Kali ini tidak ada Didi yang bisa membuyarkan imanku dalam berdiet.
Kali ini cuma ada aku dan warung sebelah dengan jualan keripik melaratnya yang menyentuh kalbu memoriku, mudah2an saja memakan kerupuk melarat tidak membuatku gemuk.
Itu doaku hari ini, saat berpuasa untuk masa depan anak2ku.
Mudah2an.
Komentar
Posting Komentar