GARINGNYA ANAK ANAKKU...



Dear Diary
Kemarin sore saat aku sedang merenung di WC, tiba2 si bungsu yang sedang liburan masuk kamar sambil menangis2.
Sumpah aku mendengar dia menangis !
Tak ada kepura2an disuaranya.
“Huuuuu....mam.....huu....” tangisnya terdengar sedih menyayat hati.
Aku tentu saja kaget, lha si bungsu itu kan senyum saja jarang apalagi menangis.


Dear Diary
Momen di WC adalah momen sakral untukku, maklum aku bisa sampai sejam di WC tanpa yang ditunggu nongol walau kakiku sudah kesemutan dan bokongku sudah kebas karena kelamaan duduk.
Dulu kalau belum habis 3 batang rokok Surya 16, si dia tidak akan nongol dan membuatku lega lahir batin.
Karena sekarang aku sudah tidak merokok lagi, biasanya aku habis 1/4 buku novel barulah si dia memunculkan diri.
Ambeien memang menyiksa.
Aku paling benci momen ku diganggu.
“ Apa sih Van ? Jangan main2 deh. Kamu tahu kan kalau mamam paling benci diganggu kalau sedang di WC. “
“ Mamam.....huuu.....huuuu..” tangisnya makin menyayat hati dan semakin kencang.
Aku mulai panik.
Si dia padahal sudah mulai ancang2 mau nongol, aku sudah merasakan kehadiran si dia.
“ Ada apa sih Van ?”, tiba2 aku curiga si bungsu dapat telpon bahwa si semprul meninggal, “bapak kamu meninggal ya Van? Atau sakit ?” tanyaku.
“Mamaaaamm...huuu....” kali ini ditambah suara orang sesenggukan.
Aku benar2 panik. 
Kalau si semprul meninggal bisa2 biaya anak2 menjadi bebanku lagi.
Dengan berat hati kusudahi penantianku terhadap si dia walau sudah terasa kehadirannya.


Dear  Diary
Buru2 aku keluar kamar mandi.
“ Ada apa Van? Bapak kamu meninggal ya?” tanyaku sambil menghampiri si bungsu yang sedang tengkurap sambil menangis.
Kubalik tubuhnya dengan khawatir.
“ Cilukkk   Baaaa......hore mamam ketipu. Jagoan ngibul ketipu sama orang yang gak suka  ngibul.” Si bungsu bicara sambil menyibakkan kedua tangannya yang menutupi wajahnya.
Aku marah sejadi2nya.
“ Vani kan cuma bercanda mam. Vani kasihan lihat mamam kayaknya sedih gak punya uang. Maafin Vani mam.”  Anakku meminta maaf dengan ketakutan dan mata berkaca2 mau menangis melihatku marah.
“ Mamamkan sudah bilang berkali2, kalau mamam sedang dikamar mandi jangan diganggu, mamam kan ambeien, mamam susah pupnya. Tolong dong ngartiin mamam, mamam kan gak minta apa2 dari kamu. Lagian siapa yang sedih, tahu2an mamam gak punya uang segala. Jangan bikin2 omongan. Nanti kalau kedengaran tetangga sebelah kita dibilang miskin. “ suaraku mulai kupelankan takut terdengar tetanggaku.
“ Mamam kan sedih kalau pas gak punya uang Vani perhatikan, tadi Vani pas mau taruh lipstick lihat dompet mamam terbuka Vani lihat gak ada isinya.” Si bungsu masih ngeyel.
“ Memangnya kalau dompet gak ada isinya berarti gak punya uang? Kalau dompet mamam ada isinya, berapapun pasti bakal habis, makanya mamam gak pernah banyak kalau ambil uang.” Jawabku sambil mengangkat dagu, tak mau dianggap tak punya uang.


Dear Diary
Aku malu mengakui bahwa sedikit banyak keuanganku pasti terganggu karena aku sudah pensiun, tapi mana mau aku mengakui didepan si bungsu, bisa2 diledek habis2an.
Selama ini si bungsu kalau meledek atau menasehatiku selalu terasa garing.
Pernah setelah aku “sengsara” karena memakai kartu kreditku secara berlebihan, saat belanja di Carefour si bungsu bilang “ ingat, jangan belanja berlebihan, tagihan kartu kredit mamam sudah besar banget “, dengan suara keras sambil mengembalikan sebagian barang2 belanjaan di trolyku.  
Selama ini aku selalu membeli dengan jumlah 4 buah, sesuai jumlah kamar mandiku, perlengkapan kamar mandi atau perlengkapan dapur.
Saat aku mau beli baju dia juga selalu bilang “ beli yang model emak2 saja mam, biar mbak Dea gak bisa pinjam. Mamam juga keliwatan sih, setiap mbak Dea pinjam selalu dikasih, padahal mamam malah belum pakai.”
Lalu dipilihkannya baju yang benar2 model emak2 dari ujung dunia.
“ Nih mamam beli yang ini saja, mbak Dea pasti gak suka, dia kan gak suka kembang2.”
“ Lha mamam kan juga gak suka kembang2, kayak cewek saja.”
“ Ya mamam memang cewek, sudah ibu2 malahan. Pakai ini aja mam, bagus kok buat orang gemuk.”
Dan akupun batal belanja baju akhirnya dibilang gemuk.
Ulasannya terlalu garing dan menyakitkan buatku.

 
Dear Diary
Si bungsu memang garing, baik saat bercanda atau tidak.
Saat dia bercanda mengisengiku, aku tak tahu dia humor atau tidak, mengingat dia jarang senyum, seingatku dia senyum hanya saat2 tertentu saja, saat sedang dibelikan baju atau dikasih uang ekstra.
Pernah saat aku ke bioskop di Botani, bertiga dengan si tengah dan si bungsu, kulihat seorang anak muda keren berdiri sendirian.
Naluriku sebagai seorang ibu terusik, apalagi saat itu kedua anakku belum punya pacar.
“ Itu ada cowok ganteng sendirian, kasihan ya. Sudah punya pacar belum ya?” maksudku sih ingin kuajak gabung dengan aku dan anak2.
Sumpah banget, aku cuma kasihan.
“ Tanya aja mam, sudah punya pacar belum” kata si tengah.
“ Ahhh palingan mamam gak berani nanya, mamam kan suka omdo, omong doang. ” kata si bungsu.
Tanpa pikir dua kali kuhampiri anak muda itu Dear Diary.
Aku lupa tanya apa, yang jelas kami mengobrol asyik tentang bintang film yang akan kami tonton.
“ Nonton sendiri tante ?” tanyanya.
Walau agak kesal karena dipanggil tante dan bukannya ibu, kujawab juga pertanyaannya.
“ Enggak, bertiga, ini sama anak2 gadis tante.”
Sejenak aku berpaling ke belakang, maksudku ingin memperkenalkan anak2ku, ternyata anak2ku tidak ada.
Dengan terpaksa aku pamit mau cari anak2ku.
Kutemui anakku berdiri berdua diujung terjauh dari ruang tunggu bioskop dan pura2 tidak mengenalku.
“ Mamam harusnya bisa bedain kita2 itu bercanda atau enggak mam, Vani malu, orang2 pada lihatin kita disangkanya ibunya tante girang.” Kata si bungsu.
Malam itu kuingat, kulalui dengan saling berdiam diri dengan anak2.


Dear Diary
Si tengah lain lagi.
Saat itu aku dan si tengah dalam perjalanan pulang dari Depok menuju Sentul, saat itu aku kost di Depok sekamar dengan si tengah sambil mengawasi kuliahnya yang rasanya tidak kelar2 di FTUI jurusan Metalurgi.
“ Ya Allah De, itu orang pacaran di motor vulgar banget ! Dasar cewek gatel, masak dia bukan pegangin pinggang malah pegangin p***snya itu cowok. Cowoknya juga masak pegangin dadanya si cewek” kataku gusar.
“ Tegur saja mam, itu gak sopan banget, bahaya banget buat pengguna jalan yang lain. Tapi mamam mana berani. “ katanya sambil cengengesan, menurutku sih dia yakin aku gak bakal berani.
“Coba dekatin mobilnya De, biar mamam bilangin mereka.”
Tahu aku serius, si tengah malah agak menjauhkan mobilnya dari motor sepasang anak muda porno itu.
Aku penasaran, kubuka jendela dan aku teriak kencang “ Mbak...woi...pacarannya dirumah saja, masak pegangan2 alat vital dijalanan.! Wooii...” teriakku sambil menunjuk2 paha si cowoknya. 
Untung jaraknya tidak begitu jauh jadi teriakkanku rupanya terdengar, kontan si cewek melepaskan tangannya dari p***s cowoknya.
Si tengah langsung ketakutan dan buru2 ngebut menjauhi motor itu.
Dua kejadian itu membuat si tengah tidak berani lagi menantangku, walau niatnya cuma iseng.


Dear Diary
Pernah kami akan karaoke di Inul Vista di Poins Square Lebak Bulus.
Aku dan anak2 memang suka belanja disana karena barang barang disana harga nya agak miring dan banyak penjual DVD bajakannya. 
Ada lambangnya Inul Vista tapi aku tidak tahu harus lewat mana, karena sudah 2 kali mutar2 aku masih belum menemukan arah.
“ Coba tanyain mam arahnya”, seperti biasa anak2ku malas bertanya, “ tuh didepan ada bapak2 seumuran mamam, coba tanya aja mam sekalian kenalan”.
“ Enggak ah, mamam mau nanya sama yang ganteng aja, rugi, nanti kalau bau mulut atau bau ketek gimana?” kataku.
Sambil jalan kucari2 cowok berpenampilan rapih dan wangi, syukur2 ganteng.
Ternyata ada, yah nasibnya cowok itu memang beruntung bisa lewat didepanku sehingga bisa beramal.
“ Dik kalau arah ke Inul lewat mana ya, ibu sudah 2 kali muter2 kok gak ketemu.”
Aku memang membiasakan diriku sebagai ibu, aku gak mau dipanggil tante, rasanya seperti tante girang kalau dipanggil tante.
“ Oh lewat sini bisa tante, lurus saja, nanti mentok, belok kiri, disana ada lift. Memang liftnya gak kelihatan , agak tersembunyi tan. Daripada tante nyasar lagi biar saya antar saja tan.” Katanya menawarkan diri.
Tentu saja aku setuju.
Wajahku memang melambangkan wanita manis dan baik hati kayaknya sehingga orang yg kumintai tolong biasanya  selalu dengan senang hati membantu, kadang2 malah menggodaku.
Walau dalam hati aku kecewa karena tetap dipanggil tante oleh anak muda baik hati itu.
“ Ayo De, Vani, kita mau diantar biar gak nyasar.” Kataku mengajak anak2ku yang seperti biasa menjauhiku.
“ Oh tante sama anak2 mau karaoke ?” kata anak muda ganteng itu ramah.
“ Iya, mau hilangin stres.” Kataku.
Pada saat yang bersamaan si bungsu menjawab “ bukan, bukan anaknya, dia tante saya.”
Setelah anak muda itu pergi, langsung saja si bungsu ditambah si tengah menderaku dan menghakimiku, seolah2 aku telah membuat malu keluarga dan negara.
“ Mau nanya arah saja kenapa sih musti nanya sama anak muda ganteng mam, ingat mamam kan sudah tua, jangan genit2 gitu kenapa sih, kita anak2nya kan malu.” 
“ Masak begitu saja dibilang genit, mamamkan cuma gak mau sia2 berbasa basi gak tahunya orangnya bau ketek. Masak gak boleh sih begitu saja?”
“ Itu namanya genit mam. Tolong dong jangan seperti itu, malu banget aku mam.” Kata si bungsu, tentu saja sambil cemberut.
Malam yang kukira bakal bahagia bernyanyi dengan anak2ku akhirnya hanya berisi kesedihan.
Sambil menyanyi lagu2 sendu Pance Pondaag aku menangis, bukan menangisi lagunya tapi menangisi nasibku yang selalu disalah arti anak2ku.
Sedih...benar benar sedih dan ...sakit.



Dear Diary
Humor terakhir yang dilakukan si bungsu adalah yang paling menyakitkan.
“ Mam, aku sudah mulai dekat sama cowok, mamam juga pacaran ya, cari suami biar gak kesepian.”
Memangnya kapan aku kesepian ?
“ Malas ah Van, sudah gak minat. Mamam malas kawin lagi Van, nanti diporotin kayak teman SMA mamam.”
“ Diporotin apanya sih, kan mamam juga gak kaya. Ini mamam sudah Vani daftarin di 4 biro jodoh, Vani pakai photo mamam yang masih langsing yang paling cakep deh pokoknya. Itu Rey Utami saja dapat jodoh disitu padahal dia orang terkenal tapi gak malu ikut biro jodoh.” Si bungsu menjelaskan runtut tanpa koma.
Pantas saja ke tiga buah emailku kok berbunyi terus malam2.
“ Apa2an sih kamu Van?! Mamam gak suka, kayak mamam gak laku aja. Lagian bukannya mamam gak laku kl mamam belum kawin lagi, mamam cuma sudah gak minat lagi, ngapain mamam ngurusin orang, buat urusin diri sendiri saja mamam repot. Mamam mau fokus ibadah Van, dosa mamam kan banyak banget. Hapus data mamam, mamam gak suka, kamu berarti sudah langgar privasi mamam, kalau kamu mamam daftarin di biro jodoh seperti itu bagaimana perasaan kamu?”
“ Kok mamam marah sih? Vani kan gak pengen mamam sendirian. Anggap saja ini lucu2an mam. Mamam coba ya? Mamam kan punya email. Ini banyaknya bule kok mam yang ikut, mamam kan dari dulu pengen kawin sama bule, gak suka orang yang kulitnya hitam kayak bapak.” 
“ Gak, pokoknya enggak, sekali enggak tetap enggak. Mau bule, mau hitam, mau belang2 kek, mamam gak mau, titik. Hapus. Jangan sampai mamam marah. Kamu sudah keliwatan Van !” aku benar2 marah.
Setengah jam kemudian, si bungsu sambil menjinjing laptopnya bilang “ Nih mam, aku sudah hapus pendaftaran mamam. Mamam jangan marah lagi ya, Vani kira mamam suka, makanya Vani sekalian bercandain mamam. Kan mamam juga suka bercandain Vani sampai Vani nangis2 malah.” 
Ditaruhnya laptopnya untuk memeluk tubuhku.
Aku memang tidak bisa berlama2 marah pada si bungsu, entah kenapa.
Di suku kami katanya ibu, anak bungsu itu gak akan bertemu kita diakherat, makanya aku lebih dekat dengannya.
Jadi begitulah hubunganku dengan anak2, selalu 2 arah, tak pernah sinkron, bahkan saat sedang bercanda sekalipun.
Menurutku, semua anak2ku benar2 menuruni gen si semprul yang tidak punya sense of humour.
Saat aku melontarkan humor, kalau teman2ku sudah tertawa terbahak2, anak2ku palingan cuma memandangku balik dan dengan heran sambil bilang” mamam bercandanya garing banget sih, gak ada lucu2nya.”
Kadang aku ingin melihat anak2ku tertawa ceria mendengar leluconku.
Sayangnya mereka selalu bilang aku garing.
Yah seperti aku menganggap lelucon mereka, garing !
Ini mungkin sudah nasibku Dear Diary, selalu disalah arti dan dianggap garing.

Komentar

Postingan Populer