ALASAN KENAPA AKU TIDAK SUKA LGBT



Dear Diary
Kemarin tak biasanya aku duduk diteras.
Rasanya kangen juga makan rujak bebek yang biasa lewat depan rumah.
Lagi asyik2nya makan, Dini mempersilahkan 2 orang cowok ganteng, sumpah Dear Diary, kalau nenek2 sepertiku bilang ganteng pasti ganteng deh, aku kan puluhan tahun jadi pemerhati lingkungan.
Keduanya berbadan tegap, six pack, berkulit putih dengan mata berbinar2, tapi sopan.
Sudah tahukan kalau aku penggemar cowok berkulit bersih ?
Dini langsung mempersilahkan masuk teras.
" Bu ini ada yang mau lihat kamar kost."
Alhamdulilah, hidupku akan tambah bahagia berbulan2 kedepan melihat wajah2 segar seperti mereka berdua ini, aku  bersyukur dalam hati.
Karena lagi tanggung dalam suapan2 terakhir rujak bebek idola, aku cuma senyum2 sambil menganggukkan kepala dengan sopan, aku kan wanita sopan Dear Diary, aku mempersilahkan mereka duduk.
"Hhhh...maaf tanggung lagi makan rujak bebek...hhh...silahkan dudukhhh..." kataku agak kepedasan.
Selesai makan, aku minum agar pedasnya berkurang.
" Bunda suasana rumahnya adem ya?" tiba2 sedang asyik minum si ganteng  berkaca mata yg tadi sudah kutetapkan lebih ganteng dari temannya karena kesannya lebih pintar,  berbicara.
"Opss.." aku kaget sekaget2nye mendengar suara laki2 lenjeh manja.
Aku kaget  sejadi2 jadinya mendengar suara itu.
Tanpa sadar air yang sedang kuminum sebagian tersembur kedepan sebagian lagi naik kehidung bercampur dengan rasa pedas rujak bebek.
Hidungku berasa pedas, napasku tersedak air minum dan tidak bisa bernapas.
Tiba2 semua menjadi gelap dimataku.
Diantara sadar atau tidak ada tangan kekar mengurut2 punggungku.
" Mbak ..ibunya kita bawa masuk kamar saja biar bisa tiduran..." suara kemayu itu terdengar ditelingaku...
Oh tidak...aku harus segera sadar...ayo bernapas...susah payah aku  berusaha bernapas disela2 air yang menutupi tenggorokanku.
Aku ingat pernah membaca entah dimana bahwa kalau tersedak atau kena serangan jantung agar mulut harus dalam posisi mangap keatas dan  berusaha bernapas.
Aku berusaha  bernapas satu2...berusaha dengan keras.
Aku tidak mau mereka masuk kamarku dan melihat baju dalemanku tergantung di hanger...
Seingatku ada 2 celana dalam sebesar taplak meja yang gelantungan karena aku tak sempat mencuci. 
"Hhhh.....terimaaa kasih...gak usah dibawa kekamar....hhh...ibu sudah mendingan..."
"Alhamdulilah bunda, tadinya kita mau gotong kekamar bunda biar bunda bisa rebahan." kata cowok satunya lagi.
Tanpa sadar tangan cowok berkaca mata itu masih memijat punggungku sambil berdiri dibelakang kursi.
Aku jengah, buru2 kupersilahkan duduk sambil mengucapkan terima kasih.
Sebetulnya masih ada 2 kamar  kost  yang kosong, tapi aku tak rela serumah dengan mereka.
Mungkin  mereka baik, mungkin mereka terpaksa menjadi  berbeda, tapi aku adalah aku, aku bukan Ridwan Kamil atau Jokowi yang bisa berbaur dan hidup serumah dengan kaum LGBT.
Aku takut dengan efek keberadaan mereka.
Jadi aku bilang saja kamarnya penuh.
Untung saja Dini belum bilang kalau ada kamar kosong Dear Diary.
Itu pengalamanku  bercumbu dengan maut gara2 LGBT.

Pernah saat aku sedang jalan2 ke mall CCM, aku juga hampir mati karena LGBT.
Dear Diary tahu kan aku itu selalu nonton film setiap rabu, setiap bioskop 21 berganti film.
Kalau ada film baru yang kusuka setelah baca sinopsisnya, aku pasti nonton.
Kebetulan aku juga ingin try out pakai baju gamis panjang menyapu lantai.
Biasanya kan aku selalu  bergaya seperti emak2 modern...pakai syal atau celana panjang kadang malah pakai topi.
Ini pakaian muslim  pertamaku, gamis abu2 muda dengan noktah abstrak.
Pokoknya saat itu walau repot harus agak memegangi rok bagian bawahku agar tak menyapu lantai, aku tetap merasa jadi wanita paling  soĺehah se kabupaten Bogor.
Saat sedang naik eskalator menuju lantai paling atas, iseng kulihat keseberang eskalatorku, kulihat ada sepasang anak muda berangkulan sambil saling cium pipi, di eskalator menuju turun.
Anjrit, itu kan palingan anak SMP, masak sudah LGBT sih.
Mataku melotot, memelototi mereka berdua.
Saking marahnya peganganku pada bajuku yang panjang menyapu lantai terlepas karena aku mengepalkan tangan keras2 berasa ingin memukul.
Saat aku mau menapak lantai, baju panjangku masuk kedalam sela2 lantai eskalator.
Aku terjerembab.
Untung ada satpam diujung eskalator, menyambut pengunjung.
Dia menarikku pada saat yg tepat.
Aku dipegangi dengan keras oleh satpam itu agar tidak tertarik ke eskalator.
Untung kesadaranku masih ada walau panik.
" Sobek saja baju saya pak...sobek saja bajunya." kataku lemah.
Untung si satpam pintar.
Dia sobek baju bagian bawahku, bukan bagian dadaku.
Untungnya bahannya memang tipis banget jadi si satpam gampang menyobeknya.
Selamatlah aku dari maut.
Lagi2 gara2 LGBT.
Aku batal menonton karena keburu shock dan malu, bajuku sobek dibagian bawah..pating keliwir memanjang.
Setelah bajuku kugunting dengan gunting pinjaman sehingga panjang gaunnya sama, aku pulang dengan rasa di awang2...antara kaget karena hampir mati dan bersyukur karena selamat.

Dear Diary,
Itulah pengalamanku hampir mati karena LGBT.
Sekarang tahu kan kenapa aku tidak suka LGBT ?

Komentar

Postingan Populer