IBU KUCING
Dear Diary,
Hari ini aku terpaksa panggil pak Udin, tukang bangunan langgananku untuk memeriksa apakah genteng2 dirumahku ada yang melorot karena dibuat ajang balap kucing.
Aku khawatir saat hujan turun nanti rumahku bocor semua, maklumlah rumah tua.
Sejak setahun ini rasanya rumahku dipenuhi kucing2 liar gara2 setiap orang yang keberatan dengan kucing dan anak2 kucing selalu membuang kucing2 itu didepan pagar rumah.
Rumahku memang strategis Dear Diary, tepat dipinggir jalan orang lalu lalang ke pasar atau ke kantor.
Kenapa sih tidak mereka buang ke pasar, kenapa didepan rumahku ?
Aku kesal setengah mati.
Setiap bulan selalu ada kardus atau tas kresek berisi bayi2 kucing.
Belum lagi diatas plafon rumahku sering kali dibuat tempat melahirkan sang induk kucing.
Yang paling sedih bila musim kucing kawin.
Mereka saling menggeram dan berguling dengan raungan2 saat ML tanpa menghiraukan perasaanku sebagai jomblo tua.
Mending kalau cuma sebentar, dan itu tentu saja membuatku susah tidur karena berisik dan akibatnya sudah pasti, aku kesiangan bangun.
Dear Diary,
Saat kemarin aku bersih2 halaman depan, kulihat 3 anak perempuan menempel didepan pagar saling bersahut2an bertanya padaku.
" Bu kucing...kucing kuning yang bulunya banyak masih ada bu ?"
" Bu kucing kok sekarang banyak kucing kampung, kucing yang cakepnya kemana bu kucing ?"
" Bu kucing saya boleh lihat kucingnya gak ?"
Aku kaget sejadi2nya.
Bu kucing ?
Memangnya aku mirip kucing ?
Bukannya kemarin julukanku bu sunat ?
Untungnya Dini keburu datang dan dengan pelan..entah dia bilang apa...membawa anak2 itu kewarung bu Juned.
Rasanya baru kemarin setiap aku ke warung bu Oom dan ketemu si Buyung dan teman2nya aku selalu diikuti sambil mereka mengajukan pertanyaan2 tidak lucu? pertanyaan2 yang sama dan berulang ulang.
" Bu sunat mau kemana? Ini teman saya belum disunat nih si Wahyu....sunatin Wahyu bu."
" Bu sunat kapan mau sunatan lagi ? Ini si Buyung mau minta disunat lagi katanya."
Biasanya aku dengan wajah beku aku lantas berbalik dan menjawab...jawaban yang sama..." Besok Buyung ikutan sunat lagi ya? tapi nanti disunatnya pakai golok karena kamu bandel suka kencing didepan mushola kata pak ustadz."
Si Buyungpun langsung lari terbirit birit diikuti oleh teman2nya.
Berbahagialah teman2ku Tati, Yunis, Yanti dan Tika, sesama anggota 5 sekawan, walau mereka sama2 membidani 3 kali sunatan masal tapi tak akan pernah dipanggil ibu sunat.
Dipanggil ibu sunat itu rasanya memalukan sekali, kesannya aku seperti orang yang dendam terhadap laki2, setiap laki2 yang belum disunat selalu dikejar2 agar disunat.
Bahkan si bungsu dengan nada garing bilang bahwa "Kenapa harus sunatan masal sih mam? itu kan mengebiri hak azasi laki2, siapa tahu dia sebenarnya tidak mau disunat. Mamam kayaknya masih dendam sama bapak ya?"
"Kalau mamam masih dendam sama bapak, punya bapakmu yang mamam sunat Van, mamam habisin semuanya, bukannya punya anak2 kecil itu." aku agak emosi juga menjawabnya.
Dear Diary,
Dan sekarang aku dipanggil ibu kucing ?
Apa salah dan dosaku Dear Diary ?
Aku jujur saja tidak terlalu suka kucing.
Aku takut dicakar, aku takut kena bulu2nya yang sering membuatku bersin2.
Walaupun aku tidak terlalu suka kucing tapi aku tidak tega melihat kucing disakiti.
Sumpah Dear Diary !
Gak percaya ?
Tanya saja si bungsu.
Minggu lalu pernah beredar video orang gila memakan kucing hidup2 didaerah Haji Jiung, Kemayoran, Jakarta.
Aku tanpa sadar melihat video itu, karena penasaran melihat laki2 kumal itu makan apa.
Aku menangis tersedu2 sampai aku ingusan dan ujung2nya ngomel tak karuan.
Dulu pernah saat aku "inspeksi" barang2 di mall Botani Square, ehm ..maksudku jalan2...aku melihat dari balik etalase toko hewan, seekor anak kucing persia berwarna coklat tua memandangku dengan mata berkaca2 sambil mengeong pelan " beli aku bu...kandangku sempit sekali disini..beli aku bu..tolong aku bu..."
Sumpah Dear Diary, aku rasanya benar2 mendengar si anak kucing berbicara seperti itu padaku.
Matanya yang kuning ke emasan menatap balik, seperti menghipnotisku.
Aku buru2 berbalik ke toko hewan itu dan langsung membelinya.
"Mamam ngapain beli kucing kan kita sudah punya si Rio" kata si Tengah seolah2 melarangku, tentu saja dengan setengah hati.
Rio adalah kucing persia berbulu putih lebat yang selalu menyambutku dengan manja.
" Gak tahu De, tiba2 mamam pengen beli kucing ini. Dia tadi kayaknya manggil2 mamam minta dibeli." jawabku linglung.
" Ini kemahalan mam. Nanti saja aku minta temanku kalau kucingnya melahirkan."
" Gak apa2 De...kasihan..."
" Mamam sudah lihat harganya? Pasti belum lihat deh. Lain kali kalau mau beli apa2 nanya2 dulu sama anak2nya, jangan asal beli."
Saat kulihat bon pembelian kucing itu aku agak terhenyak kaget.
Dua juta setengah untuk anak kucing ?
Aku pantang mundur saat melihat mata anak kucing itu.
"Ini adalah cinta pada pandangan pertama De, mamam belum pernah merasakan seperti ini sama cowok dulu saat berpacaran." ujarku sambil berpandang2an dengan mata keemasan itu.
Kupikir biarlah mahal, aku toh besok senin tinggal puasa saja agar irit, yang penting saat ini aku bisa menolong anak kucing ini.
Kurasa aku punya rasa peri kebinatangan Dear Diary.
Dear Diary,
Anakku si bungsu selalu menerima kucing yang dibuang sejelek apapun kondisinya, sementara aku ingin buru2 membuangnya bila si anak kucing sudah bisa mandiri.
Pernah si bungsu diam2 menyelundupkan 4 ekor anak kucing ke kamarnya dilantai atas.
Sampai berbulan2 aku tak akan pernah tahu karena aku kan tidak pernah naik ke lantai 2.
Pantas saja setiap ada bunyi anak kucing terdengar aku dengan kesiagaan penuh bertanya "ada yang naruh anak kucing lagi deh Van kayaknya."
" Gak ada kok aku lihat. Mamam jangan curigaan gitu nanti stres mam. Aku mau ke warung padang, mamam nanti aku beliin ikan kembung bakar ya"
Dan akupun lupa suara2 anak kucing itu gara2 dibelikan kembung bakar.
Kucing selundupan itu akhirnya tertangkap basah saat aku tidak sengaja hampir menginjaknya.
Aku menjerit ketakutan karena hampir menginjak kucing, si bungsu pun ketakutan karena takut aku marah.
" Ini kucing matanya buta mam. Besok Vani mau bawa ke dokter hewan biar diobati sekalian bawa ibunya buat dikebiri."
Yah sepertiku, si bungsu juga punya peri kebinatangan Dear Diary, dalam kadar yang lebih kuat.
Jadi begitulah Dear Diary, kurasa aku mendapat julukan ibu kucing karena dirumahku banyak kucing liar yang ditampung sementara, yang kelak akan dilepas setelah dikebiri.
Biayanya mahal ?
Sudah pasti.
Biarlah, yang penting itu bukan uangku, tapi uang si bungsu, maksudku uang si semprul yang diberikan untuk si bungsu.
Aku cuma pensiunan Dear Diary, tak akan mampu...
Komentar
Posting Komentar