BERTAHANLAH !!!



Membaca berita ttg orang yg bunuh diri dengan gantung diri jadi serasa diingatkan dengan masa lalu.
Saat habis bercerai dengan si semprul, walau sudah menikah dg si play boy aku tetap saja dikejar rasa bersalah.
Rasanya Tuhan membuka mataku bahwa dalam segala segi si semprul lebih baik.
Bukan lebih pintar, kr si play boy mungkin lebih pintar, tapi lebih membumi.
Dengan si play boy yang kami bicarakan lebih banyak tentang konsep dan teori ekonomi, tentang politik, tentang riba, baitul maal dan segala sesuatu tentang islam.
Selalu diawang2.
Tak pernah membicarakan yang membumi, bagaimana kalau rumah direnovasi, nambah mobil atau beli perabotan.
Kalau kepalaku sudah mumet diajak bicara tentang agama, aku suka berbisik dengan wajah tanpa dosa " maaf mas, mas paham segala sesuatu tentang islam tapi kok masih suka selingkuh ? "
Lalu berhentilah kami bicara tentang agama karena si play boy tersinggung berat, tapi mumetku langsung hilang.
Aku benci kemunafikan.
Aku berbuat salah tapi aku tidak pernah pura2 baik.
Pokoknya wis kalau bicara tentang agama dengannya aku gak sreg, lebih baik bicara tentang politik atau ekonomi lah, walau aku tidak suka politik dan aku bukan orang ekonomi.
Setiap curhat tentang rasa bersalahku terhadap si semprul dengan enteng si play boy menjawab " gak usah dipikirin dik, itu sudah takdir Tuhan adik bercerai dengan Lilik. Lilik juga pasti akan lebih bahagia kr tidak perlu melawan orang tuanya lagi, orang tuanya juga akan bahagia karena bisa mencarikan jodoh buat Lilik yang sesuai dengan seleranya."
Betul sih apa yang dikatakan si play boy, tapi kenapa hati ini tetap tak nyaman ya?
Apa karena dia memanggilku "adik" sehingga aku merasa menikah dengan kakak seperguruan?
Ujung2nya aku tetap saja merasa menyesal dan dikejar dosa.
" Sudah makankah dia disana? Makan apa?"
" Siapa yang cuci dan setrika pakaiannya.?"
Rasanya sedih saat lewat depan sekolahnya kulihat si semprul dengan penampilan kucelnya.
Kadang saat dia ulang tahun melalui anak2ku aku belikan baju, atau sepatu, tas atau HP.
Seolah2 hadiah dari anak2 dari uang jajan.
Padahal mana mungkin uang jajan anak2ku bersisa.
Entah sisemprul tahu itu dariku entah tidak, menurut laporan dr anak2 tas dan sepatunya tidak pernah dipakai, alasannya "sayang kalau mau dipakai, terlalu bagus soalnya.".
HP yang kubelikan malah diberikan ke anak sulungku, karena dia tidak bisa memakainya.
Dia tetap saja pakai HP Nokia yang sudah tidak beredar lagi dipasaran.
Kasihan anak2ku kalau ingin menghubungi bapaknya susah dan suaranya jelek, berbunyi kresek kresek.
Yang mau dipakainya paling baju2nya saja.
Saat denganku penampilan si semprul selalu kupaksa rapi jali, sekarang rasanya bajunyapun tidak disetrika.
Ya Allah, ampuni aku..kerap aku menangis ber ember2 setiap habis melihat si semprul.

Yah begitulah.
Saking merasa menderitanya dikejar rasa bersalah sudah beberapa kali aku ingin  mengakhiri hidup.
Dengan gantung diri yang paling aman buatku.
Sayangnya aku pernah melihat orang gantung diri dikampung tetangga.
Dari duburnya keluar tinja dan air mani sementara lidahnya menjulur panjang.
Aku pecinta kebersihan.
Dalam matipun aku ingin bersih.
Obat2an?
Karena kantorku di dekat Glodok dekat dengan obat2an ilegal, tentu saja aku pernah mencobanya.
Sudah kuatur tempat tidurku agar suasana rapi dan bersih kutinggalkan, tapi obat2an yg kusuruh beli OB ternyata palsu.
Boro2 meninggal dengan keren, aku cuma mual2 dan pusing.
Sudah kucoba dengan pisau, tapi aku hanya mampu memandang pisau tanpa berani menggerakkan.
Aku kan takut dengan darah.
Saat habis melahirkan dan aku mengeluarkan darah nifas yang banyaknya diluar kewajaran, selalu si semprul yang membereskannya karena aku keburu pingsan atau keburu lemas melihatnya.
Jadi bunuh diri dengan pisau bukan pilihanku. 
Terjun dari lantai gedung tinggi juga tak berani kulakukan, aku tak mau tubuhku berantakan.
Saat aku curhat dengan ibuku bahwa aku bosan hidup dan rasanya ingin bunuh diri, ibuku malah marah.
Bisa dibayangkan betapa menakutkannya ibuku kalau marah kan? 
Dia akan memanggilku "kowe" dengan mata mendelik.
" Kowe kok jadi orang gak punya iman. Makanya sholat dong, sudah haji, sudah umroh tapi gak pernah sholat. Dalam islam kalau meninggal bunuh diri itu, bumipun haram dan menolak jenazahnya."
" Ah ibu kayak sudah pernah bunuh diri saja"
"  Betapapun beratnya masalah ibu, ibu gak akan pernah bunuh diri. Malu tahu gak? Kowe punya malu kan ? Keluarga yang ditinggalkan juga ikut menanggung malu. Kalau kowe bunuh diri, keluarga mantan mertuamu pasti joget2 kesenengan. Kasihan anak2mu Da. Anak2mu gak punya siapa2. Lilik? Kalau sudah kawin lagi mana ingat sama anak2nya, tinggal anak2mu sendirian, sudah nanggung malu, gak ada ibu tempat buat berlindung lagi. Lagian kowe edan apa, kowe yang buat kesalahan kok malah kowe bunuh diri. Nikmati saja kesalahanmu, lagian bojomu sing saiki juga ora elek2 amat kok, cuma kepinteran saja. Pokoknya ibu gak mau dengar soal bunuh diri. Makanya mikir kalau mau berbuat, jangan terus menyesal terus bunuh diri. Memangnya Tuhan mau menerima orang yg bunuh diri. Di sholatin saja juga gak boleh kl orang bunuh diri. Haram hukumnya ! Kowe ngartikan haram itu apa.?!"
Ibu marah sambil melotot dan jarinya menunjuk2.
Aku tak menjawab, aku tak tahu apakah betul atau salah, atau jangan2 ibu bohong agar aku takut.
" Coba deh kowe sekarang ambil air wudhu, mulai sholat lagi. Kowe sholat tobat dulu, minta ampun atas semua salahmu. Kowe ngadu sama Tuhan, curhat sama Tuhan, sambil sujud sambil nangis.
Tuhan pasti dengar doamu kalau kowe benar2 tobat.
Terima saja semua cobaan, legowo, ini kan semua karena salahmu. Ingat anak2 masih membutuhkanmu." Ibu menyambung nasehatnya dengan suara lebih pelan.
" Tuhan gak akan memberi cobaan yang diluar kemampuanmu kok. Nanti bertahun2 kemudian, kowe akan mengerti maksud Tuhan memberi cobaan seberat ini. Ayo ambil wudhu sana mumpung dhuhur.
Minta ampun sama Tuhan."
Dikamarku, aku merenungi semua ucapan ibuku.
Aku ambil wudhu dan segera sholat.
Sehabis sholat aku  berdoa dan mohon ampun sambil menangis sejadi2nya.
" Lho kok adik sholat ? Sehabis dimarahin ibu baru sholat, dinasehatin mas adik gak pernah mau shokat,  berarti adik takutnya sama ibu bukan sama Tuhan." Kata si play boy.
" Aku gak takut kok sama ibu. Kalau aku sholat itu kr aku menganggap ucapan ibu betul. Kalau mas yang nasehatin aku sholat aku gak nurutin itu karena aku anggap mas sendiri juga gak menjalankan perintah Tuhan, lha masih suka selingkuh."
" Mas mau selingkuh gimana wong dompetnya adik pantau terus. Adik itu selingkuhan mas yang terakhir."
Mak jleb serasa dadaku ditusuk jarum.
Akupun menangis sejadi2nya, menangisi nasibku karena dicintai seorang play boy.
Tapi kali ini tanpa rasa ingin bunuh diri lagi.
Aku percaya ucapan ibuku, bahwa Tuhan tak akan memberi cobaan diluar batas kemampuanku.
Bahwa semua cobaan itu pasti ada makna dibaliknya.
Bahwa bunuh diri itu dilarang Tuhan.
Untung ibuku galak sehingga aku tidak jadi bunuh diri.
Ada untungnya juga ternyata.

CATATAN :

✅ *HIKMAH DIBALIK UJIAN* ✅

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

*إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ*

*“Sesungguhnya besarnya pahala itu sesuai dengan beratnya ujian. Dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka, barangsiapa ridho dengannya maka Allah pun ridho kepadanya, barangsiapa yang murka dengannya maka Allah pun murka kepadanya.”* [HR. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Albani].
_______________

Komentar

Postingan Populer